Rabu, 27 Januari 2016

PENELITIAN RIJAL HADIS TENTANG PERBEDAAN NAFI’ PADA LAFADZ HADISNYA Karya Mayang Safira Rizal



A.    Hadis yang Diteliti
أَخْبَرَنَا عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي نَافِعٌ عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَفْتَرِقَا أَوْ يَكُونَ خِيَارًا
Artinya:
Telah mengabarkan kepada kami 'Amr bin Ali, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Yahya dari 'Ubaidullah, ia berkata; telah menceritakan kepadaku Nafi'dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Dua orang yang berjual beli memiliki hak memilih selama mereka belum berpisah, atau merupakan jual beli dengan syarat memiliki hak memilih."
Untuk melihat kesahihan sebuah hadis, kaidah ilmu hadis menyatakan bahwa yang pertama kali perlu diteliti adalah sanadnya. Bila sanadnya dinyatakan shahih, barulah matannya bisa diperhatikan. Bila tidak, maka matannya dipandang tidak shahih lagi. Untuk menguji kesahihan sanad hadis di atas, berikut akan ditelusuri identitas para perawinya.


Keterangan hadis yang akan diteliti:
Sumber Hadis          : Nasa’i
Kitab                        : Jual Beli
Bab              : Perbedaan Nafi’ Pada Lafadz Hadisnya
No Hadis     : 4390[1]

Jalur sanad hadis yang akan diteliti: Nabi Muhammad saw.[2] Ibnu UmarNafi''UbaidullahYahya'Amrbin Ali an-Nasa’i.
B.     Biografi Singkat Perawi Hadis
1.      Ibnu Umar (w. 73 H/692 M)
Nama lengkapnya Abdullah bin Umar bin Khathab bin Nufail, julukannya Umar atau Abu Abdurrahman. Tinggal di Madinah, termasuk sahabat terpandang. Menurut Ibnu Abdil Bar (1412 H/951 M),[3] ia wafat dalam usia 86 tahun. Jadi, diperkirakan Ibnu Umar lahir pada 13 tahun sebelum peristiwa hijrah. Kepribadian Ibnu Umar, Sulaiman bin Mahran bekata, “aku tidak melihat orang yag lebih wira’i dari Ibnu Umar.”[4]
Guru-guru Ibnu Umar antara lain: Nabi Muhammad saw. Abu Bakar al-Shidiq, Umar bin Khathab, Bilal bin Rabah, Ali bin Abi Tholib, ‘Aisyah al-Mukminin, dll.
. Ibnu Umar sejak kecil telah memiliki semangat yang tinggi dalam mempelajari dan meneladani sunnah Rasul saw.
Murid-muridnya antara lain: Abu al-Qamah, Jabir bin Abdulluh bin Amr, Harmalah Maula Usamah, al-Hasan bin Abi Hasan, Salim bin Abdullah, Nafi', dll. Abu Umar berkata bahwa Ibnu Umar meninggal di Makkah.[5]

2.      Nafi’ (117 H/735 M)
Nama lengkapnya Nafi’ Maulana Ibnu Umar, ia dijuluki Abu Abdullah, tinggal di Madinah.[6] Nafi’mempunyai reputasi besar dalam masanya.[7]AL-Bukhari berkata “sanad-sanad Imam Malik yang paling shahih berasal dari Nafi’ dari Abdullah bin Umar. Ia pernah di utus Umar bin Abdul Aziz ke Mesir untuk mengajarkan Sunnah Nabi di sana.”[8] Ulama yang menilainya ia Stiqah di antaranya: an-Nasa’i, ibn Khirosin, al-‘Ijli, ibn Sa’id.
Guru-gurunya antara lain: Abdullah bin Umar, Aslam Maula Umar, al-Harits bib Rib’i, Zaid bin Tsabit bin al-Dhahhak,dll.
Murid-muridnya antara lain: Aban bin Thariq, Malik bin Anas, Ishaq bin Abdullah, Isma’il bin Umayyah, Isma’il bin Muhammad, Ubaidillah bin Amr al-Amri,[9]dll. Nafi’ merupakan golonga Tabi’in kalangan biasa.[10]
3.      ‘Ubaidullah (w.147 H)
Nama lengkapnya ‘Ubaidillah bin Umar bin Hafdzi bin Asim bin Umar bin Khottob al-‘Adawi al-Umari al-Madani. Ia di juluki Abu Ustman,[11] semasa hidupnya ia tinggal di Madinah, ‘Ubaidillah merupakan Tabi’in kalangan biasa.[12]
Guru-gunya antara lain: ayyub bin Musa al-Kurosyi, Hamid at-Towil, Sa’id al-Makburi, Nafi’ Maula ibn Umar, dll.
Murid-muridnya antara lain: Yahya bin Sa’id al-Kottan, Yazid bin Zarih, Abu Ishaq al-Fajri, Abu Malik al-Janibi, dll.[13]
Ulama-ulama yang menilainya stiqah antara lain: an-Nasa’i, Abu Zur’ah, Abu Hatim. Menurut Haistam bin عدي Ubaidillah meninggal pada tahun 147 H, tetapi menurut ulama lain Ubaidillah meninggal pada tahun 145 H.[14]



4.      Yahya (w. 198 H)
Nama lengkapnya Yahya bin Sa’id bin Farukh al-Kottan at-Tamimi,[15] ia dijuluki Abu Sa’id, tinggal di Bashrah merupakan Tabi’ut Tabi’in kalangan biasa.[16]
Ulama-ulama yang mengomentari ia stiqah di antaranya: Ibn Sa’id, al-‘Ijli, Abu Hatim an-Nasa’idll.[17]
Guru-gurunya antara lain:Ubaidillah bin Umar al-Amri, Ustaman as-Syiham, Ali al-Mubarak al-Yamami, ‘Auf al-Arabi, dll.
Murid-muridnya:Ibrahim bin Muhammad at-Taimiy al-Fadiy, Ahmad Stabit al-Jahdari, Ahmad bin Sunan al-Koton,‘Amr bin Ali as-Soirofi, Abu Bisri Bkhr bin Kholaf, dll.[18]
5.      Amru bin Ali (W. 249 H)[19]
Nama lengkapnya Amru bin Ali bin Bahri bin Kanir al-Bahili, ia dijuluki Abu Hafs[20] tinggal di Bashrah, ia merupakan Tabi'ul Atba' kalangan tua.[21] Ia meninggal pada umur 87 tahun
Para ulama yang menilainya stiqah di antaranya: Maslamah bin Qasim, Nasa’i, dll.[22]
Guru-gurunya antara lain:  Yahya bin Sa’id al-Kottan, Yazid bin Harun, Wahab bin Jarir bin Hazm, dll.
Murid-muridnya antara lain: Ahmad bin Syu’aib an-Nasa’i, Muhammad bin Yahya ad-Dahili, dll.[23]


6.      An-Nasa’i (W. 303 H)
Nama lengakapnya Ahmad bin Syu’aib bin Ali bin Sinan bin Bahr bin Dinar. Dijuluki Abu Abdurrahman an-Nasa’i, dan lebih dikenal dengan nama an-Nasa’i.[24] Beliau dilahirkan pada tahun 215 H di kota Nasa’ dan wafat pada tanggal 13 bulan syafar.
Guru-gurunya antara lain: Ishaq bin Rahawaih, Hisyam bin ‘Ammar, Ahmad bin Muni’, Abdul Hamid bin Muhammad,Amru bin Ali, dll.
                                                                                                                                       Murid-muridnya antara lain: Abu Basyar al-Daulabi, Abu Ja’far al-Tahawi, Abu Ali al-Naisaburi, dll. Abu Ali al-Naisaburi (murid an-Nasa’i) mengatakan bahwa an-Nasa’i adalah seorang Imam yang tidak doragukan lagi keahliannya dalam bidang ilmu hadis. Selain itu muridnya yang lain mengatakan “saya telah rela dan ikhlad an-Nasa’I menjadi hujjah antara aku dan Allah”. Al Hafidz Abu Sa’id bin Yunus berkata an-Nasa’I adalah seorang ulama’ yang telah diakui keilmuannya , ke-tsiqahannya, dan kekuatan hafalannya.[25]
C.    Kesimpulan
Dari kajian sanad di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa, sanad hadis perbedaan nafi’ pada lafadz hadisnya dalam jual beli ini memenuhi syarat kesahihan sanad. Semua syarat kesahihan syarat telah terpenuhi. Syarat-syarat kesahihan sana ialah ketersambungan sanad, para perawinya kradibel, intelektualitas perawi. Semua rijal yang terdapat dalam periwayatan terbukti memiliki relasi sebagai guru-murid. Kredibilitas maupun intelektualitas mereka juga tidak perlu diragukan lagi. Tidak ada seorang perawipun yang berstatus dhaif. Tidak ada cela (‘illat) pada rijal tersebut.






[1]Software Lidwa
[2] (meriwayatkan kepada)
[3]Ibnu Abdil Bar, al-Isti'ab fi Ma'rifati Ashab (Beirut: Dar al-Jil, 1312 H), jld. 3, h. 951.
[4]Ibnu Abdil Bar, al-Isti'ab fi Ma'rifati Ashab (Beirut: Dar al-Jil, 1312 H), jld. 3, h. 951.
[5]Ibnu Abdil Bar, al-Isti'ab fi Ma'rifati Ashab (Beirut: Dar al-Jil, 1312 H), jld. 3, h. 951.

[6]       Muhammad bin Abdullah al-Rib’i, Maulid al-Ulama wa Wafayatuhum (Riyad: Dar al-Ashimah, 1410
  H),jld 1, hlm. 273.
[7]Abu Ya'la, al-Irsyad (Riyadh: Maktabah al-Rusyd, 1409 H), jld. 1, hlm. 205.
[8]Al-Suyuthi, Thabaqah a-Khuffadz (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1403 H), hlm. 47.
[9]Tahdzibut Tahdzib, jilid 6, no: 8337, hlm: 521
[10]Software Lidwa
[11]Tahdzibut Tahdzib, jilid 4, no: 5706, hlm: 337.
[12]Software Lidwa
[13]Software Gawame al-Kaleem.
[14]Tahdzibut Tahdzib, jilid 4, no: 5706, hlm: 337.
[15]Tahdzibut Tahdzib, jilid 7, no: 8849, hlm: 44.
[16]Software Lidwa
[17]Tahdzibut Tahdzib, jilid 7, no: 8849, hlm: 44.
[18]Software Gawame al-Kaleem.
[19]Software Lidwa
[20]Tahdzibut Tahdzib, jilid 5, no: 5980, hlm: 70.
[21]Software Lidwa
[22]Tahdzibut Tahdzib, jilid 5, no: 5980, hlm: 70.
[23]Software Gawame al-Kleem.
[24] Software al-Jami’ li al-Hadits an-Nabawi.
[25]Afdawaiza, Sunan al-Nasa’I dalam Abdurrahman, Studi Kitab Hadis (Yogyakarta: TH-Press, 2009), hlm.131-136.

25 Kunci Keluarga Sakinah


1.    Pedoman Memilih Suami
عَنْ أَبِي حَاتِمٍ الْمُزَنِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَأَنْكِحُوهُ إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَإِنْ كَانَ فِيهِ قَالَ إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَأَنْكِحُوهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ
Artinya: dari Abu Hatim Al Muzani berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika seseorang datang melamar (anak perempuan dan kerabat) kalian, sedang kalian ridha pada agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah dia. Jika tidak kalian lakukan, niscaya akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan." Para shahabat bertanya; "Meskipun dia tidak kaya." Beliau bersabda: "Jika seseorang datang melamar (anak perempuan) kalian, kalian ridha pada agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah dia." Beliau mengatakannya tiga kali. (TIRMIDZI - 1005)
·      KETERANGAN
Ini merupakan pedoman bagi calon mertua dalam memilih menantu atau si wanita dalam memilih suami, yaitu dengan melihat agama dan akhlaknya. Kalau ada orang mengatakan: “biarlah sekarang agamanya kurang sedikit, nanti kalau sudah jadi suami, mungkin bisa saya perbaiki”. Pendapat seperti ini tidak benar. Karena sejak awal motivasi memilih seseorang laki-laki menjadi suami sudah melawan tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Apakah kita berani menjamin, bahwa si laki-laki tersebut pasti bisa merubah menjadi baik sesudah ia menjadi suami? Sedangkan perubahan yang akan datang adalah merupakan hal yang ghaib.
Dapatkah kita mengetahui agama dan akhlak calon suami itu baik, sebelum kita menjadi suami isteri? Dapat. Karena Islam memberikan tuntunan, yaitu kita disuruh menganalisa/ mengamati kehidupan si calon suami sehari-hari, juga kita dianjurkan melakukan shalat istikharah, yaitu shalat untuk memohon kepada Allah agar ditunjukkan calon suami yang baik, untuk kehidupan dunia dan akhirat kelak.
Lain daripada itu, hadis diatas menerangkan adanya tanggungjawab bersama pada masyarakat Islam untuk mengawinkan laki-laki yang sudah berkeinginan kawin, asalkan agama dan akhlaknya baik, misalnya kita membantu mengenalkan kepada wanita yang ia senangi atau membantu apa yang diperlukannya agar ia dapat kawin. Dengan demikian, dalam masyarakat Islam tidak banyak laki-laki membunjang, sehingga membawa pengaruh jelek terhadap masyarakat seperti dinubuwatkan dalam hadis diatas.
2.    Pedoman Memilih Isteri
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
Artinya: dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Wanita itu dinikahi karena empat hal, karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Maka pilihlah karena agamanya, niscaya kamu akan beruntung." (BUKHARI - 4700)
·      Keterangan
kalangan laki-laki yang memilih seorang wanita sebagai calon isteri dengan memperhatikan akhlak dan agamanya dapat dikatakan langka. Pada dasarnya hasrat laki-laki pada wanita sangat cenderung melihat hal-hal lahiriah. Jarang laki-laki memilih calon steri lebih mempertimbangkan faktor agama dan akhlak. Laki-laki yang memperhatikan keselamatan akhlak dan agamanya tentu akan selalu berusaha mendapatkan wanita yang menjadi calon isterinya yang agama dan akhlaknya baik.
Tetapi berapa banyakkah laki-laki yang demikian bersungguh meneliti agama dan akhlak calon isterinya? Jaminan apa yang diperoleh seorang laki-laki yang menjadikan agama dan akhlak calon isteri sebagai tolak ukur memilihnya sebagai teman hidup? Rasulullah menyatakan bahwa laki-laki yang semacam ini akan selamat dan sejahtera hidupnya di dunia dan akhirat. Maka kalau kita menyaksikan sebuah rumah tangga yang semerawut, sering bertengkar daripada rukun, sering berkelahi daripada berkasih sayang, maka rumah tangga semacam ini dapat dipastikan berdiri diatas jalan yang salah. Kesalahan ini akibat ketika si laki-laki atau si perempuan salah menjatuhkan pilihan pada orang yang menjadi teman hidupnya. Rasulullah telah memberikan standarisasi rumah tangga yang pasti bahagia adalah rumah tangga yang berpondasi akhlak dan agama Islam.
3.    Tata Cara Meminang

