A. Hadis yang Diteliti
أَخْبَرَنَا عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى
عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي نَافِعٌ عَنْ ابْنِ
عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَفْتَرِقَا أَوْ يَكُونَ خِيَارًا
Artinya:
Telah mengabarkan kepada kami 'Amr bin Ali, ia
berkata; telah menceritakan kepada kami Yahya dari 'Ubaidullah,
ia berkata; telah menceritakan kepadaku Nafi'dari Ibnu Umar
bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Dua orang yang
berjual beli memiliki hak memilih selama mereka belum berpisah, atau merupakan
jual beli dengan syarat memiliki hak memilih."
Untuk melihat
kesahihan sebuah hadis, kaidah ilmu hadis menyatakan bahwa yang pertama kali
perlu diteliti adalah sanadnya. Bila sanadnya dinyatakan shahih, barulah
matannya bisa diperhatikan. Bila tidak, maka matannya dipandang tidak shahih
lagi. Untuk menguji kesahihan sanad hadis di atas, berikut akan ditelusuri
identitas para perawinya.
Keterangan hadis yang akan diteliti:
Sumber Hadis :
Nasa’i
Kitab :
Jual Beli
Bab :
Perbedaan Nafi’ Pada Lafadz Hadisnya
No Hadis : 4390[1]
Jalur sanad
hadis yang akan diteliti: Nabi Muhammad saw.[2]→ Ibnu Umar→Nafi'→'Ubaidullah→Yahya→'Amrbin
Ali→ an-Nasa’i.
B. Biografi Singkat Perawi Hadis
1. Ibnu Umar (w. 73 H/692 M)
Nama lengkapnya Abdullah bin Umar bin Khathab bin Nufail,
julukannya Umar atau Abu Abdurrahman. Tinggal di Madinah, termasuk sahabat
terpandang. Menurut Ibnu Abdil Bar (1412 H/951 M),[3] ia
wafat dalam usia 86 tahun. Jadi, diperkirakan Ibnu Umar lahir pada 13 tahun
sebelum peristiwa hijrah. Kepribadian Ibnu Umar, Sulaiman bin Mahran bekata,
“aku tidak melihat orang yag lebih wira’i dari Ibnu Umar.”[4]
Guru-guru Ibnu Umar antara lain: Nabi Muhammad saw. Abu
Bakar al-Shidiq, Umar bin Khathab, Bilal bin Rabah, Ali bin Abi Tholib, ‘Aisyah
al-Mukminin, dll.
. Ibnu Umar sejak kecil telah memiliki semangat yang
tinggi dalam mempelajari dan meneladani sunnah Rasul saw.
Murid-muridnya antara lain: Abu al-Qamah, Jabir bin Abdulluh
bin Amr, Harmalah Maula Usamah, al-Hasan bin Abi Hasan, Salim bin Abdullah, Nafi', dll. Abu Umar berkata bahwa Ibnu Umar
meninggal di Makkah.[5]
2. Nafi’ (117 H/735 M)
Nama lengkapnya Nafi’ Maulana Ibnu Umar, ia dijuluki Abu
Abdullah, tinggal di Madinah.[6]
Nafi’mempunyai reputasi besar dalam masanya.[7]AL-Bukhari
berkata “sanad-sanad Imam Malik yang paling shahih berasal dari Nafi’ dari
Abdullah bin Umar. Ia pernah di utus Umar bin Abdul Aziz ke Mesir untuk
mengajarkan Sunnah Nabi di sana.”[8]
Ulama yang menilainya ia Stiqah di antaranya: an-Nasa’i, ibn Khirosin,
al-‘Ijli, ibn Sa’id.
Guru-gurunya antara lain: Abdullah bin Umar, Aslam
Maula Umar, al-Harits bib Rib’i, Zaid bin Tsabit bin al-Dhahhak,dll.
Murid-muridnya antara lain: Aban bin Thariq, Malik bin
Anas, Ishaq bin Abdullah, Isma’il bin Umayyah, Isma’il bin Muhammad, Ubaidillah
bin Amr al-Amri,[9]dll.
Nafi’ merupakan golonga Tabi’in kalangan biasa.[10]
3. ‘Ubaidullah (w.147 H)
Nama lengkapnya ‘Ubaidillah bin Umar bin Hafdzi bin Asim
bin Umar bin Khottob al-‘Adawi al-Umari al-Madani. Ia di juluki Abu Ustman,[11]
semasa hidupnya ia tinggal di Madinah, ‘Ubaidillah merupakan Tabi’in kalangan
biasa.[12]
Guru-gunya antara lain: ayyub bin Musa al-Kurosyi, Hamid
at-Towil, Sa’id al-Makburi, Nafi’ Maula ibn Umar, dll.
Murid-muridnya antara lain: Yahya bin Sa’id al-Kottan,
Yazid bin Zarih, Abu Ishaq al-Fajri, Abu Malik al-Janibi, dll.[13]
Ulama-ulama yang menilainya stiqah antara lain:
an-Nasa’i, Abu Zur’ah, Abu Hatim. Menurut Haistam bin عدي Ubaidillah meninggal pada tahun 147
H, tetapi menurut ulama lain Ubaidillah meninggal pada tahun 145 H.[14]
4. Yahya (w. 198 H)
Nama lengkapnya Yahya bin Sa’id bin Farukh al-Kottan
at-Tamimi,[15]
ia dijuluki Abu Sa’id, tinggal di Bashrah merupakan Tabi’ut Tabi’in kalangan
biasa.[16]
Ulama-ulama yang mengomentari ia stiqah di antaranya: Ibn
Sa’id, al-‘Ijli, Abu Hatim an-Nasa’idll.[17]
Guru-gurunya antara lain:Ubaidillah bin Umar al-Amri,
Ustaman as-Syiham, Ali al-Mubarak al-Yamami, ‘Auf al-Arabi, dll.
Murid-muridnya:Ibrahim bin Muhammad at-Taimiy al-Fadiy,
Ahmad Stabit al-Jahdari, Ahmad bin Sunan al-Koton,‘Amr bin Ali as-Soirofi,
Abu Bisri Bkhr bin Kholaf, dll.[18]
5. Amru bin Ali (W. 249 H)[19]
Nama lengkapnya Amru bin Ali bin Bahri bin Kanir
al-Bahili, ia dijuluki Abu Hafs[20]
tinggal di Bashrah, ia merupakan Tabi'ul Atba' kalangan tua.[21]
Ia meninggal pada umur 87 tahun
Para ulama yang menilainya stiqah di antaranya: Maslamah
bin Qasim, Nasa’i, dll.[22]
Guru-gurunya antara lain:
Yahya bin Sa’id al-Kottan, Yazid bin Harun, Wahab bin Jarir bin
Hazm, dll.
Murid-muridnya antara lain: Ahmad bin Syu’aib
an-Nasa’i, Muhammad bin Yahya ad-Dahili, dll.[23]
6. An-Nasa’i (W. 303 H)
Nama lengakapnya Ahmad bin Syu’aib bin Ali bin Sinan bin
Bahr bin Dinar. Dijuluki Abu Abdurrahman an-Nasa’i, dan lebih dikenal dengan
nama an-Nasa’i.[24]
Beliau dilahirkan pada tahun 215 H di kota Nasa’ dan wafat pada tanggal 13 bulan
syafar.
Guru-gurunya antara lain: Ishaq bin Rahawaih, Hisyam bin
‘Ammar, Ahmad bin Muni’, Abdul Hamid bin Muhammad,Amru bin Ali, dll.
Murid-muridnya
antara lain: Abu Basyar al-Daulabi, Abu Ja’far al-Tahawi, Abu Ali al-Naisaburi,
dll. Abu Ali al-Naisaburi (murid an-Nasa’i) mengatakan bahwa an-Nasa’i adalah
seorang Imam yang tidak doragukan lagi keahliannya dalam bidang ilmu hadis.
Selain itu muridnya yang lain mengatakan
“saya telah rela dan ikhlad an-Nasa’I menjadi hujjah antara aku dan Allah”. Al
Hafidz Abu Sa’id bin Yunus berkata an-Nasa’I adalah seorang ulama’ yang telah
diakui keilmuannya , ke-tsiqahannya, dan kekuatan hafalannya.[25]
C. Kesimpulan
Dari kajian sanad di atas dapat di tarik kesimpulan
bahwa, sanad hadis perbedaan nafi’ pada lafadz hadisnya dalam jual beli ini memenuhi
syarat kesahihan sanad. Semua syarat kesahihan syarat telah terpenuhi.
Syarat-syarat kesahihan sana ialah ketersambungan sanad, para perawinya
kradibel, intelektualitas perawi. Semua rijal yang terdapat dalam periwayatan
terbukti memiliki relasi sebagai guru-murid. Kredibilitas maupun
intelektualitas mereka juga tidak perlu diragukan lagi. Tidak ada seorang
perawipun yang berstatus dhaif. Tidak ada cela (‘illat) pada rijal tersebut.
[1]Software Lidwa
[6] Muhammad bin Abdullah al-Rib’i,
Maulid al-Ulama wa Wafayatuhum (Riyad: Dar al-Ashimah, 1410
H),jld
1, hlm. 273.
[9]Tahdzibut Tahdzib, jilid 6, no: 8337, hlm: 521
[10]Software Lidwa
[11]Tahdzibut Tahdzib, jilid 4, no: 5706, hlm: 337.
[12]Software Lidwa
[13]Software Gawame al-Kaleem.
[14]Tahdzibut Tahdzib, jilid 4, no: 5706, hlm: 337.
[15]Tahdzibut Tahdzib, jilid 7, no: 8849, hlm: 44.
[16]Software Lidwa
[17]Tahdzibut Tahdzib, jilid 7, no: 8849, hlm: 44.
[18]Software Gawame al-Kaleem.
[19]Software Lidwa
[20]Tahdzibut Tahdzib, jilid 5, no: 5980, hlm: 70.
[21]Software Lidwa
[22]Tahdzibut Tahdzib, jilid 5, no: 5980, hlm: 70.
[23]Software Gawame al-Kleem.
[24]
Software al-Jami’ li al-Hadits an-Nabawi.
[25]Afdawaiza,
Sunan al-Nasa’I dalam Abdurrahman, Studi Kitab Hadis (Yogyakarta: TH-Press,
2009), hlm.131-136.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar