BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam al-Qur’an banyak ayat-ayat yang
mengandung hukum-hukum fiqh. Para ulama fiqh mengambilnya dan menafsirkan yang
dibagi dalam subjek tertentu yang dikenal dengan Ahkam al-Qur’an, lalu
dilanjutkan ilmunya oleh ulama menurut madzhab-madzhabnya. Menurut Sayyid
Muhammad Ali Iyazi, kitab ini merupakan kitab dari kalangan Madzhab Syafi’i
yang pertama kali terbit dan sampai kepada kita. mengkaji seluruh ayat
Al-Qur'an secara lengkap
Kitab Tafsir Ahkam
karya al-Kiya al-Harasi merupakan karya monumental dari kalangan mazhab
Syafi'i, terutama yang menggunakan pendekatan disiplin fiqh. Dikatakan demikian
karena kitab ini merupakan kitab dari kalangan Madzhab Syafi’i yang pertama
kali terbit dan sampai kepada kita. Sebenarnya kitab Ahkâm Al-Qur'an yang
disandarkan kepada Imam Syafi'i pernah dibuat oleh al-Baihaqi, namun tidak
mengkaji seluruh ayat Al-Qur'an secara lengkap, sementara kitab ini memaparkan seluruhnya.
Kitab tafsir ini banyak mempromosikan dan
membela Mazhab Syafi'i, sedangkan di sisi lain menyerang (pendapat) Imam Abu
Hanifah, sebagaimana yang dilakukan oleh al-Jashshash – pendukung mazhab Hanafi
– kepada Imam Syafi'i, dan atau yang dilakukan oleh Ibnu al-‘Arabi kepada Imam
Syafi'i dan Abu Hanifah.
Oleh karena itu, kitab
tafsir Ahkam al-Qur’an Kiya Al-Harasi menarik minat pemakalah untuk mengenal
seorang mufassir dari kitab tersebut; Kiya Al-Harasi dan mengetahui lebih dalam
isi dari kitab Ahkam Al-Qur’an tersebut.
B.
Rumusan
Masalah
a. Bagaiama biografi dari Kiya Al-Harasi?
b. Apa dan bagaimana isi dari kitab Ahkam Al-Qur’an
Kiya Al-Harasi?
C.
Tujuan
Penulisan
a. Untuk mengetahui biografi dari Imam al-Baghawi.
b. Untuk mengetahui gambaran dari isi kitab Ahkam al-Qur’an Kiya al-Harasi
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Biografi
Kiya al-Harasi
Nama lengkapnya
adalah Imaduddin Abu al-Hasan Ali bin Muhammad bin Ali at-Thabari, atau lebih dikenal
dengan sebutan Kiya al-Harasi. Kiya al-Harasi lahir pada tahun 450 H bulan
Dzulqaidah, di Khurasan[1].
Disitu beliau lahir dan dididik serta mendapatkan ilmu pertamanya.
Sebelum dikenal
menjadi Imam besar Khurasan, Kiya al-Harasi dikenal sebagai seorang pemuda yang
sangat bersemangat dalam menuntut ilmu. Perjalanan pengembaraannya untuk
belajar kepada guru-gurunya telah ditempuhnya hingga keluar negeri (Travelling
Quest of Knowlagde) ke Naisaburi berguru kepada Imam al-Haramain al-Juwaini
untuk belajar ilmu-ilmu fikih.
Lalu beliau
melanjutkan perjalanan ilmiahnya menuju negeri Baihaqi. Sesampainya di negeri
al-Baihaqi, beliau memanfaatkan semua kesempatan dan waktunya untuk belajar
dengan sungguh-sungguh. Kemudian beliau pergi ke Iraq dan belajar di Al-Madrasah
al-Nadhomiyyah di Bagdad.
Beliau menetap
di Bagdad menghabiskan masa hidupnya untuk berkhidmat kepada ilmu dan agama.
Kegiatan mengajar dan mendidik di Universitas an-Nidzamiyah menjadi profesi dan
rutinitas kesehariannya sebagai bentuk pengabdiannya kepada ilmu dan agama.
Profesi sebagai pendidik dan pengajar di Universitas ini telah dijalaninya
hingga akhir hayatnya.
Selama
menjalani karir intelektualnya, Kiya al-Harasi sering mengalami tekanan dari
penguasa. Hingga pada suatu ketika, beliau pernah dituduh sebagai penganut
madzhab Bathiniyah, sebuah madzhab yang pada saat itu dilarang oleh penguasa.
Karena tuduhan tersebut, akhirnya beliau harus menderita dan mulai diasingkan
hingga mau dibunuh oleh penguasa. Namun akhirnya dia bisa terselamatkan dari
rencana pembunuhan yang akan dilakukan oleh penguasa, karena ada pihak yang
telah memberikan kesaksian bahwa tuduhan kepadanya tidak benar.
Kiya al-Harasi
dikenal sebagai ulama yang fasih dalam berbicara. Setiap ungkapan yang keluar
darinya adalah indah dan enak didengar, serta mudah dipahami. Selain itu,
dikenal sebagai ahli bahasa dan sastra, beliau juga dikenal sebagai ahli hadis.
Hadis-hadis yang sudah dihafalnya dijadikan sebagai sumber dalil dalam setiap
kegiatan ceramah dan pengajian di majelisnya.
Demikian profil
Kiya al-Harasi dalam menjalani profesinya sebagai ulama besar di kota Baghdad.
Beliau wafat pada tahun 504 H/1110 H di kota Baghdad. Jasadnya dikebumikan
dengan debu dari makam as-Syaikh Abi Ishaq as-Sayrazi. Karakteristik
pemakamannya dihadiri oleh Abu Thalib al-Qazwani.[2]
B.
Murid-murid
1.
Ahmad
bin Ali bin Muhammad al-Wakil, terkenal dengan Ibn Burhan, bermazhab Hanbali
yang kemudian pindah ke mazhab Syafi’i. W. 520 H.
2.
Said
bin Muhammad bin Ahmad Abu Mansur seorang imam mazhab Syafi’'i di
Baghdad, meninggal pada tahun 539 H
3.
Abdullah
bin Muhammad bin Ghalib Abu Muhammad al-Jilli, Meninggal pada tahun 560 H
4.
Said
al-Khair bin Muhammad al-Anshori
5.
Muhammad
al-Mahdi bin Turmurt al-Shonhaji
6.
Ahmad
Bin Muhammad bin Ibrahim
7.
Abdullah
bin Ahmad bin Muhammad bin Abd al-Qadir bin Hisyam al-Khatibi Abu al-Fadl bin
Abi Nasr al-Tusi al-Bagdadi.
8.
Al-Khadir bin Nasr bin Aqil Abu
Abbas, ahli hukum mazhab Syafi’i, Meninggal tahun 567 H.
9.
Umar Bin Muhammad bin Ahmad Bin
‘Ikrimah bin Abu al-Qasim al-Bizri al-Syafi'I, meninggal tahun 560 H.
10. Abu
Ali Muhammad bin Abdullah bin Muhammad Bustami dikenal sebagai al-Imam
Baghdad.
C.
Guru-guru
Beliau didik oleh guru-guru beliau yaitu Imam Haramain al-Juwaini,
Abul Fadl Zaid bin Saleh al-Tabari Amoli, dan Abu Ali al-Hasan bin Muhammad
al-Saffar. Beliau dididik sampai mahir oleh Imam Haramain al-Juwaini.
D.
Karya-karya
1.
Ahkam
al-Qur’an, yaitu sebuah kitab, yang memuat tafsir al-Qur’an mengenai
persoalan-persoalan fiqh.
2.
Al-Ta’aliq
fi Usul al-Fiqh
3.
Muthali’
al-Ahkam
4.
Syifa’
al-Mustarsidina Fi Mabahis al-Mujtahidin.
E.
Deskripsi
Tafsir Ahkamul Qur’an
a.
Metode
dan Corak Tafsir Ahkam al-Qur’an Kiya al-Harasi
Tafsir Ahkam
Al-Qur’an karya Kiya Al-Harasi merupakan salah satu kitab tafsir terpenting
yang bercorak fikih madzhab Imam Syafi’i. Kitab tafsir ini merupakan salah satu
kitab tafsir fikih Imam Syafi’i yang terdokumentasi sampai sekarang setelah
kitab Tafsir Ahkam Imam Syafi’I yang dibukukan oleh Abu Bakar Ahmad ibn
al-Husaini bin ‘Ali ibn ‘Abdullah ibn Musa al-Baihaqi an-Naisaburi (458H).
Hanya saja, di
dalam kitab tafsir Ahkam al-Qur’an, as-Syafi’i tidak mencakup semua pembahasan
ayat-ayat hukum yang ada di dalam al-Qur’an. Sedangkan Tafsir Ahkam al-Qur’an
karya Kiya al-Harasi mencakup semua ayat-ayat hukum yang ada di dalam
al-Qur’an. Beliau menyusun kitab tafsir tersebut dengan menafsirkan semua
ayat-ayat ahkam berdasarkan urutan surat-surat di al-Qur’an.
Kiya al-Harasi
menyusun Tafsir Ahkam Al-Qur’an dengan tujuan untuk turut memperkuat madzhab
Syafi’iyah. Bahkan ada kecenderungan sikap fanatiknya dalam mengikuti madzhab
tersebut. Sikapnya yang berlebihan dalam bermadzhab seringkali beliau melakukan
kritikan dan komentar keras terhadap madzhab fikih Hanafiyah seperti halnya
yang telah dilakukan al-Jashshash terhadap madzhab Syafi’iyah dan Ibn ‘Arabi
terhadap madzhab Syafi’i dan Hanafi.
Sikap fanatik
dalam bermadzhab Syafi’i ini bisa dilihat dengan jelas dalam muqadimah
kitabnya, yaitu sebagai berikut :
“sesungguhnya madzhab Syafi’i adalah madzhab yang paling lurus dan
benar, paling baik dan bijak. Semua pandangan-pandangan madzhab Syafi’i
melampaui batas-batas dzan atau dugaan, hingga sampai pada batas-batas yakin.
Hal ini dikarenakan madzhab tersebut dilandasi oleh al-Kitab, yang tidak ada
kebatilan dari arah depan maupun belakang, dan al-Kitab ini diturunkan dari
Dzat Yang Maha Bijak dan Terpuji. Dan sesungguhnya madzhab Syafi’i adalah
madzhab yang bisa menggali peliknya makna-makna al-Kitab, dan mampu menyelam
arus gelombang lautan ilmunya untuk menggali hukum-hukum dan hikmah-hikmah yang
terdapat di dalamnya”.
Dari pernyataan di
atas maka sangat jelas sikap dukungan Kiya al-harasi terhadap madzhab Imam
Syafi’i, baik dari segi ushul (pokok-pokok Ajaran Islam) maupun furu’ (cabang). Selanjutnya, dalam muqaddimahnya, beliau
juga menegaskan bahwa :
“ketika saya mengetahui madzhab Syafi’iyah dengan segala
keunggulannya, maka saya menyusun kitab Ahkam al-Qur’an ini sebagai syarh atau
penjelas atas madzhab ini. Apa yang perlu dijelaskan di dalam madzhab ini
berkaitan dengan pengambilan dalil-dalil yentang permasalaahn yang sulit, maka
saya lengkapi penjelasannya”.
Di dalam tafsir
tersebut, Kiya al-Harasi juga banyak mengemukakan perbedaan pendapat dalam
masalah fikih antara Hanafiyah dan Syafi’iyah. Ketika menafsirkan ayat yang
terdapat perbedaan pendapat antara kedua madzhab tersebut, dia selalu
mengatakan, “Abu Hanifah berpendapat demikian, sementara Imam Syafi’i berbeda
dengan pendapat Abu Hanifah. Demikian sebaliknya. Seakan-akan tidak ada
kesepakatan di antara keduanya.
Di samping itu,
Kiya al-Harasy juga menguraikan permasalahan teologis dan masalah-masalah
kontroversial antar madzhab, terutama antara madzhab Imam Syafi’i dan madzhab
Imam Hanafi, karena – menurut Ali Iyazi – tidak ditemukan keterangan yang
merujuk kepada madzhab Imam Ahmad dan Imam Maliki. Beliau belum pernah menemukan pembicaraan dalam perbedaan dari imam madzhab
empat lainnya seperti kedua Imam madzhab lainnya, yaitu Imam Malik dan Imam
Ahmad.
Ali Iyazi dalam
kitabnya, Al-Mufassirûn Hayâtuhum wa Manhajuhum, mengambil kesimpulan bahwa
karya al-Harasy ini tidak moderat dalam menjelaskan permasalahan hukum, di mana
ia lebih cenderung berpihak dan meluruskan pendapat madzhabnya sendiri
(Syafi’iyah) ketika menukil berbagai pendapat dari madzhab lain. Kitab ini,
menurut adz-Dzhabi, ditulis dalam jilid besar yang sementara ini masih terdapat
di Dâr al-Kutub al-Mishriyah dan perpustakaan al-Azhar.
Kiya
al-Harasi juga sering memperdebatkan pandangan fikih dan kalam serta dalil yang
digunakan oleh al-Jashshash di dalam tafsirnya. Sehingga di dalam tafsir, Kiya
al-Harasi tidak hanya memuat penafsiran tentang ayat-ayat ahkam saja, tetapi
permasalahan kalam dan akidah juga banyak mewarnai kitab tafsir ini. Kiya al-Harasi
memfokuskan diri dan mendahulukan pembahasannya pada ayat-ayat yang terkait
dengan masalah hukum dan mengangkat berbagai pendapat yang berkisar tentang
problematika tersebut.
Model penafsiran Kiya
al-Harasi terhadap ayat-ayat al-Qur’an tidak jauh berbeda dengan model tafsir
al-ahkam karya al-Jashshash, yaitu dengan hanya membatasi pada ayat-ayat hukum
yang ada di dalam al-Qur’an berdasarkan urutan suratnya.
Selanjutnya,
beliau menjelaskan ayat-ayat hukum tersebut dengan cara mengelompokkannya ke
dalam bab tertentu. Dalam setiap bab-bab tersebut terdapat tema atau pasal yang
mencakup pembahasan yentang masalah-masalah yang akan dijelaskan oleh
pengarang.
Tampaknya, model
penafsiran yang dilakukan oleh Kiya al-harasi seperti ini, mencoba
menggabungkan dua metode tafsir, yaitu metode tahlili dan maudlu’i. disebut
tahlili karena beliau berusaha menafsirkan dan mengurai ayat-ayat al-Qur’an
sesuai urut surat-surat yang ada di dalam mushaf secara detail dan mendalam.
Dan dikatakan tematik atau madlu’i karena beliau telah mencoba menjelaskan
ayat-ayat al-Qur’an dengan mengelompokkannya ke dalam bab-bab dan tema-tema
yang ada di dalam surat-surat. Dengan demikian, maka metode tafsir Ahkam
al-Qur’an karya Kiya Al-Harasi bisa dikategorikan sebagai tafsir yang
menggabungkan metode tahlili dan metode tematik (madlu’i).
Adapun di dalam sumber
penafsiran, Kiya al-Harasi banyak menggunakan sumber-sumber periwayatan hadis,
Atsar Sahabat, dan perkataan Tabi’in. Oleh karena itu, tafsir Ahkam Al-Qur’an
ini, meskipun serat dengan penalaran akal di dalamnya, namun sebenarnya tafsir
ini mempunyai kecenderungan tafsir bi al-ma’tsur, karena banyak riwayat-riwayat
yang digunak pengarang untuk menafsirkan ayat-ayat ahkam.
b.
