Rabu, 27 Januari 2016

Tasawuf Era Modern (Perkembangan dan Peranannya) Karya Ruwaidah Anwar


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Era Modern merupakan suatu dimensi waktu yang menunjukan segala sudut kehidupan menuju arah yang lebih instan, cepat, mudah dan praktis. Maksudnya adalah, manusia selalu mencoba melakukan transformasi di segala bentuk usaha kehidupannya baik di bidang teknologi, informasi, pengetahuan, politik, sosio-ekonomi dan lain-lain.Manusia selalu melakukan berbagai upaya untuk mendapatkan, memperoleh maupun memenuhi kebutuhannya dengan cara yang mudah dan cepat.
Proses kemajuan di bidang kehidupan seperti ini menuntut manusia baik masyarakat lapisan atas, menengah maupun yang paling bawah harus ikut menyesuaikan diri dengan konstruksi sosial yang terus mengalami perubahan dari hari ke hari.
Misalnya, penulis sendiri berasal dari kota kecil yang kemudian mencoba menuntut ilmu di kota besar (metropolis).Secara tidak langsung harus menyesuaikan diri dengan gaya belajar sistem perkotaan yang menggunakan teknologi dibanding dengan sistem belajar di tempat sebelumnya yang teknologinya masih minim.
Namun, terlepas dari itu semua manusia era modern kerap kali melupakan esensi dari kemajuan itu sendiri. Pada awalnya kemajuan dibuat untuk memperoleh kemudahan, cepat dan instan. Akan tetapi semakin ke sini modernitas telah menciptakan dinding-dinding penghalang antara manusia yang satu dengan yang lainnya. Contoh, dahulu manusia membuat rumah makan hanya untuk memenuhi kebutuhan perut, seandainya tidak masak di rumah maka cukup membeli di warung. Tetapi dewasa ini, dapat dijumpai rumah makan dengan berbagai fasilitas dan karakteristik. Apabila di depan rumah makan tersebut diparkir mobil mewah, dapat disimpulkan bahwasannya rumah makan tersebut khusus untuk kalangan atas (pejabat, artis, dan lain-lain). Sedangkan rumah makan kecil yang biasa terlihat di pinggiran trotoar, itulah rumah makan untuk masyarakat kecil.
Dari kenyataan tersebut dapat dilihat, fungsi adanya rumah makan yang awalnya hanya untuk mengatasi “tidak sempat masak di rumah” menjadi gaya hidup, tempat hiburan, dan gaya-gayaan yang melahirkan sifat hedonis, individualistik dan tindakan pengkastaan dalam kehidupan sosial. Inilah realitas yang tidak dapat ditolak oleh manusia modern. Berkurangnya intensitas ruh/spirit dalam hidup menyebabkan manusia kebingungan, bimbang dan gelisah.  Tidak tahu lagi mana yang benar dan salah, apa yang mesti diprioritaskan dan apa yang mesti dikesampingkan. Bagi beberapa individu, agama menjadi tempat kembali yang sehat bagi ruh setelah ia tergerus oleh kehidupan duniawi yang menyilaukan. Praktik-praktik ruhani yang ditawarkan agama bisa direguk oleh manusia bagaimanapun kondisinya. Salah satu praktiknya ialah kehidupan bertasawuf, yakni sebuah jalan yang membuka tabir yang menghalangi manusia dari hakikat hidupnya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan era modern ?
2.      Apa yang dimaksud dengan tasawuf dan bagaimana landasannnya?
3.      Bagaimana ciri masyarakat modern?
4.      Bagaimana hubungan antara era modern dan tasawuf?
5.      Siapa saja tokoh tasawuf era modern dan bagaimana konsep pemikiran tasawufnya?



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Era Modern
Banyak tokoh yang memberikan definisi tentang Era modern, di antaranya adalah:
1.      R. SOEKMONO[1]
Modern merupakan zaman yang coraknya ditentukan oleh pengaruh-pengaruh Eropa Barat. Tidak dapat disangkal bahwasannya kemajuan industrial di Eropa menjadi indikasi kegandrungan masyarakat atau manusia secara global terhadap hal-hal bersifat materi yang apabila kemajuan dimunculkan ke permukaan menjadi budaya yang disebut modernitas.

2.      DIDEROT
Modern adalah kehadiran manusia yang menaruh kepentingan atas adanya makhluk lain. Menurut tokoh ini, kehadiran modern memunculkan ambisi manusia untuk menguasai manusia lainnya. Tentu hal ini merupakan perwujudan dari nafsu.

3.      ALVIN HADIWONO
Modern merupakan era puncak kebudayaan inderawi. Di era ini manusia benar-benar sibuk memenuhi kebutuhan material sehingga menjadi budaya dan semua harus mengikuti dinamisasi era tersebut.

4.       GATOT P. SOEMARTONO
Modern akan selalu berkaitan dengan revolusi industri.
5.      AHMAD BASO
Modern adalah suatu fenomena sementara yang akhirnya akan membawa pada musnahnya perbedaan dasar antara ruang privat dan ruang publik, yaitu tenggelamnya keduanya.

Dari berbagai pernyataan para tokoh di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa era modern ialah era perkembangan industri di dunia Barat yang menenggelamkan ruang privat dan ruang publik.

B.     Pengertian Tasawuf dan Landasannya
Sementara itu, berikut adalah definisi Tasawuf menurut para tokoh.
1.      Tasawuf berasal dari kata safa atau safwun yang bermakna bening atau suci. Orang sufi ialah orang yang senantiasa menyucikan dirinya melalui latihan kerohanian yang berat dan lama. (Nasution,1985:57)[2]
2.      Tasawuf berasal dari kata saf yang berarti barisan karena orang sufi dipandang sebagai barisan pertama di hadapan Allah. (at-Taftazani,1985:21)[3]
3.      Tasawuf ialah membersihkan hati daripada apa yang mengganggu perasaan kebanyakan makhluk, berjuang menanggalkan pengaruh budi yang asal (instinct) kita, memadamkan sifat-sifat kelemahan kita sebagai manusia, mendekati sifat-sifat suci kerohanian dan bergantung pada ilmu-ilmu hakikat, memakai barang yang penting dan terlebih kekal, menaburkan nasihat kepada sesama ummat manusia, memegang teguh janji dengan Allah dalam hal hakikat dan mengikut contoh Rasulullah saw dalam hal syari’at. (al-Junaid).[4]
Jadi, tasawuf adalah jalan untuk mengenal Tuhan melalui ritual kerohanian baik mengerjakan amalan hati maupun menjauhi amalan nafsu yang dijalani dengan perasaan istiqomah.

·         Landasan Tasawuf dan Era Modern

1.      Al-Qur’an
Surah Ar-Rum ayat 41

tygsßߊ$|¡xÿø9$#ÎûÎhŽy9ø9$#̍óst7ø9$#ur$yJÎ/ôMt6|¡x.Ï÷ƒr&Ĩ$¨Z9$#Nßgs)ƒÉãÏ9uÙ÷èt/Ï%©!$#(#qè=ÏHxå
öNßg¯=yès9tbqãèÅ_ötƒÇÍÊÈ
41. telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

Surah Al-Baqarah ayat 186

#sŒÎ)ury7s9r'yÏŠ$t6ÏãÓÍh_tãÎoTÎ*sùë=ƒÌs%(Ü=Å_é&nouqôãyŠÆí#¤$!$##sŒÎ)Èb$tãyŠ(
(#qç6ÉftGó¡uŠù=sùÍ<(#qãZÏB÷sãø9urÎ1öNßg¯=yès9šcrßä©ötƒÇÊÑÏÈ
186. dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.

     Surah Al-Baqarah ayat 115

¬!urä-̍ô±pRùQ$#Ü>̍øópRùQ$#ur4$yJuZ÷ƒr'sù(#q9uqè?§NsVsùçmô_ur«!$#4žcÎ)©!$#ììźurÒOŠÎ=tæÇÊÊÎÈ
115. dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, Maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah[83]. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha mengetahui.

[83] Disitulah wajah Allah maksudnya; kekuasaan Allah meliputi seluruh alam; sebab itu di mana saja manusia berada, Allah mengetahui perbuatannya, karena ia selalu berhadapan dengan Allah.[5]


2.      Hadits

من عرف نفسه فقد عرف ربه                     
     Artinya: Barang siapa yang memahami dirinya, ia dapat memahami Tuhannya.”
Hadis ini berulang-ulang dikutip di dalam kitab Ihya’ Ulumuddin karya Al-Ghazali dan kitab-kitab karya Ibnu Arabi.[6]

C.     Ciri-Ciri Masyarakat Modern[7]

1.      Saling mempengaruhi antara manusia dengan lingkungan dengan tujuan menciptakan perubahan secara timbal balik.
2.      Usaha untuk mengeksplorasi lingkungan dalam rangka untuk mengatasi tantangan-tantangan yang ditimbulkan dari lingkungan itu sendiri.
3.      Dorongan rasa ingin tahu dan ingin mengatasi tantangan-tantangan yang menyebabkan manusia ingin menguasai lingkungan.
4.      Berpikir lebih objektif dan rasional.
5.      Selalu berusaha untuk memahami semua gejala yang dihadapi dan bagaimana mengorganisasikannya sehingga kehidupannya lebih baik.

Ciri-ciri tersebut hanyalah sebagian yang coba dipaparkan melalui fenomena yang terjadi. Dari ciri-ciri tersebut dapat ditarik pernyataan bagaimana sikap masyarakat modern yang selalu berusaha keras dalam melakukan perubahan. Terkadang muncul pertanyaan dalam diri manusia, kemajuan yang diperoleh tersebut kegunaannya apa. Akibatnya mereka[8]:

1.      Terlalu percaya dengan peralatan dan teknik yang berjalan secara mekanis sebagai satu hasil pemikiran manusia (ilmu pengetahuan). Dalam hal ini masyarakat tergolong dalam paham positifisme.
2.      Berbuat dan bertindak sesuai dengan rencana yang terperinci shingga tidak jarang manusia dikendalikan oleh rencana yang disusunnya.
3.      Timbul rasa kehilangan orientasi dan jati diri yang dapat melemahkan kehidupan bathin dan keagamaan

Tanpa disadari masyarakat modern semakin tergantung pada alat dan teknologi yang diciptakan untuk menguasai dunia sekitarnya. Tidak jarang mereka kehilangan identitas karena sudah dikuasai oleh mekanisme yang mereka ciptakan sendiri sehingga mereka hidup tanpa jiwa dan tanpa kekuasaan.

D.    Hubungan Tasawuf dan Era Modern
Masyarakat modern sangat menghargai dan mengedepankan wawasan pemikiran ilmiah yang rasional. Yakni pola budaya yang progresif dan dinamis, yang selalu berkembang dan berubah, tidak terikat pada tradisi masa lampau.
Profil masyarakat modern adalah masyarakat dengan budaya industri. Yaitu masyarakat yang mengembangkan cara berpikir ilmiah karena masyarakat modern menurut S. Takdir Alisyahbana yang dikutip dari tulisan Prof. Dr. Simuh dalam buku “Tasawuf dan Krisis” dikatakan lahir dari revolusi ilmu. Revolusi ilmu melahirkan revolusi teknologi. Revolusi teknologi melahirkan revolusi industri. Revolusi industri melahirkan revolusi perdagangan dan komunikasi. Maka profil masyarakat modern akan didominasi kebudayaan modern atau yang sering pula disebut kebudayaan industri. Inilah sunatullah yang mesti direnungkan dan dipertimbangkan matang-matang oleh generasi muda muslim[9]. Mengapa? Karena revolusi-revolusi tersebut di atas dapat mengancam eksistensi manusia itu sendiri.
Dalam realitas kehidupan dapat dilihat bagaimana kerusakan yang ditimbulkan oleh era modern. Moral manusia semakin tidak karuan, dekadensi moral tidak saja dilakukan orang awam, tetapi juga oleh seorang intelektual yang di masyarakat kita berkembang secara struktural. Hal ini menimbulkan pesimisme di kalangan umat karena fenomena ini nyaris tidak bisa diperbaiki[10].
Korupsi, kolusi, manipulasi, pergaulan seks bebas, perselingkuhan, peredaran narkoba, pornografi, pelacuran akademik, mafia agama dan rentetan perilaku amoral lainnya menjadi hal yang lumrah, karena secara universal semua orang melakukannya. Manusia seolah lupa  atau sengaja lupa dan berpura-pura bahwa hal itu tidak dipertanggungjawabkan. Kehidupan materialistik yang mengarah pada pola hidup hedonistik seolah telah menenggelamkan sebagian orang. Era modern terus berjalan seiring perkembangan pengetahuan manusia. Tanpa disadari manusia telah tergelincir jauh dari fitrahnya sebagai khalifah.[11]
Manusia modern memperlakukan  lingkungan sama dengan pelacur, mereka menikmati dan mengeksploitasi kepuasan darinya tanpa rasa kewajiban dan tanggung jawab apapun.[12] Manusia menghamba pada egonya yang hanya memberinya kehampaan.
Disini tasawuf mengambil perannya sebagai pengontrol ego manusia. Tasawuf merupakan salah satu ajaran Islam yang menuntun, mengarahkan dan membimbing umat manusia dalam semesta kehidupan yang mengutamakan kedekatan dan kemesraan makhluk kepada al-Khaliq.[13] Krisis moral, spiritualitas, ketauladanan, hati dan masalah psikologis lainnya hanya bisa diatasi dengan tasawuf. Tidak sedikit orang-orang yang tergelincir menemukan kembali jalannya semula sebagai makhluk Tuhan lewat tasawuf.
Manusia tidak dapat menafikan bahwa esensi dari Islam adalah moral, yakni moral manusia kepada Tuhannya, manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungan.
Seorang yang tidak bermoral pada Tuhan akan menjadi manusia yang rakus, tamak, gemar menindas, bertuhan pada nafsu dan membiarkan orang yang lemah dan berkhianat. Sebaliknya, seorang yang bermoral akan menjadi individu yang segala tindakannya positif, ia akan menjaga hubungannya dengan Tuhan, manusia dan alam. Moral merupakan bagian yang sangat terikat dengan tasawuf. Ibaratnya Tasawuf adalah induk dan moral adalah anaknya.
Tasawuf sangat berfungsi ketika krisis bathiniyah menjangkiti manusia. Tasawuf secara psikologis merupakan hasil dari berbagai pengalaman spiritual dan merupakan bentuk pengetahuan langsung mengenai realitas-realitas ketuhanan. Pengalaman agama menimbulkan sugesti positif dalam diri manusia, tidak dapat kita pungkiri bukan? Setiap selesai shalat atau berdoa kita merasakan ketenangan dan kedamaian.
