Senin, 18 Mei 2015

FILSAFAT ISLAM DI DUNIA ISLAM BARAT : Ibnu Thufail



A.    Ibnu Thufail
1.      Biografi
Nama lengkapnya adalah Abu Bakr Muhammad ibnu ‘Abd al-Malik ibn Muhammad ibn Muhammad Ibnu Thufail, lahir pada abad ke-6 di Ouadix, Granada. Ia memulai karirnya sebagai dokter praktik dan sekertaris gubernur provinsi. Kemudian ia menjadi sekertaris pribadi gubernur Ceuta dan Tangier, dokter tinggi dan qadhi di pengadilan, serta wazir Khalifah Muwahid Ya’qub Yusuf. Khilfah ini berminat dengan filsafat, sehingga pemerintahannya menjadi pemuka pemikiran filosofis.  
2.      Karya-Karya Ibnu Thufail
Hanya satu karyanya yang tersisa saat ini, yaitu Risalah hay ibn Yaqzan (Yang Hidup Putra Yang Bangun). Hayy Ibnu Yaqzan adalah seorang bayi laki-laki di pulau yang tak berhuni orang yang terbentuk dari tanah dan air. Didekat pulau itu ada pulau yang dihuni oleh manusia (Absal dan Salaman). Absal menyebrang ke pulau Hayy bin Yaqzan, setelah bertemu dengannya, ia mengajarkan berbicara dan mengenalkan Tuhan, surge, neraka, hari kebangkitan, dll. Absal mengajak Hayy bin Yaqzan kepulanya untuk mengajak Salaman dan masyarakat beragama, akan tetapi tidak tertarik. Akhirnya mereka membiarkan masyarakat beragama dengan pemahamannya dan kembali ke pulau tak berpenghuni tersebut untuk ibadah dan tafakur kepada Tuhan. 
3.      Filsafat Ibnu Thufail
-       Tuhan dan Kekekalan Alam
Ibnu Thufail berpandangan bahwa dunia dan Tuhan sama-sama kekal, karena dunia itu bukanlah sesuatu yang lain dari Tuhan. Mengenai esensi Tuhan yang ditafsirkan sebagai cahaya, yang sifat esensialnya merupakan penerangan dan pengejawentahan dari esensi Tuhan sendiri dan bayangan cahaya-Nya sendiri yang tidak berawal ataupun berakhir. Dunia ini tidak akan hancur sebagaimana yang ada pada kepercayaan akan hari penentuan. Kehancurannya berupa keberalihannya menjadi bentuk lain dan bukannnya merupakan suatu kehancuran sepenuhnya. Dunia harus terus berlangsung dalam satu atau bentuk lain sebab kehancurannya tidak sesuai dengan kebenaran mistis yang tinggi, yaitu bahwa sifat esensi Tuhan merupakan penerangan dari pengejewantahan kekal.
-       Materi dan Jiwa
Menurutnya, materi dan jiwa bisa dibedakan, tetapi tidak selalu menyatu—ia bersifat fungsional semata. Sebuah esensi terbebas dari materi, bukan esensi yang sama dengan yang telah ia lihat, tetapi bukan yang lain. Esensi Tuhan yang merupakan cahaya suci, hanya bisa dilihat lewat cahaya di dalam esensi itu sendirim yang masuk ke dalam esensi itu lewat pendidikan yang tepat atas indra, akal, serta jiwa. Oleh karena itu, pengetahuan esensi merupakan esensi itu sendiri, esensi dan visinya  adalah sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar