Senin, 18 Mei 2015

FILSAFAT ISLAM SESUDAH IBNU RUSYD : Nashiruddin ath-Thusi



A.    Nasiruddin Ath-Thusi
1.      Biografi
Nama lengkapnya adalah Abu Ja’far Muhammad bin Muhammad bin al-Hasan Nasiruddin ath-Thusi. Ia lahir tahun 1201 M di kota Thus, Iran. Tahun 1220 M, militer Mongol menghacurkan kota Thus tempat ia belajar agama. Nasiruddin pun bergabung menjadi pejabat di Istana Ismailiyyah dan mengisi waktunya menulis karya tentang logika, filsafat, matematika, astronomi,dll. Ia juga membangun observatorium di Maragha dengan beberapa penemuan teknologinya bidang astronomi yang hebat yang ada sampai sekarang serta dilengkapi perpustakaannya. Ia mendapat dukungan hingga ia wafat tahun 672 H di Baghdad dibawah pemerintahan Abaqa.
2.      Karya-Karya Nasiruddin Ath-Thusi
Karyanya dibagi dalam beberapa bidang, yaitu logika, metafisika, etika, astronomi, teologi, matematika, dll. Salah satu karyanya yaitu Asas al-Iqtibas, Risalahdar Ithabul I Wajib, Akhlak I Nashiri, Tajrid l’Aqa’id, dll.
3.      Filsafat Nasiruddin Ath-Thusi
-       Filsafat Moral
Menurut Thusi, penyakit moral itu biasa disebabkan oleh salah satu dari tiga sebab: keberlebihan, keberkurangan, atau ketakwajaran akal, kemarahan hasrat. Cukup menjelaskan, bahwa ketakutan membentuk ketakwajaran kemarahan, dan kesedihan membentuk ketakwajaran hasrat.
Thusi menggolongkan penyakit-penyakit akal teoritis menjadi kebingunagn, kebodohan sederhana, dan kebodohan fatal, yang membentuk keberlebihan, keberkurangan, dan ketakwajaran—suatu penggolongan yang bukan berasal dari Ibnu Miskawaih.
-       Filsafat Jiwa
Jiwa merupakan substansi sederhana dan immaterial yang dapat merasa sendiri. At-Thusi menambahkan jiwa imajinatif yang menempati posisi tengah di antara jiwa hewani dan manusiawi. Jiwa manusiawi ditandai dengan adanya akal yang menerima pengetahuan dari akal pertama. Jika jiwa imajinatif disatukan dengan jiwa hewani, ia akan bergantung kepadanya dan hancur brsamanya. Akan tetapi jika ia dihubungkan dengan jiwa manusia ia menjadi terlepas dari anggota-anggota tubuh dan ikut bergembira atau bersedih bersama jiwa itu dengan kekekalannya. Setelah keterpisahan jiwa dari tubuh, suatu jejak imajinasi tetap berada dalam bentuknya, dan hukuman atau penghargaan jiwa manusiawi menjadi bergantung pada jejak hai’at, yang dikenal atau dilakukan oleh jiwa imajinatif di dunia ini.
-       Metafisika
Pengetahuan tentang Tuhan, akal, dan jiwa merupakan ilmu ketuhanan, dan pengetahuan mengenai alam semesta dan hal-hal yang berhubungan dengan alam semesta merupakan filsafat pertama. Diantara cabang metafisika ialah pengetahuan kenabian, kepemimpinan spiritual, dan hai kiyamat. Metafisika merupakan esensi filsafat Islam dan lingkup sumbangan utamanya bagi sejarah gagasan-gagasan.
-       Logika
At-Thusi menganggap logika sebagai suatu ilmu dan suatu alat ilmu. Sebagai ilm, ia bertujuan memahami makna-makna dan sifat dari makna-makna yang dipahami itu, adapun sebagai alat, ia menjadi kunci ntuk memahami berbagai ilmu. Kalau pengetahuan tentang makna dan sifat dari makna-makna itu menjadi sedemikian berurat akar di dalam pikiran sehingga tidak diperlukan lagi pemikiran dan refleski, ilmu logika menjadi suatu seni yang bermanfaat yang membebaskan pikiran dari kesalahpengertian di satu pihak, dan kekacauan di pihak lain.
-       Tuhan
Dalam pendapatnya, Tuhan merupakan pencipta yang mengaitkan eksistensi penciptaan kepada diri-Nya. Dunia ini, dengan kata lain, merupakan sesuatu yang sama kekalnya dengan Tuhan. Dunia ini kekal karena kekuasaan Tuhan yang menyempurnakannya, meskipun dalam hak dan kekuatannya sendiri, ia tercipta. Dalam karya “Fushul”nya dia menerangkan bahwa Tuhan sebagai Pencipta yang bebas dan menumbangkan teori mengenai penciptaan karena desakan. Jika Tuhan mencipta karena Dia butuh mencipta. Tindakan-tindakan-Nya berasal dari esensi-Nya. Jika duatu bagian dari dunia ini menjadi tak maujud, esensi Tuhan itu tentu juga menjadi tiada, karena penyebab keberadaannya itu ditentukan oleh ketiadaan satu bagian dari penyebabnya. Karena semua yang ada itu bergantung kepada perlunya Tuhan, ketiadaan mereka akhirnya menjadikan ketiadaan Tuhan sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar