1. Pengertian Sintaksis
Sintaksis merupakan salah satu dari tiga jenis
komponen utama tata bahasa selain semantik dan fonologi.
Sintaksis merupakan telaah mengenai prinsip-prinsip
dan proses-proses yang dipergunakan untuk membangun kalimat-kalimat dalam
bahasa tertentu. (Chomsky;1957 : 11). Kemudian Chomsky menambahkan bahwa
sintaksis merupakan sistem dasar yang menurunkan struktur-struktur dan
merupakan suatu sistem transformasi-transformasi yang memetakan
struktur-struktur dalam menjadi struktur-struktur permukaan (Palmatier;1972 :
117). Sedangkan menurut Postal, sintaksis merupakan komponen tata bahasa
transformasi, yang menurunkan ikhtisar atau abstraksi yang mendasari
penanda-penanda frase dengan bantuan kaidah-kaidah struktur frase, dan penanda-penanda
frase turunan akhir dengan bantuan kaidah-kaidah transformasi. (Palmatier;1972
: 117).
2. Kaidah Sintaksis :
a. Kaidah-Kaidah Struktur Frase
Kaidah-kaidah struktur frase
adalah kaidah-kaidah yang menyebutkan satu demi satu kalimat-kalimat inti, yaitu
kalimat-kalimat yang sekaligus memenuhi syarat-syarat sebagai kalimat-kalimat
sempurna, sederhana, berita, aktif, dan afirmatif. Kaidah ini juga disebut
sebagai suatu formula atau rumus
instruksi atau bahasa struktur frase, baik yang bebas-konteks atau yang
sensitif-konteks, maupun yang tidak disuruh atau yang sebagian disuruh, dan
yang fakulatif ataupun yang wajib. (Chomsky;1957 : 29;33).
Menurut Andreas Koutsoudas, kaidah
ini tidak mengizinkan terjadinya penghilangan, perubahan urutan, pencakupan.
(Palmatier;1972 : 128). Selanjutnya Chomsky menjelaskan bahwa kaidah-kaidah
penulisan kembali yang disuruh serta bebas-konteks pada komponen dasar yang
menurunkan penanda-penanda frase dasar. (Chomsky;1965 : 112).
b. Kaidah-Kaidah Transformasi
Kaidah transformasi dapat berupa
transformasi sederhana atau transformasi yang disamaratkan/digeneralisasikan;
suatu kaidah yang mengakibatkan suau perubahan struktural di dalam suatu
pemerian struktural;suatu kaidah, baik yang fakultatif maupun yang wajib, yang
mengubah penanda frase dasar menjadi penanda frase turunan. Kaidah-kaidah
transformasi selalu menuliskan kembali kalimat-kalimat lengkap, sekalipun
kaidah itu mempegaruhi hanya satu unsur tunggal pada kalimat tersebut.
Kaidah transformasi merupakan
salah satu dari seperangkat kaidah, yang biasanya disebut “transformasi”, yang
menyelenggarakan operasi-operasi tunggal yang perlu bagi pemetasan
struktur-struktur dalam menjadi struktur-struktur permukaan, tetapi bukan untuk
mengubah satu kalimat menjadi kalimat lainnya, ataupun menggabungkan dua
kalimat. Sebab kaidah transformasi merupakan suatu kaidah komponen sintaksis
yang menginterpretasikan suatu objek yang disediakan oleh kaidah-kaidah
struktur frase, menandainya apakah terbentuk rapi atau terbentuk jelek, serta memetakan
struktur dasar yang teratur rapi menjadi suatu struktur yang baru. Jadi, kaidah
transformasi merupakan suatu kaidah dengan kekuatan transformasi yang bertindak
sebagai penyaring. (Palmatier;1973 : 185).
Suatu transformasi dibatasi oleh
analisi struktural tali-tali atau untaian-untaian tempat menerapkan
transformasi tersebut dan perubahan struktural yang diakibatkannya pada
untaian-untaian tersebut.
3. Komponen Sintaksis
Komponen sintaksis merupakan “pusat” dari tata
bahasa dalam arti :
-
Komponen inilah
yang menentukan arti kalimat;dan
-
Komponen ini
yang menggambarkan aspek kreativitas bahasa. Struktur-struktur yang dihasilakan
oleh kaidah-kaidah kategori dan leksikon telah memeiliki unsur yang diperlukan
untuk penafsiran arti dan bunyinya.
Tata bahasa harus
mencerminkan aspek kreatif bahasa, oleh karena itu tata bahasa hendaknya
terdiri atas kaidah yang tertentu jumlahnya, tetapi dapat menghasilkan kalimat
yang tidak terbatas jumlahnya.
Kaidah-kaidah yang
dihasilkan oleh komponen sintaksis adalah kaidah kategori dan kaidah
transformasi. Kaidah kategori menghasilkan struktur dalam; kaidah transformasi
dapat menambah, mengurangi/menghilangakan atau mengubah urutan-urutan
bagiannya. Kaidah-kaidah kategori menghasilkan sejumlah kalimat dasar dan
sekaligus memberikan penggambaran struktur kalimat-kalimat tersebut.
(Silitonga; 1976 : 124-125).
4. Penerapan Kaidah-Kaidah pada Derivasi Tunggal
Kaidah-kaidah transformasi dapat
diterapkan secara tersendiri-tersendiri, secara terpisah-pisah pada
kalimat-kalimat aktif-pasif, afirmatif-negatif, deklarafit-interogatif, dan
sebagainya. Dengan kata lain : penerapan kaidah transformatif yang relevan bagi
masing-masing kalimat tersebut dapat dilakukan. Kalau analisis itu benar, maka
diharapkan bahwa kalimat-kalimat yang menggambarkan kombinasi-kombinasi
proses-proses tersebut akan dapat diturunkan oleh kaidah-kaidah yang sama,
dengan sedikit atau tanpa perubahan-perubahan.
Seperti contoh : Has the child not been examined by
the doctor?
Contoh diatas adalah kalimat yang
memuat kata not yang masih utuh yang belum disingkatkan (n’t). ini adalah gaya
bahasa yang kaku; tetapi jelas bahwa pemakaian kata not itu sepenuhnya
berdasarkan ketatabahasaan dan berhasil menentukan suatu generalisasi yang
serasi bagi sintaksis Bahasa Inggris dengan suatu kaidah yang sederhana. Hal
ini turut memperjelas konsep generalisasi yang serasi secara linguistik, suatu
generalisasi mengenai struktur sintaksis (atau semantik ataupun fonologi)
sesuatu bahasa, yang jelas harus dimiliki oleh setiap tata bahasa yang adekuat
yang memadai.
Transformasi-transformasi negative
dan interogatif juga memiliki generalisas-generalisasi yang serasi secara
linguistik. Keyakinan kita bertambah kuat bahwa semua kaidah ini bersesuaian
dengan generalisasi-generalisasi yang signifikan, apabila mencatat bahwa
tidaklah perlu mengubah kaidah-kaidah sama sekali untuk menurunkan
kalimat-kalimat yang menggabungkan konstruksi-konstruksi pasif, dan
interogatif. Kesimpulan yang seakan-akan tidak dapat dielakkan ialah bahwa
kaidah-kaidah ini mengandung generalisasi-generalisasi yang signifikan secara
linguistik yang selanjutnya secara psikologis mencerminkan serta memunculkan
aspek-aspek nyata pengetahuan pembicara bahasa Inggris mengenai bahasanya.
(Cairns and Cairns;1967 : 55-58).
5. Kaidah-Kaidah Rekursif dan Kalimat Kompleks
Teori generatif transformasi tata
bahasa mengandung beberapa kaidah rekursif untuk menjelaskan kenyataan bahwa
tidak ada kalimat yang panjang. Kaidah-kaidah rekursif adalah kaidah-kaidah
struktur frasa yang memiliki sifat bahwa suatu kaidah tertentu memuat symbol ke
kanan panah yang telah muncul di sebelah kiri panah pada kaidah terdahulu.
Kalimat kompleks adalah kalimat yang mengandung kalimat-kalimat lainnya pada
tingkatan struktur dalam. Jadi, kalimat kompleks adalah kalimat yang berisi
kalimat-kalimat cakupan yang secara tradisional biasa disebut sebagai klausa.
-
Klausa Cakupan
Istilah kalimat cakupan adalah relative
clause atau anak kalimat. Kalimat-kalimat sederhana dapat digabung untuk
membentuk kalimat kompleks.(Cairns and Cairns;1976 : 59).
Kalimat yang mengandung kalimat
cakupan tempat pronominal (penghubung) merupakan subyek daripada kalimat
cakupan yang disebut kalimat cakupan subyek dan pronominal merupakan obyek
kalimat cakupan yang disebut kalimat cakupan obyek.
Terdapat proses fakultatif yang
menarik yang erat berhubungan dengan kalimat cakupan ini, yang disebut
penciutan kalimat cakupan. Contoh :
·
Pria yang
mencintai wanita itu membeli rumah
·
*Pria mencintai
wanita itu membeli rumah (1)
·
*Pria yang
wanita mencintai itu membeli rumah (2)
·
*Pria wanita
mencintai itu membeli rumah (3)
(1), (2), (3) tidak wajar dan tidak
diizinkan oleh tata bahasa Indonesia. Kata “Yang” wajib dan harus ada dalam
kalimat. Dari contoh diatas jelas terlihat perbedaan antara bahasa Indonesia
dan bahasa Inggris mengenai penciutan kalimat cakupan. Suatu hal menarik bagi
sintaksis kontrastif antara kedua bahasa tersebut yang berguna sebagai bahan
pertimbangan dalam pengajaran bahasa Inggris bagi orang Indonesia, dan
sebaliknya.
-
Kalimat Komplemen
Untuk menjelaskan pengertian kalimat komplemen perhatikan kalimat berikut:
·
Kami melihat
bahwa ibu mengambil uang itu
·
*Dia yakin
bahwa ayah akan datang
·
*Saya tahu
bahwa dia membeli mobil
·
*Paman menuntut agar kami mengembalikan barang
·
*Saya menyuruh
agar Ellynoor belajar menari
Jelas bahwa klusa-klausa :
Ibu mengambil uang itu
Ayah akan datang
Dia membeli mobil
Kamu mengembalikan uang itu
Ellynoor belajar menari
Adalah kalimat-kalimat cakupan tetapi
bukan merupakan anak kalimat. Kalimat-kalimat cakupan seperti ini disebut
kalimat-komplemen yang dikenal dengan komplemen-komplemen frase verbal.
Verba dapat dibagi menjadi dua kelas:
ü Yang dapat membentuk kalimat komplemen
ü Yang tidak dapat membentuk kalimat komplemen
Terdapat perbedaan
antara kalimat cakupan dan kalimat komplemen. Pada kalimat cakupan yang berlaku
adalah kaidah-yang, sedangkan pada kalimat komplemen, cirri utamanya adalah
pekomplenan.
-
Gambaran
Leksikal Verbal
Setiap morfem dalam leksikon harus
menghubungkan suatu perincian atau spesifikasi struktur-struktur tata bahasa
yang disisipkan ke dalamnya untuk membentuk suatu penanda frase struktur dalam
yang lengkap dan menetapkan aspek-aspek lingkungan tempat munculnya
morfem-morfem itu.
Relevansi lingkungan sintaksis itu
dapat diterangkan dengan jelas bahwa dengan perbedaan antara verba-verba
transitif dan intransitif. Verba transitif adalah verba yang dapat mempunyai
obyek langsung, sedangkan yang intransitif dapat muncul tanpa obyek langsung,
bahkan beberapa verba dapat muncul baik sebagai transitif maupun sebagai
intransitif.
Gambaran leksikal setiap verba
harus menetapkan apakah verba itu muncull dengan suatu kalimat komplemen (atau
tidak), dan kalau demikian perkomplemen-perkomplemen apa pula yang mungkin
muncul dengan atau tanpa pekomplemen, seperti verba yang bersifat transitif
ataupun intransitif, seperti makan dan minum. Verba tersebut mengandung
gambaran-gambaran leksikal yang lebih rumit daripada verba-verba yang harus
selalu (atau tidak pernah) memerlukan obyek langsung dan tidak pernah
memerlukan kalimat-kalimat komplemen. Aspek kerumitan verba memainkan peranan
penting dalam pemahaman atau komprehensi bahasa.
Jadi, setiap kalimat bahasa
Inggris dengan bahasa Indonesia, struktur dalam dan struktur permukaan berbeda.
Setiap kaidah merebut suatu generalisasi yang menafikan secara linguistik bagi
sintaksis Inggris( dan juga sintaksis Indonesia) dan dapat diterapkan satu
sesudah yang lainnya untuk menurunkan kalimat-kalimat yang menggabungkan
berbagai ragam konstruksi dan adanya keberulangan bahasa dengan kalimat-kalimat
cakupan dan kalimat-kalimat komplemen.
Referensi : Buku “PSIKOLINGUISTIK”, karya Prof. DR. Henry Guntur Tarigan,
diterbitkan di Bandung oleh penerbit Angkasa Bandung, tahun 1986.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar