BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Logika merupakan alat bantu untuk berpikir
pada manusia. Dengan logika manusia mampu mengoptimalkan proses berpikir
sehingga akan lahir analisis-analisis yang bisa diterima oleh akal. Dalam
penerapannya sendiri logika tidak lepas dari analogi. Dimana dalam analogi
dilakukan pencarian persamaan antara dua pembanding yang berbeda. Titik temu
persamaan dari perbedaan inilah yang disebt dengan analogi.
Dalam melakukan
analogi diperlukan pemikiran yang serius sebab jika tidak maka akan terjadi
kesalahan dalam menganalogi. Utnuk mencari analogi dalam dua perbedaan tidaklah
mudah. Harus ada syarat-syarat yang terpenuhi terlebih dahulu. Kemudian barulah
bisa memulai analogi. Apabila dalam melakukan analogi ini tidak memenuhi syarat
maka penarikan kesimpulan dari persamaan atas perbedaan yang dianalisis akan
mengalami hal yang fatal.
Oleh karena itu, logika dan analogi adalaha
dua hal yang tak terpisahkan dan saling mendukung satu sama lain. Maka dari itu
kami selaku penulisdi dalam makalah ini ingin membahas tentang analogi serta
persoalannya.
B. Rumusan
Masalah
a. Bagaimana Pengertian Analogi ?
b. Apa Macam-macam Analogi ?
c. Bagaimana Cara menilai Analogi ?
C. Tujuan
Penulisan
a. Mengetahui Pengertian Analogi
b. Mengetahui
Macam-macam Analogi
c. Mengetahui Cara menilai Analogi
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Analogi [1]
a.
Etimologi
Analogi
dalam Bahasa Indonesia adalah “Kias, sedangkan dalam Bahasa Arab disebut dengan
“Gasa” yang berarti mengukur dan membandingkan.
b.
Terminologi
Analogi adalah proses
penalaran dari satu fenomena menuju fenomena lain yang sejenis, kemudian
disimpulkan bahwa apa yang terjadi pada fenomena yang pertama akan terjadi juga
pada fenomena yang lain.
B.
Unsur-Unsur
Analogi :
Dalam
penyimpulan analogi terdapat tiga unsur (Mundiri, 1994: 136-136), yaitu :
a.
Peristiwa yang
menjadi dasar analogi
b.
Persamaan
principal yang menjadi pengikat
c.
Fenomena yang
hendak dianalogikan
Contonya, jika kita membeli sepatu dan
kita berkeyakinan bahwa sepatu itu akan enak dan awet dipakai karena sepatu
yang dulu dibeli ditoko yang sama awet dan enak dipakai, maka penyimpulan
serupa adalah penalaran analogi. Begitu pula jika kita berkeyakinan bahwa buku
yang baru saja kita beli adalah buku yang menarik, karena kita pernah membeli
buku dari pengarang yang sama yang juga menerik.[2]
C.
Macam-macam
Analogi[3]
a.
Analogi Induktif
Yaitu
analogi yang disusun berdassarkan persamaan principal pada dua fenomena yang
kemudian dapat ditarik kesimpulan bahwa apa yang ada pada fenomena pertama terjadi
juga pada fenomena kedua. Bentuk argumen ini tidak pernah menghasilkan
kebenaran mutlak.
b.
Analogi Deklaratif
Merupakan
metode untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu yang belum dikenal atau masih
samar dengan sesuatu yang sudah dikenal. Analogi deklaratif bermanfaat untuk
menjelaskan masalah yang hendak diterangkan. Contoh analogi deklaratif.
-
Ilmu pengethuan
itu dobangun oleh fakta-fakta sebagaimana rumah itu dibangun oleh batu-batu.
Tetapi tidak semua pengetahuan itu ilmu, sebagimana tidak semua tumpukan adalah
rumah. Oleh karena itu, menciptakan pikiran sebagaimana ginjal mengeluarkan air
seni.
-
Para pejuang
wanita memutuskan untuk menguji apakah undang-undang perkawinan menguntungkan
kedudukn wanita. Ternyata semakin jelas bahwa undang-undang perkawinan itu
tidak ubahnya undang-undang perbudakan yang dikatakan sebagai pelindung hak-hak
orang-orang hitam, padahal kata pelindung hak tidak ubahnya adalah penindasan
terselubung.
D.
Cara Menilai
Analogi[4]
Untuk mengukur
derajat atau cara sebagai berikut :
a.
Sedikit
banyaknya peristiwa sejenis yang dianalogikan
Semakin
besar peristiwa sejenis yang dianalogikan, semakin besar pula taraf
kepercayaan. Apabila pada suatu ketika saya mengirimkan baju saya pada seorang
tukang penatu dan ternyata hasilnya tidak memuaskan, amak atas dasar analogi,
saya bisa menyarankan kepada saya untuk tidak mengirimkan pakaian kepada tukang
penatu tersebut. Analogi saya menjadi kuat setelah B kawan saya juga mendapat
hasil yang menjengkelkan atas bajunya yang dikirim ke tukang penatu yang sama.
Analogi menajdi lebih kuat lagi setelah ternyata C,D,E,F, dan G juga mengalami
hal yang sama.
b.
Sedikti
banyaknya aspek-aspek yang menjadi dasar analogi.
Ambilah
contoh yang telah kita sebut, yaitu tentang sepatu yang telah kita beli pada sebuah
took. Bahwa sepatu yang baru saja kita beli tentu akan awet dan enak dipakai
karena sepatu yang dulu dibeli di took ini juga awet dan enak dipakai. Analogi
ini menjadi lebih kuat lagi, misalnya diperhitungkan juga persamaan harganya,
mereknya, dan bahannya.
c.
Sifat dari
analogi yang kita buat
Apabila
kita mempunyai mobil dan satu liter bahan bakarnya dapat menempuh 10 km,
kemudian kita menyimpulkan bahwa mobil B
yang sama dengan mobil kita akan bisa menempuh jarak 10 km setiap satu
liternya. Maka analogi demikian cukup kuat. Analogi ini akan lebih kuat jika
kita mengatakan bahwa mobil B akan menempuh 8 km setiap liter bahan bakarnya,
dan menjadi lemah jika kita mengatakan bahwa mobil B akan dapat menempuh 15 km
setiap liter bahan bakarnya. Jadi semakin rendah taksiran yang kita analogikan,
maka semakin kuat analogi itu.
d.
Mempertimbangkan
ada tidaknya unsur-unsur yang berbeda pada peristiwa yang dianalogikan[5]
Semakin
banyak pertimbangan atas unsur-unsurnya yang berbeda, maka semakin kuat
keterpecayaan analoginya. Konklusi yang kita ambil bahwa : Agung Gumelar
mahasiswa baru di Universitas X akan menjadi sarana yang ulung karena beberapa
tamatan dari universitas tersebut juga merupakan sarjana ulung. Analogi ini
menjadi lebih kuat jika kita mempertimbangkan juga perbedaan yang ada pada para
lulusan sebelumnya. Konklusi lain, misalnya : A, B, C, D, dan E yang mempunyai
latar belakang yang berbeda dalam ekonomi, pendidikan SLTA, daerah, agama,
pekerjaan orang tua, toh kesemuanya mereka itu adalah sarjana yang ulung.
e.
Relevan dan
tidaknya masalah yang dianalogikan
Bil
tidak relevan, sudah barang tentu analoginya tidak kuat bahkan bisa gagal. Bila
kita menyimpulkan bahwa mobil yang baru kita beli, setiap liter bahan bakarnya
akan menempuh 15 km berdasarkan analogi mobil B yang sama modelnya seta jumlah
jendela dan tahun produksinya sama dengan mobil yang kita beli, ternyata dapat
menempuh 15 km setiap liter bahan bakarnya, maka analogi serupa adalah analogi
yang tidak relevan. Seharusnya unutuk menyimpulkan demikian harus didasarakan
atas unusur-unsur yang relvan, yaitu banyaknya silinder, kekuatan daya tariknya
serta berat bodinya.
Analogi yang mendasarkan pada suatu hal
yang relevan jauh lebih kuat daripada analogi yang berdasarkan pada selusin
persamaan yang tidak relevan. Contohnya ketika penyimpulan seorang dokter dalam
mengobati pasien tuan B adalah sebagaimana yang telah dilakukan terhadap tuan C
karena keduanya menderita tanda-tanda srrangan penyakit yang sama dank arena
jenis darahnya sama, jauh lebih kuat dibanding jika mendasarkan pada
persamaan lebih banyak tetapi tidak
relevan. Misalnya karena umurnya, bintang kelahiranya, latar belakang
pendidikanya, warna kulitnya, jumlah anaknya, dan kesukaannya.
Analogi yang relevan biasanya terdapat pada
peristiwa yang mempunyai hubungan kausal. Meskipun hanya mendasarkan pada satu
atau dua persamaan, analogi ini cukup terpercaya kebenarannya. Kita mengetahui
bahwa sambungan rel kereta api dibuat tidak rapat untuk menjaga kemungkinan
mengembang bila terkana panas, rel tetap pada posisinya, maka kita akan
mendapat kemantapan yang kuat bahwa rangka rumah yang kita buat dari besi juga
akan terlepas dari bahaya melengkung bila kena panas, jika kita memberikan
jarak pada tiap sambungan. Disini kita hanya mendasarka pada satu hubungan
kausal bahwa karena besi memuai bila kena panas, maka jarak yang dibuat antara
dua sambungan besi akan menghindarkan bangunan dari bahaya melengkung.
E.
Kekeliruan Dalam Beranalogi[6]
Meskipun
analogi merupakan corak penalaran yang popular, namun tidak semua penalaran
analogi merupakan penalaran induktif yang benar. Ada amsalah yang tidak
memenuhi syarat ata tidak dapat diterima, meskipun sepintas sulit bagi kita
menunjukkan kekeliruannya. Kekeliruan ini terjadi karena membuat persamaan (dalam
membandingkannya) yang tidak tepat.
Contoh :
a. Kekeliruan
pada analogi induktif:
Kita
seharusnya menjauhkan diri dari kebodohan. Karena semakin banyak belajar
semakin banyak hal yang tidak diketahui, Jadi semakin banyak kita belajar, kita
semakin bodoh. Oleh karena itu sebaiknya kita tidak usah belajar.
Penjelasan
: kebodohan hanya dapat dihindari dengan belajar. Meskipun dengan belajar kita
menjadi tahu ketidaktahuan kita. Tetapi kita menjadi tahu banyak hal. Kesalahan
contoh diatas yaitu menyamakan arti kebodohan yang harus kita tinggalkan dan
kebodohan sebagai sesuatu yang tidak bisa kita hindari.
b. Kekeliruan
pada analogi deklarasi:
Khutbah
itu tidak perlu kita terjemahkan dalam bahasa kita, biarlah dalam bahasa
aslinya, yaitu Arab. Bila diterjemahkan dalam bahasa kita, tidak bagus lagi
sebagaimana kopi susu yang dicampuri terasi. Kopi susu sendiri sudah lezat dan
bila kita campur dengan terasi tidak bisa diminum, bukan ? karena itulah saya
tidak pernah berkhutbah dengan terjemahan, karena saya tahu saudara semua tidak
ingin minum kopi yang dicampur dengan terasi. [7]
Penjelasan
: kesalahan contoh diatas adalah pembicara khutbah selalu menggunakan bahasa
Arab, membuat pembelaan bahwa khutbah dengan terjemahan sebagaimana kopi susu
dicampur terasi. Sekilas pembelaaan ini seperti benar, tetapi bila kita amati
mengandung kekeliruan yang serius. Analogi yang dibuatnya timpang karena hanya
mempertimbangkan kedudukan bahasa Arab dan bahasa terjemah. Padahal ada yang
lebih penting dari sekedar itu, yaitu pemahaman pendengar.
F.
Argumen-Argumen
Berdasarkan Analogi[8]
Dapat
dikatakan bahwa analogis merupakan penalaran yang paling fundamental dan paling
umum dari semua proses rasional. Ia menjadi basis bagi keputusan-keputusan
dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya seorang gadis bermaksud memotong
rambutnya, bisa saja ia ingat bahwa seorang temannya memperoleh rambut yang
sangat baik di salon rudi dan memutuskan untuk pergi ke salon itu untuk
memotong rambutnya. Seorang karyawan yang ingin membeli sepeda motor bisa saja mempertimbangkan
merek Yamaha dan Honda dan sudah diberitahu oleh temannya bahwa Honda lebih
baik dari pada Yamaha. Dia pun memutuskan untuk membli sepeda motor merek
Honda.
Penalaran
analogis adalah penalaran yang bergantung pada suatu perbandingan contoh-contoh.
Jika kemiripan contoh-contohnya memadai, maka keputusan yang dibuat pada
akhirnya baik. Akan tetapi jika kemiripan tidak memadai, maka keputusan yang
dihasilkan bisa tidak baik. Jika suatu proses penalaran semcam itu
diekspresikan dalam kata-kata, maka hasilnya adalah suatu argumen berdasarkan
analogi.
Argumen
yang sederhana berdasarkan analogi memiliki struktur sebagai berikut:
Entitas
A memiliki sifat-sifat a, b, c, dan z
Entitas
B memiliki sifat-sifat a, b, c
Jadi
entitas B mungkin memiliki sifat z juga
Jika
sifat-sifat a, b, c, berhubungan erat dengan z argumen itu biasanya kuat. Jika
sifat-sifat a, b, dan c, tidak berhubungan erat dengan z maka argumen tersebut
biasanya lemah.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Analogi
merupakan suatu proses penalaran untuk menyimpulkan suatu masalah, dengan cara
membandingkan satu fenomena dengan fenomena lain yang sejenis. Analogi dibagi menjadi
beberapa macam, yaitu analogi deklaratif, yaitu suatu metode untuk menjelaskan
sesuatu yang masih samar dengan sesuatu yang sudah dikenal. Lalu analogi
induktif, yaitu membandingkan dua fenomena berdasarkan persamaan prinsip untuk menghasilkan
sebuah kesimpulan. Untuk menilai analogi membutuhkan beberapa cara, sedikit
banyaknya peristiwa yang dianalogikan, aspek-aspek dasar analogi, sifat analogi
yang dibuat, mempertimbangkan ada tidaknya unsure-unsur, dan relevan dan
tidaknya masalah yang dianalogikan.
B.
Saran
Penulis
menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan ilmu
yang penulis miliki. Penulis menerima bimbingan, saran serta kritik dari semua
pihak yang membaca makalah ini yang bersifat membangun dan konstruktif demi
perbaikan makalah ini agar lebih sempurna di kemudian hari.
DAFTAR
PUSTAKA
Ranjabar, Jacobus. Dasar-Dasar Logika. Bandung: Alfabeta,
2014.
Mundiri.
Logika. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998.
[1]
Jacobus Ranjabar, Dasar-dasar Logika, (Bandung: Alfabeta, 2014),
hlm.228.
[2]
Jacobus Ranjabar, Dasar-dasar Logika, hlm.229.
[3]
Mundiri, Logika, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 137
[4] Mundiri, Logika, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1998), hlm. 138
[5]
Jacobus Ranjabar, Dasar-dasar Logika, hlm.232
[6]
Jacobus Ranjabar, Dasar-dasar Logika, hlm.233
[7]
Jacobus Ranjabar, Dasar-dasar Logika, hlm.233.
[8]
Jacobus Ranjabar, Dasar-dasar Logika, hlm.235
Tidak ada komentar:
Posting Komentar