Selain itu, kehadiran Tuhan dalam bentuk pengalaman mistis dapat menimbulkan keyakinan yang sangat kuat. Perasaan-perasaan mistik itu ialah ma’rifat, ittihat, hulul, mahabbah dan lain-lain. Dalam dunia sufi juga dijelaskan bagaimana menjalin hubungan dengan Tuhan. Tuhan itu Maha Indah, Maha Penyayang, Dia adalah Dzat Yang Maha Sempurna dan Kekal. Jadi tidak ada rasa takut bagi para hamba untuk mendekat kepada-Nya, justru itu memotivasi seorang hamba untuk mempersembahkan ibadah yang terbaik. [14]
E.     Tokoh-Tokoh Tasawuf Era Modern
1.      Buya Hamka[15]
Haji Abdul Malik Karim Abdullah, yang kemudian lebih dikenal sebagaiBuya Hamka, lahir pada 14 Muharram 1326 H atau 17 Februari 1908 M di NagariSungai Batang, Kampung Molek ditepi Danau Maninjau (Tim Redaksi PSH,1984: 51). Ayahnya, Haji Rasul yang dikenal sebagai Doktor Syaikh Haji AbdulKarim Amrullah, adalah orang yang berkecukupan, cerdas dan terpandang sebagaiulama besar sekaligus tokoh pembaharu di Minangkabau. Doktor Haji AbdulKarim adalah pemimpin pesantren”Sumatra Thawalib” di Padang Panjang.
Dalam usia 7 tahun (1915 M) dimasukkan di sekolah desa dan malamnya belajar mengaji al-Qur'an dengan ayahnya sendiri hingga khatam al-Qur'an. Pada tahun 1916-1923 M, ia telah belajar agama di sekolah “Diniyah School” dan Pesantren yang dipimpin ayahnya. Adapun guru-gurunya waktu itu adalah Syaikh Ibrahim Musa Parabek, Engku Muda Abdul Hamid dan Zainuddin Labbay. Wilayah Padang Panjang masa itu ramai dengan para penuntut ilmu agama Islam di bawah pimpinan ayahnya sendiri.
Sejak usia muda ia senang berkelana. Pada usia 16 tahun ia merantau ke Jawa untuk belajar pada HOS Cokroaminoto, RM. Suryo Pranoto, Ki Bagus Hadikusumo dan H. Fakhrudin di Yogyakarta sekitar tahun 1924 M, Ia juga banyak belajar pada Abang iparnya, yaitu Buya AR. Sutan Mansur, yang waktu itu menjabat sebagai voorzitter (ketua) Muhammadiyah CabangPekalongan.
Pada usia 19 tahun, untuk pertama kalinya ia menunaikan ibadah haji. Selama hayatnya, tercatat tujuh kali ia menuju Baitullah. Di usianya yang ke 17 ia  tampil memberikan fatwa dan mengikuti kongres Muhammadiyah di Solo. Ia menikah dengan St. Rahmah dan dikaruniai 10 orang anak. Pada tahun 1972 sang istri wafat, ia pun menikah lagi dengan seorang wanita yang berasal dari Kota Cirebon yang bernama St. Hadijah. Siti Hadijahlah yang menemaninya sampai ia wafat.
Hamka adalah seorang ulama, sastrawan dan cendekiawan yang sangat terkenal di Indonesia maupun di negara-negara lain. Ia menelurkan 133 karya tulis di antaranya yang paling monumental adalah Tafsir Al Azhar yaitu Tafsir al Quran 30 juz. Ia juga dikenal sebagai novelis dan tokoh tasawuf. Kebiasaannya sehari-hari adalah mengkhatamkan bacaan Al-Qur’an dalam 5-7 hari dan setiap hari di bulan Ramdhan. Ia menghembuskan nafas terakhirnya ketika usai membaca al Quran pada Jumat Sore, 24 Juli 1981.
Kiprah politik Hamka secara nyata dimulai tatkala Hamka berada diMedan, tepatnya setelah Jepang masuk ke daerah Sumatera Timur, serta ketikaJepang mengangkatnya menjadi penasehat. Kemudian Jepang mengangkatnyamenjadi Syuo Sangikai dan Tjuo Sangiin untuk kawasan Sumatera Timur danSumatera, yaitu menjadi penasehat dari Tyokan (Gubernur) Sumatera Timur,Letnan Jendral T. Nakashima (Damami, 2000: 720).
Kiprah politik inilah yang menyebabkan Hamka mendapat tragedi politikyang sangat menyakitkan hatinya. Dia dituduh sebagai anggota pergerakan“kolaborator” Jepang, yaitu seseorang yang mau bekerja sama atau membantumusuh. Ketika dia mundur dari kiprah politik zaman pendudukan Jepang diSumatera Timur tersebut, alangkah besar warna tragedi itu dengan dicap sebagai“penjilat” dan “lari malam” (pulang ke kampung halaman di Maninjau). Cap-capinilah yang menyebabkan hatinya terluka dalam (Damami, 2000: 73).

Sebagai fase akhir dari hidupnya, maka ia berkhidmat dalam dunia keulamaan, di samping secara terus menerus melakukan kegiatannya dalammengarang. Pada tanggal 27 Juli 1975, Hamka diangkat menjadi ketua MajelisUlama Indonesia (MUI) dan terpilih kembali dalam periode ke-2 pada akhir mei1980. Namun setahun kemudian, tepatnya 18 Mei 1981, Hamka mengundurkandiri berkaitan dengan masalah perbedaan pendapat dengan pihak DepartemenAgama Republik Indonesia dalam hal fatwa mengenai kehadiran umat Islamdalam perayaan natal (Damami, 2000: 78).

Konsp Tasawuf Buya Hamka
Membicarakan tasawuf, pada dasarnya tidak terlepas dari pembicaraanmengapa tasawuf itu muncul. Dalam hal ini, Hamka merumuskan bahwa hakikattasawuf adalah “tasawuf yang diartikan dengan kehendak memperbaiki budi danmen-shifa’-kan (membersihkan) bathin”. Dengan kata lain, dia mencoba meminjam kata al-Junaid, seorang sufi besar abad ke-3 H, bahwa “tasawuf adalahkeluar dari budi perangai yang tercela dan masuk kepada budi perangai yangterpuji” (Damami, 2000: 169).
Hakikat tasawuf yang didefinisikan Hamka tersebut memberikan responilmiah dalam dirinya untuk mengkaji ulang realitas kesufian dilihat dari kontekske-Indonesiaan. Pengalaman tasawuf Hamka mengantarkannya untuk mengkajikembali mengenai kejumudan (stagnan) yang signifikan dalam fungsi tasawufditinjau dari konteks “nasib umat Islam Indonesia” yang serba “miskin”; miskinekonomi, miskin ilmu pengetahuan, miskin kebudayaan, miskin politik dan yanglebih tragis lagi yaitu miskin mentalitas. Perspektif inilah nampaknya yangsenantiasa menjadi semacam cerminan bagi Hamka untuk menilai ulang tentang“fungsi tasawuf”.
Menurut pengamatan Hamka, umat Islam Indonesia juga umat Islamdunia, sudah cukup lama tidak pernah mendapat cahaya falsafat. Akibatnya, cara berfikir umat Islam menjadi gelap, dan tentu saja mundur, bahkan falsafat itu sendiri dibenci oleh umat Islam (Hamka, 1986: 15). Pada masyarakat bawah masih berkubang dalam kubangan praktek-praktek ketarekatan yang memabukkan dan melenakan. Apabila orang Indonesia menyebut istilah “tasawuf”, maka mereka lalu teringat kepada apa yang disebut “tarekat”. “Tarekat” merupakan kegiatan ketasawufan yang memiliki peraturan-peraturan khusus sendiri-sendiri yang sudah baku dan tidak dapat diubah-ubah. Sementara itu, apa yang disebut “tasawuf” sendiri pada bentuk aslinya tidak mempunyai aturan-aturan tertentu sebagaimana tarekat.
Buya Hamka berusahamenghadirkan tasawuf dalam konteks zaman modern dengan tetap mempertahankan hasil positif dari tasawuf klasik untuk mengisi kekosongan yang terdapat di dalamya. Dengan berpegang pada pepatah “Khudz mâ shafâ da’ mâ kadara” (ambil yang baik dan buang yang buruk) atau dalam istilah Ushul Fiqh dirumuskan dengan “al-Muhâfadzah ‘alal qadîmish shâlih wal akhdzu bil jadîdil ushlah” (mengadaptasikan hasil capaian generasi lama yang baik dan membangun capaian baru yang lebih baik) (Burhani, 2001: 172).
Dalam pemikiran tasawuf Hamka ada beberapa hal yang ditawarkan: pertama, kebahagiaan; kedua, kesehatan jiwa dan badan; ketiga, qana’ah; keempat, tawakkal.
a.      Kebahagiaan
                        Dalam konsep kebahagiaan Hamka membaginya ke dalam tiga bagian:
ü  Kebahagiaan Agama
Agama memberi jalan pada akal dan membimbingnya. Agama membantu akal untuk melakukan pertimbangan dan pembanding ketika manusia hendak melakukan atau memutuskan sesuatu.
ü  Kebahagiaan Budi Pekerti
Menyelaraskan otak yang cerdas dan sehat dengan perangai yang baik akan menampakkan apa yang mesti dibuang dan apa yang mesti dipakai oleh manusia.
ü  Kebahagiaan Harta Benda
Menurut Hamka orang yang kaya adalah orang yang sedikit keperluannya. Seseorang yang memiliki kekayaan tidak lain hanya untuk mengabdikan diri sepenuhnya dijalan yang diridhai Allah swt.
b.      Kesehatan Jiwa dan Badan
                             Hamka berpendapat bahwa kesehatan jiwa dan badan harus seimbang. Kondisi jiwa yang sehat akan terpancar dari mata dan badan yang sehat membukakan pikiran dan mencerdaskan akal. Cara memelihara jiwa dan badan adalah dengan, (i) bergaul dengan orang-orang yang budiman. (ii) membiasakan pekerjaan berfikir. (iii) menahan amarah dan syahwat. (iv) bekerja dengan teratur dan menimbang sebelum mengerjakan. (v) mengoreksi aib diri sendiri.
c.       Qana’ah
                             Qana’ah ialah menerima sesuatu dengan perasaan cukup. Menurut Hamka Qana’ah mengandung 5 perkara:
*menerima dengan rela apa yang ada.
*memohonkan kepada Tuhan tambahan yang pantas dan berusaha.
*menerima dengan sabar akan ketentuan Tuhan
*bertawakal kepada Tuhan.
*Tidak  teretarik oleh tipu daya dunia.
Hamka menuturkan bahwa orang yang mempunyai sifat qana’ah telahmemagar hartanya sekadar apa yang dalam tangannya dan tidak menjalankan
pikirannya kepada yang lain (Hamka, 1990: 232).
d.      Tawakal
Tawakal yaitu menyerahkan keputusan segala perkara, ikhtiar dan usahakepada Tuhan semesta alam. Hamka menyebutkab bahwa tidaklah keluar darigaris tawakal, jika seseorang berusaha menghindarkan diri dari kemelaratan, baikyang menimpa diri, harta benda, anak turunan (Hamka, 1990: 245).
Itulah beberapa pokok pikiran penting dari konsep Tasawuf Modern yangditawarkan Hamka.

2.      Badiuzzaman Said Nursi
Said Nursi lahir pada tahun 1293 H./ 1876 M. di sebuah desa bernama Nursi, di wilayah Bitlis yang terletak di sebelah timur Anatolia. Ayahnya bernama Mirza, seorang sufi yang sangat wara’. Ibunya bernama Nuriah, ia tidak menyusui anaknya kecuali dalam  keadaan suci dan berwudhu. Ia dari tujuh bersaudara ia dikenal sangat jenius dan rajin menghadiri pendidikan yang diselenggarakan orang-orang dewasa.Ketika berusia 16 tahun, iadiundang untuk menghadiri suatu majelis yang rutin diadakan oleh ulama kala itu. Ia mengalahkan beberapa ulama dengan fatwanya. Selepas peristiwa ini, ia pun digelariBadiuzzaman (Kekaguman Zaman).[16]
Pengalaman pendidikan yang telah beliau lalui telah membukakan fikirannya untuk memikirkan cara untuk menghasilkan sistem pendidikan yang berpadu. Ketika itu, Turki sedang memasuki satu zaman baru yang membawa angin perubahan. Satu zaman di mana sains dan logika memainkan peranan penting. Beliau berpendapat ilmu agama perlu diajarkan di sekolah-sekolah modern dan sekular, sebaliknya ilmu sains modern pula perlu diajarkan di sekolah-sekolah agama. Katanya, “Dengan cara ini, para pelajar di sekolah moden dilindungi dari kekufuran dan para pelajar di sekolah agama akan dilindungi dari sikap skeptis”.[17]
Dalam usaha merealisasikan cita-citanya tersebut, ia mendatangi Sultan Abdul Hamid sebanyak dua kali (yaitu pada 1896 dan 1907) di Istanbul untuk membahas idenya. Namun ia menyampaikan maksudnya tersebut dengan nada kasar sehingga dijebloskan ke Rumah Sakit Jiwa di daerah setempat. Akan tetapi dokter yang menanganinya menyatakan, “Jika Badiuzzaman gila, maka tidak akan ada seorang manusia siuman pun di dalam dunia ini”. Dengan ini, beliau pun dibebaskan.Sering kali Badiuzzaman (sapaan beliau) menjadi sasaran tuduhan (fitnah) yang bertentangan dengan niat dan cita-citanya.[18]
Pada Perang Dunia Pertama, Badiuzzaman menjadi pemimpin pasukan sukarelawan di medan perang Kaukasia dan Anatolia Timur. Keperwiraan yang telah ditunjukannya di medan pertempuran mendapat pujian dari para panglima Tentera Turki Utsmaniah, termasuklah Anwar Pansya, Menteri Perang dan Ketua Turus Tentera ketika itu. Pasukannya diberi gelar “Pasukan Topi Bulu”. Pasukan ini telah memukul mundur tentara Russia dan pengganas Armenia. Di medan perang inilah beliau telah menulis tafsirnya yang bertajuk “Isyaaratul I'jaz” dalam bahasa Arab. Karyanya ini ditulis ketika beliau menunggang kuda di garda depandan di dalam kubu-kubu pertahanan. Tafsir ini kemudian  mendapat penghargaan dari para ulama terkenal.[19]
Pada masa itu, kezaliman menyelubungi Turki. Azan diharamkan, beratus-ratus masjid telah digunakan untuk tujuan bukan keagamaan. perubahan telah dijalankan untuk memutuskan Turki dari masa lalunya yang terkenal dengan nilai-nilai akhlaknya yang mulia. Siapa yang berbicara tentang agama memerlukan keberanian untuk melakukannya. Tulisan-tulisan mengenai agama dihilangkan.[20]
Dalam suasana beginilah Badiuzzaman Said Nursi memasuki lembaran kedua hidupnya. Ia diberi gelar "Said Jadid” (Said Baru). Ia mencurahkan hidupnya untuk menulis dan mensyiarkan iman dan Islam. Kebenaran iman ialah kebenaran dunia yang terpenting. Membangkitkan semula iman dan Islam menjadi tugas utamanya. Ia berkata, “Saya akan buktikan kepada dunia bahawa Al-Quran ialah matahari rohani yang tidak akan luntur dan tidak akan padam”. Gelar Said Jadid diberkan kepadanya karena ia seumpama matahari, menyinari dunia sains dan budaya. Semenjak itulah, beliau telah menyinari berjuta-juta manusia dengan cahaya iman.[21]
Karya tulisnya sebanyak 600.000 naskah yang ditulis tangan.Said Nursi telah melahirkan sejumlah karya penting, salah satunya adalah “Risale-i Nur” atau Risalah Nur, sebuah tafsir Alquran setebal lebih dari enam ribu halaman.[22]
Konsep Tasawuf Badiuzzaman Said Nursi
Pemikiran Said Nursi tentang tasawuf berdasar pada pemahamannya terhadap Alquran dan pengalaman, baik berupa pengamatan terhadap suatu realitas, maupun berupa perjalanan spritualnya sendiri. Sufisme Said Nursi menempatkan iman sebagai landasan utama dan pertama yang harus diperbaiki dalam menjalani kehidupan di dunia ini, apalagi dalam mengadapi tantangan atheisme dan sekulerisme tersebut. Said Nursi juga banyak melakukan perenungan dan berkhalwat dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Swt. Sebagian besar waktunya dihabiskan untuk itu, ia memohon petunjuk dan hidayah dari Allah Swt, melakukan pencarian iman yang haqiqi,yang menurutnya sangat penting dan menjadi faktor penentu keselamatan umat manusia.Bahkan menurutnya, tujuan pokok dari tasawuf dan tarekat itu adalah mengetahui hakekat keimanan.[23]
Iman inilah yang menjadi titik sentral dalam pandangan tasawuf Said Nursi. Berangkat dari iman, maka orang bisa mengenal Allah Swt, yang kemudian menuju kepada mencintai Allah dan pada akhirnya akan merasakan sebuah kelesatan dan kenikmatan yang tidak ada taranya ketika manusia sampai kepada cinta kepada Allah “mahabbatullah”. Inilah yang dijelaskan dalam bukunya yang berjudul “Anwar al- hakikat: Mabahis fi Tasawuf wa al-Suluk.
Inilah konsep tasawuf dari Said Nursi yang terdiri dari empat fase. Faseini berangkat dari iman, kemudian dengan iman, manusia dapat mengenal Allah Swt/makrifatullah, dan dari makrifatullah, manusia mendapatkan mahabatullah dan dari mahabbatullah manusia akan mencapai sebuah kelesatan dan kenikmatan spritual yang tidak ada bandingnya, yaitu allazzat al-ruhiyah.[24]

a.      Hakekat Iman
Menurut Nursi, persoalan iman merupakan hal yang sangat penting
dalam kehidupan dunia ini. Bahkan lebih penting dari tasawuf itu sendiri.
Manusia tidak akan pernah masuk surga tanpa iman, sementara banyak orang
yang masuk surga bukan karena tasawuf.
Konsep keimanan bagi Said Nursi berangkat dan sejalan dengan konsepyang dipahami oleh Imam al-Rabbaniy, pemimpin dan tokoh tarekat Naqsyabandiyah. Menurut al-Rabbaniy dalam karangannya: “Saya lebihmengutamakan untuk menjelaskan hakekat keimanan dibandingkan denganmasalah lainnya. Dengan ribuan masalah rasa, dan kemuliaan. Ia juga berkata:
Sesungguhnya batas akhir dari jalan/tarekat tasawuf secara menyeluruhadalah menjelaskan hakekat keimanan. “


b.      Makrifatullah(Mengenal Allah)
Dari pengkajian tentang isi Al-Qur’an, maka Said Nursi mendapatkansebuah kata kunci untuk mendekati dan mengenal Allah Swt, yaitu denganjalan kerendahan”. Untuk menjadikan manusia bisa merendahkan diri dihadapan Allah Swt, maka ditempuhlah beberapa cara/metode untuk sampai kepada-Nya dan menuju tingkat Kesucian. Metode ini, menurutnya sangatlah simpel dan ringkas, tetapi lebih umum dan lebih mendalam. Metode tersebut dinamakan dengan al-khututwat al- Arba’ah (empat langkah), yaitu dengan al-a’jz (menampakkan kelemahan), al- faqr (ketiadaan/kemiskinan), alsyaqafah(rasa kasih sayang), dan al-Tafakkur (bertafakkur).

c.       Mahabbatullah (Cinta Allah)

Konsep tasawuf Said Nursi adalah Mahabbatullah yang muncul dari makrifatullah. Menurutnya, orang-orang yang mengenal Allah dengan yang nantinya akan mendapatkan Mahabbatullah, maka mereka tidak menghiraukan lagi apapun yang terjadi. Mereka telah membentengi dirinya dari berbagai macam godaan dan gangguan, termasuk tipu daya syaitan. Perasaan cintanya kepada Allah tidak goyah lagi. Akan tetapi, tanpa mahabbatullah, maka manusia akan selalu berada dalam tipu daya syaithan.
Menurut Said Nursi, untuk mendapatkan cinta Allah, maka seorang pencinta (baca :manusia) harus mencintai dengan rendah diri tanpa mengharapkan apa-apa. Dalam hal ini, Said Nursi menggambarkan perasaan cinta yang tulus kepada Allah, sebagaimana perasaan cinta seorang ayah atau ibu kepada anak-anaknya. Untuk mendapatkan kedua sifat Allah ini, al-Rahman dan al-Rahim, maka sarana yang paling penting yang harus dilakukan adalah jalan kefakiran/kemiskinan yang dibarengi dengan rasa syukur, kelemahanyang dibarengi dengan kasih sayang. Atau dengan kata lain melaksanakan kepatuhan dan memiliki rasa tidak memiliki di hadapanNya.[25]
d.      Al-Ladzdzah al-Ruhiyah (Kenikmatan Rohani)

Fase keempat dalam konsep tasawuf Said Nursi adalah al-lassat alruuhiyah.Yaitu fase terakhir dari ketiga fase sebelumnya, yaitu fase yang akan diperoleh oleh seorang hamba setelah ia mempunyai hakekat iman, yang menghasilkan makrifatullah dan menghasilkan mahabbatullah.
Dengan demikian, jika setiap orang yang mengenal Allah denganpengenalan yang benar, dan hatinya telah dipenuhi dengan cahaya cintanya, maka ia akan menjadi pemilik kebahagiaan yang tidak ada batasnya, dan nikmat yang tidak ada habisnya, kesenangan yang tidak ada hentinya, dan iaakan mendapatkannya, baik sekarang maupun akan datang. Sementara itu, orang yang tidak mengenal Allah dengan baik, maka ia tidak akan mendapatkan cinta Allah. Ia akan mengalami kesulitan fisik dan psikis selamanya. Ia mengalami berbagai penderitaan dan rasa putus asa yang tak terbatas.Ia akan memperoleh kasih sayangNya yang luas, dan bersandar kepada kemahakuasaan-Nya yang mutlak. Ia akan mendapatkan kehidupan dunia yang menyenangkan dan usaha yang menguntungkan.[26]
    














BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Krisis spiritual, kebimbangan, cemas, tindakan syirik sosial, kedzaliman terstruktural dan berbagai tindakan amoral lainnya merupakan dampak dari lahirnya era modern yang ditandai oleh revolusi industri di Barat yang berpengaruh langsung bagi seluruh manusia di dunia. Munculnya era ini, menimbulkan kesenjangan di masyarakat yang nyaris tidak dapat diperbaiki. Tokoh-tokoh seperti Buya Hamka dan Said Nursi adalah segelintir dari perintis revolusi mental bagi umat. Mereka adalah para pelopor yang memurnikan ajaran tasawuf untuk menjadi jalan pulang bagi manusia dalam mengobati virus yang menjangkiti mereka. Sampai kapanpun, tasawuf (baca:akhlak dan agama) menjadi pengontrol perbuatan manusia.

B.     Saran dan Kritik
Telah banyak literature yang mambahas tentang Tasawuf di berbagai era. Salah satunya adalah era modern. Secara teoritis sudah ada di genggaman kita ummat manusia, tinggal mau atau tidak kita mengaplikasikan teori-teori tersebut. Allah Ta’ala telah menyatakan bahwa dunia ini adalah permainan. Marilah kita tidak main-main dalam menjalani hidup ini, tapi kita harus jadi pemenang di kehidupan nanti dari panggung permainan ini.
Penulis menyadari, penulis hanyalah hamba-Nya yang dha’if. Dari tulisan ini tentu di temui banyak kekurangan. Oleh karena itu, mohon kritik dan saran dari para pembaca sekalian.Jazakumullahu Khairan Katsiran. Wallahu Musta’an.










DAFTAR PUSTAKA

Buku:
Al-Qur’anul Karim.
Hamka. Tasauf: Perkembangan dan Pemurniannya.Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1981.
Kamaruddin Mustamin.Dimensi Tasawuf Said Nursi. Jurnal Al-Fikr, vol.15 no.3, 2011. (online)
Muhayya, Abdul, Simuh, dkk.Tasawuf dan Krisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001.
Mustaqim, Abdul. Akhlak Tasawuf  : Lelaku Suci Menuju Revolusi Hati.Yogyakarta: Kaukaba, 2013.
Toriquddin, Moh. Sekularitas Tasawuf:Membumikan Tasawuf dalam Dunia Modern. Malang:UIN-Malang Press.2008.

Website:
http://carapedia.com/pengertian_definisi_modern_info2170.html,diakses Ahad, 23 November 2014 pukul 06.22 WIB
http://www.ejournal-unisma.net/ojs/index.php/region/article/view/463,diakses Ahad, 23 November 2014 pukul 16.01 WIB
http://journal.ugm.ac.id/jurnal-humaniora/article/view/631/417,diakses Sabtu, 22 November 2014 pukul 02.00 WIB
Jtptiain-gdl-s1-2006-dinanim110-1475-bab3-110-1.pdf, http://www.google.com/digilib.uin-suka.ac.id/PUSTAKA.pdf, diakses 20 Desember 2014


[1]http://carapedia.com/pengertian_definisi_modern_info2170.html,diakses Ahad, 23 November 2014 pukul 06.22 WIB

[2]http://journal.ugm.ac.id/jurnal-humaniora/article/view/631/417,diakses Sabtu, 22 November 2014 pukul 02.00 WIB

[3]Ibid.
[4] Hamka, Tasauf perkembangan dan pemurniannya, hal.83
[5]Al-Qur’an Digital
[7]http://www.ejournal-unisma.net/ojs/index.php/region/article/view/463,diakses Ahad, 23 November 2014 pukul 16.01 WIB
[8]Ibid.
[9] Prof. Dr. Simuh, dkk. Tasawuf dan Krisis. Hal. 11
[10] Dr. H. Abd. Mustaqim, M.A. Akhlak Tasawuf Lelaku Suci Menuju Revolusi Hati. Hal. vi
[11]Ibid.
[12] H. Moh. Toriquddin, Lc.MHI. Sekularitas Tasawuf: Membumikan Tasawud dalam Dunia Moder.hal 64.
[14] Prof. Dr. Simuh, dkk. Tasawuf dan Krisis. Hal. 25
[15] Jtptiain-gdl-s1-2006-dinanim110-1475-bab3-110-1.pdf, http://www.google.com/digilib.uin-suka.ac.id/PUSTAKA.pdf, diakses 20 Desember 2014


[17]Ibid.
[18] Ibid.
[19] Ibid.
[20] Ibid.
[21] Ibid.
[23] Kamaruddin Mustamin.Dimensi Tasawuf Said Nursi. Jurnal Al-Fikr, vol.15 no.3 2011, hal. 515
[24]Ibid.
[25]Ibid. hal. 518
[26] Ibid. hal. 519

Tidak ada komentar:

Posting Komentar