Rabu, 27 Januari 2016

ANALOGI (QIYAS)



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
     Logika merupakan alat bantu untuk berpikir pada manusia. Dengan logika manusia mampu mengoptimalkan proses berpikir sehingga akan lahir analisis-analisis yang bisa diterima oleh akal. Dalam penerapannya sendiri logika tidak lepas dari analogi. Dimana dalam analogi dilakukan pencarian persamaan antara dua pembanding yang berbeda. Titik temu persamaan dari perbedaan inilah yang disebt dengan analogi.
Dalam melakukan analogi diperlukan pemikiran yang serius sebab jika tidak maka akan terjadi kesalahan dalam menganalogi. Utnuk mencari analogi dalam dua perbedaan tidaklah mudah. Harus ada syarat-syarat yang terpenuhi terlebih dahulu. Kemudian barulah bisa memulai analogi. Apabila dalam melakukan analogi ini tidak memenuhi syarat maka penarikan kesimpulan dari persamaan atas perbedaan yang dianalisis akan mengalami hal yang fatal.
     Oleh karena itu, logika dan analogi adalaha dua hal yang tak terpisahkan dan saling mendukung satu sama lain. Maka dari itu kami selaku penulisdi dalam makalah ini ingin membahas tentang analogi serta persoalannya.








 B.   Rumusan Masalah
a.  Bagaimana Pengertian Analogi ?
b.  Apa Macam-macam Analogi ?
c.  Bagaimana Cara menilai Analogi ?

 C.   Tujuan Penulisan
a.   Mengetahui Pengertian Analogi
b.   Mengetahui Macam-macam Analogi
c.   Mengetahui Cara menilai Analogi


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Analogi [1]
a.       Etimologi
Analogi dalam Bahasa Indonesia adalah “Kias, sedangkan dalam Bahasa Arab disebut dengan “Gasa” yang berarti mengukur dan membandingkan.
b.      Terminologi
Analogi adalah proses penalaran dari satu fenomena menuju fenomena lain yang sejenis, kemudian disimpulkan bahwa apa yang terjadi pada fenomena yang pertama akan terjadi juga pada fenomena yang lain.

B.       Unsur-Unsur Analogi :
Dalam penyimpulan analogi terdapat tiga unsur (Mundiri, 1994: 136-136), yaitu :
a.       Peristiwa yang menjadi dasar analogi
b.      Persamaan principal yang menjadi pengikat
c.       Fenomena yang hendak dianalogikan
Contonya, jika kita membeli sepatu dan kita berkeyakinan bahwa sepatu itu akan enak dan awet dipakai karena sepatu yang dulu dibeli ditoko yang sama awet dan enak dipakai, maka penyimpulan serupa adalah penalaran analogi. Begitu pula jika kita berkeyakinan bahwa buku yang baru saja kita beli adalah buku yang menarik, karena kita pernah membeli buku dari pengarang yang sama yang juga menerik.[2]
C.     Macam-macam Analogi[3]
a.       Analogi Induktif
Yaitu analogi yang disusun berdassarkan persamaan principal pada dua fenomena yang kemudian dapat ditarik kesimpulan bahwa apa yang ada pada fenomena pertama terjadi juga pada fenomena kedua. Bentuk argumen ini tidak pernah menghasilkan kebenaran mutlak.

b.      Analogi Deklaratif
Merupakan metode untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu yang belum dikenal atau masih samar dengan sesuatu yang sudah dikenal. Analogi deklaratif bermanfaat untuk menjelaskan masalah yang hendak diterangkan. Contoh analogi deklaratif.
-          Ilmu pengethuan itu dobangun oleh fakta-fakta sebagaimana rumah itu dibangun oleh batu-batu. Tetapi tidak semua pengetahuan itu ilmu, sebagimana tidak semua tumpukan adalah rumah. Oleh karena itu, menciptakan pikiran sebagaimana ginjal mengeluarkan air seni.

-          Para pejuang wanita memutuskan untuk menguji apakah undang-undang perkawinan menguntungkan kedudukn wanita. Ternyata semakin jelas bahwa undang-undang perkawinan itu tidak ubahnya undang-undang perbudakan yang dikatakan sebagai pelindung hak-hak orang-orang hitam, padahal kata pelindung hak tidak ubahnya adalah penindasan terselubung.





D.       Cara Menilai Analogi[4]
Untuk mengukur derajat atau cara sebagai berikut :
a.       Sedikit banyaknya peristiwa sejenis yang dianalogikan
Semakin besar peristiwa sejenis yang dianalogikan, semakin besar pula taraf kepercayaan. Apabila pada suatu ketika saya mengirimkan baju saya pada seorang tukang penatu dan ternyata hasilnya tidak memuaskan, amak atas dasar analogi, saya bisa menyarankan kepada saya untuk tidak mengirimkan pakaian kepada tukang penatu tersebut. Analogi saya menjadi kuat setelah B kawan saya juga mendapat hasil yang menjengkelkan atas bajunya yang dikirim ke tukang penatu yang sama. Analogi menajdi lebih kuat lagi setelah ternyata C,D,E,F, dan G juga mengalami hal yang sama.

b.      Sedikti banyaknya aspek-aspek yang menjadi dasar analogi.
Ambilah contoh yang telah kita sebut, yaitu tentang sepatu yang telah kita beli pada sebuah took. Bahwa sepatu yang baru saja kita beli tentu akan awet dan enak dipakai karena sepatu yang dulu dibeli di took ini juga awet dan enak dipakai. Analogi ini menjadi lebih kuat lagi, misalnya diperhitungkan juga persamaan harganya, mereknya, dan bahannya.

c.       Sifat dari analogi yang kita buat
Apabila kita mempunyai mobil dan satu liter bahan bakarnya dapat menempuh 10 km, kemudian kita menyimpulkan bahwa  mobil B yang sama dengan mobil kita akan bisa menempuh jarak 10 km setiap satu liternya. Maka analogi demikian cukup kuat. Analogi ini akan lebih kuat jika kita mengatakan bahwa mobil B akan menempuh 8 km setiap liter bahan bakarnya, dan menjadi lemah jika kita mengatakan bahwa mobil B akan dapat menempuh 15 km setiap liter bahan bakarnya. Jadi semakin rendah taksiran yang kita analogikan, maka semakin kuat analogi itu.

d.      Mempertimbangkan ada tidaknya unsur-unsur yang berbeda pada peristiwa yang dianalogikan[5]
Semakin banyak pertimbangan atas unsur-unsurnya yang berbeda, maka semakin kuat keterpecayaan analoginya. Konklusi yang kita ambil bahwa : Agung Gumelar mahasiswa baru di Universitas X akan menjadi sarana yang ulung karena beberapa tamatan dari universitas tersebut juga merupakan sarjana ulung. Analogi ini menjadi lebih kuat jika kita mempertimbangkan juga perbedaan yang ada pada para lulusan sebelumnya. Konklusi lain, misalnya : A, B, C, D, dan E yang mempunyai latar belakang yang berbeda dalam ekonomi, pendidikan SLTA, daerah, agama, pekerjaan orang tua, toh kesemuanya mereka itu adalah sarjana yang ulung.

e.       Relevan dan tidaknya masalah yang dianalogikan
Bil tidak relevan, sudah barang tentu analoginya tidak kuat bahkan bisa gagal. Bila kita menyimpulkan bahwa mobil yang baru kita beli, setiap liter bahan bakarnya akan menempuh 15 km berdasarkan analogi mobil B yang sama modelnya seta jumlah jendela dan tahun produksinya sama dengan mobil yang kita beli, ternyata dapat menempuh 15 km setiap liter bahan bakarnya, maka analogi serupa adalah analogi yang tidak relevan. Seharusnya unutuk menyimpulkan demikian harus didasarakan atas unusur-unsur yang relvan, yaitu banyaknya silinder, kekuatan daya tariknya serta berat bodinya.
     Analogi yang mendasarkan pada suatu hal yang relevan jauh lebih kuat daripada analogi yang berdasarkan pada selusin persamaan yang tidak relevan. Contohnya ketika penyimpulan seorang dokter dalam mengobati pasien tuan B adalah sebagaimana yang telah dilakukan terhadap tuan C karena keduanya menderita tanda-tanda srrangan penyakit yang sama dank arena jenis darahnya sama, jauh lebih kuat dibanding jika mendasarkan pada persamaan  lebih banyak tetapi tidak relevan. Misalnya karena umurnya, bintang kelahiranya, latar belakang pendidikanya, warna kulitnya, jumlah anaknya, dan kesukaannya.
     Analogi yang relevan biasanya terdapat pada peristiwa yang mempunyai hubungan kausal. Meskipun hanya mendasarkan pada satu atau dua persamaan, analogi ini cukup terpercaya kebenarannya. Kita mengetahui bahwa sambungan rel kereta api dibuat tidak rapat untuk menjaga kemungkinan mengembang bila terkana panas, rel tetap pada posisinya, maka kita akan mendapat kemantapan yang kuat bahwa rangka rumah yang kita buat dari besi juga akan terlepas dari bahaya melengkung bila kena panas, jika kita memberikan jarak pada tiap sambungan. Disini kita hanya mendasarka pada satu hubungan kausal bahwa karena besi memuai bila kena panas, maka jarak yang dibuat antara dua sambungan besi akan menghindarkan bangunan dari bahaya melengkung.

E.         Kekeliruan Dalam Beranalogi[6]
Meskipun analogi merupakan corak penalaran yang popular, namun tidak semua penalaran analogi merupakan penalaran induktif yang benar. Ada amsalah yang tidak memenuhi syarat ata tidak dapat diterima, meskipun sepintas sulit bagi kita menunjukkan kekeliruannya. Kekeliruan ini terjadi karena membuat persamaan (dalam membandingkannya) yang tidak tepat.


     Contoh :
a.       Kekeliruan pada analogi induktif:
Kita seharusnya menjauhkan diri dari kebodohan. Karena semakin banyak belajar semakin banyak hal yang tidak diketahui, Jadi semakin banyak kita belajar, kita semakin bodoh. Oleh karena itu sebaiknya kita tidak usah belajar.
Penjelasan : kebodohan hanya dapat dihindari dengan belajar. Meskipun dengan belajar kita menjadi tahu ketidaktahuan kita. Tetapi kita menjadi tahu banyak hal. Kesalahan contoh diatas yaitu menyamakan arti kebodohan yang harus kita tinggalkan dan kebodohan sebagai sesuatu yang tidak bisa kita hindari. 

b.      Kekeliruan pada analogi deklarasi:
Khutbah itu tidak perlu kita terjemahkan dalam bahasa kita, biarlah dalam bahasa aslinya, yaitu Arab. Bila diterjemahkan dalam bahasa kita, tidak bagus lagi sebagaimana kopi susu yang dicampuri terasi. Kopi susu sendiri sudah lezat dan bila kita campur dengan terasi tidak bisa diminum, bukan ? karena itulah saya tidak pernah berkhutbah dengan terjemahan, karena saya tahu saudara semua tidak ingin minum kopi yang dicampur dengan terasi. [7]
Penjelasan : kesalahan contoh diatas adalah pembicara khutbah selalu menggunakan bahasa Arab, membuat pembelaan bahwa khutbah dengan terjemahan sebagaimana kopi susu dicampur terasi. Sekilas pembelaaan ini seperti benar, tetapi bila kita amati mengandung kekeliruan yang serius. Analogi yang dibuatnya timpang karena hanya mempertimbangkan kedudukan bahasa Arab dan bahasa terjemah. Padahal ada yang lebih penting dari sekedar itu, yaitu pemahaman pendengar.  
F.             Argumen-Argumen Berdasarkan Analogi[8]
Dapat dikatakan bahwa analogis merupakan penalaran yang paling fundamental dan paling umum dari semua proses rasional. Ia menjadi basis bagi keputusan-keputusan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya seorang gadis bermaksud memotong rambutnya, bisa saja ia ingat bahwa seorang temannya memperoleh rambut yang sangat baik di salon rudi dan memutuskan untuk pergi ke salon itu untuk memotong rambutnya. Seorang karyawan yang ingin membeli sepeda motor bisa saja mempertimbangkan merek Yamaha dan Honda dan sudah diberitahu oleh temannya bahwa Honda lebih baik dari pada Yamaha. Dia pun memutuskan untuk membli sepeda motor merek Honda.
Penalaran analogis adalah penalaran yang bergantung pada suatu perbandingan contoh-contoh. Jika kemiripan contoh-contohnya memadai, maka keputusan yang dibuat pada akhirnya baik. Akan tetapi jika kemiripan tidak memadai, maka keputusan yang dihasilkan bisa tidak baik. Jika suatu proses penalaran semcam itu diekspresikan dalam kata-kata, maka hasilnya adalah suatu argumen berdasarkan analogi.
Argumen yang sederhana berdasarkan analogi memiliki struktur sebagai berikut:
Entitas A memiliki sifat-sifat a, b, c, dan z
Entitas B memiliki sifat-sifat a, b, c
Jadi entitas B mungkin memiliki sifat z juga
Jika sifat-sifat a, b, c, berhubungan erat dengan z argumen itu biasanya kuat. Jika sifat-sifat a, b, dan c, tidak berhubungan erat dengan z maka argumen tersebut biasanya lemah.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Analogi merupakan suatu proses penalaran untuk menyimpulkan suatu masalah, dengan cara membandingkan satu fenomena dengan fenomena  lain yang sejenis. Analogi dibagi menjadi beberapa macam, yaitu analogi deklaratif, yaitu suatu metode untuk menjelaskan sesuatu yang masih samar dengan sesuatu yang sudah dikenal. Lalu analogi induktif, yaitu membandingkan dua fenomena berdasarkan persamaan prinsip untuk menghasilkan sebuah kesimpulan. Untuk menilai analogi membutuhkan beberapa cara, sedikit banyaknya peristiwa yang dianalogikan, aspek-aspek dasar analogi, sifat analogi yang dibuat, mempertimbangkan ada tidaknya unsure-unsur, dan relevan dan tidaknya masalah yang dianalogikan.

B.     Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Penulis menerima bimbingan, saran serta kritik dari semua pihak yang membaca makalah ini yang bersifat membangun dan konstruktif demi perbaikan makalah ini agar lebih sempurna di kemudian hari.






DAFTAR PUSTAKA

Ranjabar, Jacobus. Dasar-Dasar Logika. Bandung: Alfabeta, 2014.
Mundiri. Logika. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998.


[1] Jacobus Ranjabar, Dasar-dasar Logika, (Bandung: Alfabeta, 2014), hlm.228.
[2] Jacobus Ranjabar, Dasar-dasar Logika, hlm.229.
[3] Mundiri, Logika, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 137
[4]  Mundiri, Logika, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 138

[5] Jacobus Ranjabar, Dasar-dasar Logika, hlm.232
[6] Jacobus Ranjabar, Dasar-dasar Logika, hlm.233
[7] Jacobus Ranjabar, Dasar-dasar Logika, hlm.233.
[8] Jacobus Ranjabar, Dasar-dasar Logika, hlm.235

Tidak ada komentar:

Posting Komentar