Karakterisitik
Penafsiran Kiya al-Harasi
-
Menafsirkan
al-Qur’an dengan menyebutkan surat-surat al-Qur’an, kemudian menguraikan pembahasan-pembahasan
tentang hukum yang terdapat di dalamnya, dengan mengawali ayat-ayat yang
mengandung hukum
-
Menafsirkan
al-Qur’an dengan tujuan untuk membela madzhab Syafi’iyah
-
Penafsirannya
tidak hanya membahas persoalan ayat-ayat ahkam saja, tetapi permasalahan yang
berkaitan dengan akidah dan kalam juga banyak mewarnai tafsir tersebut
-
Mengemukakan
perbedaan pendapat antara madzhab empat dengan mengunggulkan madzhab Syafi’iyah
-
Menafsirkan
al-Qur’an dengan menggunakan sumber-sumber periwayatan hadis, atsar sahabat,
dan perkataan tabi’in.
F.
Contoh Penafsiran
Di dalam penggalan ayat dari surat Yasin tersebut, digunakan qiyas
dan contoh dalam membuktikan kekuasaan Allah terhadap tuduhan orang-orang
musyrik kepada Nabi, yaitu memulai itu lebih sulit daripada pengulangan, begitu
juga sebaliknya. Maksudnya, Allah dapat membuktikan kekuasaan-Nya dengan
(memulai) menciptakan manusia dari setetes mani, apalagi (pengulangan) atau
membangkitkan kembali manusia yang telah menjadi tulang. Allah berkuasa atas
menciptakan kembali tulang-tulang tersebut dan tidak ada tempat untuk
mencela-Nya.
Pendapat tersebut diambil dari pendapat pengikut madzhab Imam
Syafi’i bahwa sesungguhnya tulang-tulang merupakan bagian dari kehidupan. Maka
telah jelas kelemahan dari tuduhan tersebut berdasarkan hukum. Dan telah jelas
bahwa kehidupan terpisah dengan makna pertumbuhan, seperti hakikat tulang
(hidup) dan rambut (tumbuh).
G.
Pendapat
Ulama’
a.
Menurut Sayyid Muhammad Ali Iyazi, Kitab Tafsir
Ahkam karya al-Kiya al-Harasi ini merupakan karya monumental dari kalangan
mazhab Syafi'i, terutama yang menggunakan pendekatan disiplin fiqh.
b.
Ibnu
Katsir mengatakan bahwa Kiya al-Harasi merupakan salah satu ulama’ besar,
beliau salah satu ulama’ fiqih yang mulia. Beliau salah satu ulama’ fiqih yang
besar dari kalangan Mazhab Syafi’i.
c.
Imam
As-Subki mengatakan bahwa beliau ialah salah satu guru para imam fiqih.
d.
Adz-dzahabi
mengatakan dia terlalu fanatik terhadap mazhabnya.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kiya
al-Harasi atau yang lebih dikenal denga nama Imaduddin Abu al-Hasan Ali bin
Muhammad bin Ali at-Thabari. Merupakan seorang Imam besar Khurasan. Tafsir
Ahkam Al-Qur’an karya Kiya Al-Harasi merupakan salah satu kitab tafsir
terpenting yang bercorak fikih madzhab Imam Syafi’i. Kiya al-Harasi menyusun
Tafsir Ahkam Al-Qur’an dengan tujuan untuk turut memperkuat madzhab Syafi’iyah.
Bahkan ada kecenderungan sikap fanatiknya dalam mengikuti madzhab tersebut. Di
dalam tafsir tersebut, Kiya al-Harasi juga banyak mengemukakan perbedaan
pendapat dalam masalah fikih antara Hanafiyah dan Syafi’iyah. Adapun di dalam
sumber penafsiran, Kiya al-Harasi banyak menggunakan sumber-sumber periwayatan
hadis, Atsar Sahabat, dan perkataan Tabi’in.
B.
Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh
dari kesempurnaan karena keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Penulis
menerima bimbingan, saran serta kritik dari semua pihak yang membaca makalah
ini yang bersifat membangun dan konstruktif demi perbaikan makalah ini agar
lebih sempurna di kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Dzahabi, Muhammad Husain. al-Tafsir wa al-Mufassirun . Beirut:
Dar al- Fikr. 1996.
Adib. Shohibul. Ulumul
Qur’an . Banten: Pustaka Dunia. 2011
Req tafsir ahkam yg lainnya seperti imam abu ja'far al thahawi. Terima kasih
BalasHapus