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمْ الْمَرْأَةَ فَإِنْ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى مَا يَدْعُوهُ إِلَى نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ قَالَ فَخَطَبْتُ جَارِيَةً فَكُنْتُ أَتَخَبَّأُ لَهَا حَتَّى رَأَيْتُ مِنْهَا مَا دَعَانِي إِلَى نِكَاحِهَا وَتَزَوُّجِهَا فَتَزَوَّجْتُهَا
Artinya: dari Jabir bin Abdullah, ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila salah seorang di antara kalian meminang seorang wanita, jika ia mampu untuk melihat sesuatu yang mendorongannya untuk menikahinya hendaknya ia melakukannya." Jabir berkata; kemudian aku meminang seorang gadis dan aku bersembunyi untuk melihatnya hingga aku melihat darinya apa yang mendorongku untuk menikahinya, lalu aku pun menikahinya. (ABUDAUD - 1783)
·      Keterangan
Rasulullah Saw. Memberikan keterangan agar seorang laki-laki lebih dahulu memeriksa hal-hal yang menjadi daya tarik dari seseorang wanita yang bakal dijadikan isterinya. Dengan demikian, maka kedua belah pihak mengetahui kekuragan masing-masing, mengenal watak-watak tertentu dari calon pasangannya, sehingga dapat dijadikan pertimbangan apakah dapat membina rumah tangga secara baik dengan calon yang diinginkannya atau tidak.
Secara psikologis, Rasulullah Saw. Mengajarkan kepada calon suami dan isteri supaya melakukan koreksi terbuka dan jujur terhadap keadaan diri masing-masing. Yang laki-laki dengan jujur mengatakan kepada calon isterinya, apa sebab ia memilih dirinya untuk dijadikan isteri. Begitu pula si wanita hendaklah ia memberitahukan kepadanya daya tarik apa yang ada pada si laki-laki sehingga dipilihnya menjadi calon suaminya.
Tetapi manusia adalah makhluk yang mempunyai martabat akhlak, akal dan tata cara hidup dengan tanggungjawab mengatur dunia ini dengan penuh kebijakan dan perbaikan. Rasulullah dengan tepat memberikan petunjuk pada kaum laki-laki agar lebih dahulu memiliki gambaran yang tepat mengenai wanita yang akan dijadikan isterinya. Jadi seharusnya wanita yang diinginkan benar-benar memenuhi persyaratannya.
4.    Hak Menerima atau Menolak Pinangan

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الثَّيِّبُ أَحَقُّ بِنَفْسِهَا مِنْ وَلِيِّهَا وَالْبِكْرُ تُسْتَأْمَرُ وَإِذْنُهَا سُكُوتُهَا و حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بِهَذَا الْإِسْنَادِ وَقَالَ الثَّيِّبُ أَحَقُّ بِنَفْسِهَا مِنْ وَلِيِّهَا وَالْبِكْرُ يَسْتَأْذِنُهَا أَبُوهَا فِي نَفْسِهَا وَإِذْنُهَا صُمَاتُهَا وَرُبَّمَا قَالَ وَصَمْتُهَا إِقْرَارُهَا
Artinya: dari Ibnu Abbas bahwasannya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seorang janda lebih berhak atas dirinya daripada walinya, sedangkan perawan (gadis) harus dimintai izin darinya, dan diamnya adalah izinnya." Dan telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Umar telah menceritakan kepada kami Sufyan dengan isnad ini, beliau bersabda: "Seorang janda lebih berhak atas dirinya daripada walinya, sedangkan perawan (gadis), maka ayahnya harus meminta persetujuan atas dirinya, dan persetujuannya adalah diamnya." Atau mungkin beliau bersabda: "Dan diamnya adalah persetujuannya." (MUSLIM - 2546)
·      Keterangan
Seorang janda telah memiliki pandangan tersendiri tentang laki-laki yang akan menjadi pemimpin rumah tangganya. Janda diberi kedudukan sederajat dengan walinya atau orang tuanya dalam menangani pernikahan dirinya sendiri. Hal ini berarti islam telah memberikan pengakuan bahwa wanita janda bukanlah seorang yang bermartabat rendah atau berkepribadia tercela dalam kedudukan syariat Islam. Dengan ketentuan bahwa janda mempunyai hak untuk berunding dalam memilih calon suami membuktikan bahwa  dalam bentuk rumah tangga islami memerlukan tindakan merdeka dan ikhlas dari kedua belah pihk yang akan terikat sebagai suami isteri.
Adapun bagi seorang gadis teap diberi hak untuk memilih calon suaminya. Orang tua atau wali yang bersangkutan tidak berhak memaksakan kehendaknya untuk bersuami dengan laki-laki yang tidak di ridhainya. Hal ini berarti islam memberikan hak setiap gadis untuk menolak atau menerima pinangan dari seorang laki-laki.
Sehingga Islam memberikan hak pada wanita baik janda maupun gadis untuk menentukan calon suaminya yang benar-benar mengikuti ajaran Islam secara suka rela. Sehingga terwujudlah rumah tangga yang mawaddah dan rahmah.
5.    Keharusan Mengumumkan Perkawinan
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْلِنُوا هَذَا النِّكَاحَ وَاجْعَلُوهُ فِي الْمَسَاجِدِ وَاضْرِبُوا عَلَيْهِ بِالدُّفُوفِ
Artinya: dari Aisyah radliallahu 'anha berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Umumkanlah nikah, adakanlah di masjid, dan pukullah rebana untuk mengumumkannya." (TIRMIDZI - 1009)
·      Keterangan
Pernikahan merupakan sunatullah sebagai satu-satunya cara yang benar untuk memperoleh keturunan dari suatu ikatan hubungan secara sah. Islam mengharuskan agar pelaksanaan pernikahan dilakukan secara terbuka atau untuk masyarakat umum. Namun, yang lebih diutamakan dalam islam adalah upacara yang sederhana dan cukup untuk memenuhi syarat sebagai pemberitahuan kepada masyarakat.
Rasulullah saw menganjurkan adanya upacara pernikahan dilakukan di Masjid dengan diramaikan oleh kesenian rebana, terutama dilakukan pada hari jum’at sesudah shalat jum’at. Hal ini karena Rasulullah mendidik supaya tidak melakukan tindakan pemborosan dan mubadzir dalam meramaikan upacara pernikahan, lebih baik uang tersebut kita berikan kepada kedua pengantin untuk bekal kehidupan mereka dimasa depan.
6.    Membina Akhlak Isteri

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِي جَارَهُ وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا فَإِنَّهُنَّ خُلِقْنَ مِنْ ضِلَعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلَاهُ فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا
Artinya: dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan juga kepada hari akhir, maka janganlah ia menyakiti tetangganya. Pergaulilah wanita kaum wanita dengan baik, sesungguhnya mereka diciptakan dari tulang rusuk. Dan sesuatu yang paling bengkok yang terdapat tulang rusuk adalah bagian paling atas. Jika kamu meluruskannya dengan seketika, niscaya kamu akan mematahkannya, namun jika kamu membiarkannya maka ia pun akan selalu dalam keadaan bengkok. Karena itu pergaulilah wanita dengan penuh kebijakan." (BUKHARI - 4787)
·      Keterangan
Seseorang laki-laki yang telah berkedudukan sebagai suami sejak hari pertama sudah memikul tanggungjawab untuk membimbing isterinya. Sebelum memberikan kebutuhan material lebih dahulu suami tanggungjawab pembenahan akhlak isterinya dengan ilmu agama Islam. Jadi, seorang laki-laki sebelum menikah wajib mempelajari ketentuan-ketentuan Islam bertalian dengan rumah tangga. Rasulullah mengajarkan ketika menasihati isteri jangah melakukan dengan cara yang kasar, tetapi jangan pula dibiarkan isteri berbuat seenaknya. Adapun cara mendidik wanita adalah dengan jalan tengah, artinya tidak kasar dan tidak lunak. Suami harus dapat mendidik isterinya supaya mau bersikap serba hebat, tabah dan mampu mengikuti langkah-langkah suaminya dalam memikul tanggung jawab hidup berumah tangga.
7.    Hukuman Terhadap Isteri yang Durhaka

عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْأَحْوَصِ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي أَنَّهُ شَهِدَ حَجَّةَ الْوَدَاعِ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ وَذَكَّرَ وَوَعَظَ فَذَكَرَ فِي الْحَدِيثِ قِصَّةً فَقَالَ أَلَا وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا فَإِنَّمَا هُنَّ عَوَانٌ عِنْدَكُمْ لَيْسَ تَمْلِكُونَ مِنْهُنَّ شَيْئًا غَيْرَ ذَلِكَ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ فَإِنْ فَعَلْنَ فَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا أَلَا إِنَّ لَكُمْ عَلَى نِسَائِكُمْ حَقًّا وَلِنِسَائِكُمْ عَلَيْكُمْ حَقًّا فَأَمَّا حَقُّكُمْ عَلَى نِسَائِكُمْ فَلَا يُوطِئْنَ فُرُشَكُمْ مَنْ تَكْرَهُونَ وَلَا يَأْذَنَّ فِي بُيُوتِكُمْ لِمَنْ تَكْرَهُونَ أَلَا وَحَقُّهُنَّ عَلَيْكُمْ أَنْ تُحْسِنُوا إِلَيْهِنَّ فِي كِسْوَتِهِنَّ وَطَعَامِهِن
Artinya: dari Sulaiman bin Amr bin Al Ahwash berkata; Telah menceritakan kepadaku Bapakku bahwa dia melaksanakan haji wada' bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Beliau bertahmid dan memuji Allah, beliau memberi pengingatan dan nasehat. Beliau menuturkan cerita dalam haditsnya, lantas bersabda: "Ketahuilah, berbuat baiklah terhadap wanita, karena mereka adalah tawanan kalian. Kalian tidak berhak atas mereka lebih dari itu, kecuali jika mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Jika mereka melakukannya, jauhilah mereka di tempat tidur dan pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menyakitkan. Jika kemudian mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Ketahuilah; kalian memiliki hak atas istri kalian dan istri kalian memiliki hak atas kalian. Hak kalian atas istri kalian ialah dia tidak boleh memasukkan orang yang kalian benci ke tempat tidur kalian. Tidak boleh memasukan seseorang yang kalian benci ke dalam rumah kalian. Ketahuilah; hak istri kalian atas kalian ialah kalian berbuat baik kepada mereka dalam (memberikan) pakaian dan makanan (kepada) mereka." (TIRMIDZI - 1083)
·      Keterangan
Dalam hadis ini Rasulullah menerangkan  pelanggaran isteri terhadap tata kehidupan rumah tangga, yaitu:
a.    Menerima tamu laki-laki, saat suami tidak di rumah.
b.    Cenderung menyenangi laki-laki lain
c.    Tampak tanda-tanda ingin melakukan lesbian.
d.    Membantah perintah suami.
e.    Keluar rumah tanpa seizin suami.
Isteri yang melakukan tindakan semacam ini, maka sang suami wajib menindaknya dengan tegas. Cara bertindak terhadap isteri semacam ini adalah sebagai berikut:
a.    Dinasihati, bila tidak mau taat, maka
b.    Dikurung dalam kamar, apabila masih tidak mau taat, maka
c.    Ditinggalkan, yaitu isteri dikucilkan dan tidak didekati sampai iajera dan bertaubat kepada Allah swt. Jika dengan cara ini ia tetap tidak mau taat, maka
d.    Dipukul, tetapi tidak sampai membuat sang isteri terluka.

Hadis ini memberikan pelajaran kepada kita sebagai berikut:
a.    Isteri tidak dibenarka mempersilahkan siapapun yang tidak disukai oleh suaminya untuk masuk kedalam rumahnya. Sebaiknya sang isteri harus meminta izin terlebih dahulu kepada suaminya.
b.    Perasaan dan martabat suami harus selalu dijaga oleh isteri. Maksudnya, isteri jangan mengganggu suami dengan protes dan sikap-sikap yang merusak kedamaian rumah tangga.
c.    Suami harus memenuhi hak-hak sang isteri. Dalam hadis ini disebutkan yaitu memberi makan dan pakaian yang baik.

8.    Hak Suami

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
Artinya: dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidurnya, lalu istrinya menolaknya sehingga dia melalui malam itu dalam keadaan marah, maka malaikat melaknat istrinya itu hingga shubuh". (BUKHARI - 2998)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
Artinya: dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jikalau saya boleh memerintahkan seseorang untuk bersujud kepada orang lain, niscaya aku perintahkan seorang istri bersujud kepada suaminya." (TIRMIDZI - 1079)
·      Keterangan
Kewajiban isteri kepada suami di dalam syari’at islam adalah sebagai berikut:
a.    Tidak berpisah tempat tidur dengan suaminya, kecuali atas persetujuan suaminya.
b.    Melayani suaminya dengan baik dalam mengurus kebutuhan lahir maupun batinnya.
c.    Mentaati perintahnya selama sejalan dengan ajaran islam.
d.    Kalau hendak keluar rumah, minta izin terlebih dahulu kepada suaminya.
e.    Izin kepada suami untuk mempersilahkan seseorang masuk kedalam rumah.
Isteri memang wajib mentaati suami, tapi bukan berarti sang isteri tidak mempunyai hak dalam rumah tangga. Misalnya, suami mendapatkan nafkah dengan cara yang haram, maka isteri wajib menolak.
Suami harus benar-benar mampu memperhatikan kemampuan isterinya dalam menjalankan kewajibannya. Suami wajib membantu kewajiban isterinya bila sang isteri tidak dapat dikerjakan. Misalnya kewajiban mengurus dapur, mengatur anak-anak, membenahi keadaan rumah.
Untuk melaksanakan puasa sunah senin kamispun sang isteri harus meminta izin kepada suami. Bila suaminya tidak menyetujui, maka isterinya tidak boleh melaksanakanya. Karena mentaati suami itu sendiri pahalanya jauh lebih besar daripada melaksanakan ibadah sunah.
9.    Pahala Membelanjai (menafkahi) Isteri

عَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ أَنَّهُ أَخْبَرَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلَّا أُجِرْتَ عَلَيْهَا حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِي فَمِ امْرَأَتِكَ
Artinya: dari Sa'd bin Abu Waqash bahwasanya dia mengabarkan, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya, tidaklah kamu menafkahkan suatu nafkah yang dimaksudkan mengharap wajah Allah kecuali kamu akan diberi pahala termasuk sesuatu yang kamu suapkan ke mulut istrimu". (BUKHARI - 54)
·      Keterangan
Beban yang dipikul oleh suami dalam membelanjai isterinya memang berat dan permanen, untuk itu maka Islam menjadikan hal ini sebagai suatu ibadah yang dijanjikan mendapat pahala. Dengan demikian, tanggung jawab kepada isteri merupakan salah satu pelaksanaan ibadah kepada Allah dan bagian mutlak dari tatanan kehidupan islami.
Untuk mencegah timbulnya rasa putus asa dan menanamkan tanggung jawab yang besar pada diri suami terhadap kehidupan isteri dan keluarganya, maka Allah menjanjikan surga kepada mereka. Dengan demikian, dapatlah membangkitkan semangat sang suami untuk membelanjai isteri dan keluarganya.
10.          Mendahulukan Kepentingan Isteri dan Anak Daripada Kepentingan Pribadi

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَصَدَّقُوا قَالَ رَجُلٌ عِنْدِي دِينَارٌ قَالَ تَصَدَّقْ بِهِ عَلَى نَفْسِكَ قَالَ عِنْدِي دِينَارٌ آخَرُ قَالَ تَصَدَّقْ بِهِ عَلَى زَوْجِكَ قَالَ عِنْدِي دِينَارٌ آخَرُ قَالَ تَصَدَّقْ بِهِ عَلَى وَلَدِكَ قَالَ عِنْدِي دِينَارٌ آخَرُ قَالَ تَصَدَّقْ بِهِ عَلَى خَادِمِكَ قَالَ عِنْدِي دِينَارٌ آخَرُ قَالَ أَنْتَ أَبْصَرُ
Artinya: dari Abu Hurairah, dia berkata; Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: "Bersedekahlah!" seorang lelaki berkata; "Aku mempunyai dinar." Beliau bersabda: "Sedekahkanlah untuk memenuhi kebutuhanmu." Lelaki itu berkata; "Aku masih mempunyai dinar lagi." Beliau bersabda: "Sedekahkanlah untuk istrimu." Lelaki itu berkata; "Aku masih mempunyai dinar lagi." Beliau bersabda: "Sedekahkanlah untuk anakmu." Lelaki itu berkata; "Aku masih mempunyai dinar lagi." Beliau bersabda: "Sedekahkanlah untuk pembantumu." Lelaki itu berkata; "Aku masih mempunyai dinar lagi." Beliau bersabda: "Kamu lebih tahu kepada siapa harus bersedekah." (AHMAD - 7112)
·      Keterangan
Hadis diatas telah menegaskan bahwa seseorang yang telah berumah tangga harus mendahulukan tanggung jawabnya kepada isteri dan anaknya daripada kerabatnya. Misal, datang kepadanya seorang saudarauntuk meminta bantuan, maka terlebih dahulu sang suai harus memeriksa apakah belanja untuk anak dan isterinya sudah terpenuhi atau belum. Bila belum, maka ia wajib mendahulukan memberi nafkah kepada isteri dan anaknya. Bila sudah, maka barulah ia boleh membantu saudara atau kerabatnya. Hal ini bukanlah mengajarkan untuk berperilaku egois, akan tetapi dengan demikian membuat sang suami bertanggung jawab sepenuhnya kepada isteri dan anaknya.
11.          Ridhanya Suami Pintu Syurganya Istri
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّمَا امْرَأَةٍ مَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَنْهَا رَاضٍ دَخَلَتْ الْجَنَّةَ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ
Artinya: Umu Salamah berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Wanita manapun yang meninggal dan suaminya dalam keadaan ridha (kepadanya), niscaya dia masuk surga." Abu 'Isa berkata; "Ini merupakan hadits hasan gharib ."(H.R Tirmidzi no. 1081)
·      Keterangan
Seorang isteri yang taat dan patuh kepada suaminya atau berbakti kepada suaminya, dinilai sama dengan patuh kepada Allah swt dan rasul-Nya, dan juga Allah akan memberikan jaminan dan pahala yang besar. Jaminan tersebut adalah surga. Dengan syarat suami tersebut ridha terhadap isterinya, sampai saat sang isteri berpulang ke sisi-Nya. Maksud dari ridha suami adalah suami tersebut tidak pernah menyesali perilaku isterinya selama menjadi teman hidupnya. suami merasa lapang dada atas segala perilaku isterinya selama hidup mendampingi dirinya, dan berharap semoga isterinya mendapatkan balasan yang baik dari Allah, karena kepatuhannya kepada dirinya.
Isteri yang berbakti kepada suami akan memperoleh martabat yang terhormat dalam islam. Dengan janji yang diberikan Allah kepada isteri-isteri yang taat dan patuh kepada suaminya, harus menjadi pegangan hidup setisp isteri muslimah. Sehingga tidak tersesat oleh pengaruh emansipasi wanita atau “kesetaraan gender”. Sebab wanita muslimah tidak pernah dikungkung oleh islam atau dirampas hak-haknya, tetapi islam menempatkan wanita pada fitrahnya.
12.          Hak seorang istri dari suami
عَنْ حَكِيمِ بْنِ مُعَاوِيَةَ الْقُشَيْرِيِّ عَنْ أَبِيهِ قَالَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا حَقُّ زَوْجَةِ أَحَدِنَا عَلَيْهِ؟ قَالَ أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ أَوْ اكْتَسَبْتَ وَلَا تَضْرِبْ الْوَجْهَ وَلَا تُقَبِّحْ وَلَا تَهْجُرْ إِلَّا فِي الْبَيْتِقَالَ أَبُو دَاوُد وَلَا تُقَبِّحْ أَنْ تَقُولَ قَبَّحَكِ اللَّهُ
Artinya: Dari Hakim bin Mu'awiyah Al Qusyairi dari ayahnya, ia berkata; aku katakan; wahai Rasulullah, apakah hak isteri salah seorang diantara kami atasnya? Beliau berkata: "Engkau memberinya makan apabila engkau makan, memberinya pakaian apabila engkau berpakaian, janganlah engkau memukul wajah, jangan engkau menjelek-jelekkannya (dengan perkataan atau cacian), dan jangan engkau tinggalkan kecuali di dalam rumah." Abu Daud berkata; dan janganlah engkau menjelek-jelekkannya (dengan perkataan atau cacian) dengan mengatakan; semoga Allah memburukkan wajahmu. (H.R ABUDAUD no. 1830)
·      Keterangan
Kewajiban seorang suami kepada isterinya adalah sebagai berikut:
a.    Memenuhi kebutuhan pangannya, hak isteri dalam menerima makan tidak boleh kurang dari yang dimakan oleh suaminya sendiri.
b.    Memberikan pakaian kepada isteri senilai pakaian yang dipakai oleh suami.
c.    Tidak boleh memukul wajah isteri, jika terjadi hal demikian, maka sang suami dikenakan hukuman qishas
d.    Tidak boleh memaki atau mengatai isterinya dengan kata-kata yang merendahkan martabatnya, walaupun suami dalam keadaan marah.
e.    Tidak boleh mengusirnya, karena hal ini perbuatan dosa. Kalau suami mendapati kelakuan isterinya kurang baik, maka ia wajib mendidiknya bukan mengusirnya keluar rumah.
Dengan ketentuan ini, islam menjaga martabat dan harga diri seorang isteri. Wanita sebagai makhluk yang lemah mendapat perlindungan dan naungan hukum dalam Islam, sehingga tidak dengan sewenang-wenang sang suami memperlakukan isterinya.
13.          Sikap Seorang Istri Terhadap Suami Yang Kikir
عَنْ عَائِشَةَأَنَّ هِنْدَ بِنْتَ عُتْبَةَ قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَبَا سُفْيَانَ رَجُلٌ شَحِيحٌ وَلَيْسَ يُعْطِينِي مَا يَكْفِينِي وَوَلَدِي إِلَّا مَا أَخَذْتُ مِنْهُ وَهُوَ لَا يَعْلَمُ فَقَالَ خُذِي مَا يَكْفِيكِ وَوَلَدَكِ بِالْمَعْرُوفِ
Artinya: Dari Aisyah bahwa Hindun binti ‘Utbah berkata, "Wahai Rasulullah , Abu Sufyan adalah seorang laki-laki yang pelit. Ia tidak memberikan kecukupan nafkah padaku dan anakku, kecuali jika aku mengambil dari hartanya dengan tanpa sepengetahuannya." Maka beliau bersabda: "Ambillah dari hartanya sekadar untuk memenuhi kebutuhanmu dan juga anakmu dengan baik." (H.R BUKHARI no. 4945)
·      Keterangan
Sekiranya terjadi suatu kasus seperti hadis di atas, lalu suami mengadukan perkaranya ke mahkamah Islam, maka isteri tidak dikenai hukuman, Tetapi suaminyalah yang akan dikenai hukuman. Akan tetapi sang isteri juga harus tau dan bisa menyesuaikan kemampuan suami dalam membelanjai kehidupan sehari-harinya. Maka kalau isteri menuntut lebih dari kemampuan suami, berarti ia telah berbuat dzalim dan durhaka kepada suaminya.
Dengan demikian sang isteri juga harus mampu menyesuaikan diri dalam kehidupan sehari-hari dengan kemampuan konkrit suaminya. Begitu juga sebaliknya, suamipun harus menyadari ia berkewajiban membelanjai isterinya dengan cukup dan wajar , agar isteri tidak melakukan pencurian atau terjerumus kedalam perbuatan durhaka lainnya.
Tegasnya, suami isteri dalam menata materiil (keuangan) kehidupan rumah tangganya, wajib bersikap saling terbuka dan memikul tanggung jawab ketentraman dan kedamaian rumah tanggasecara bersama sehingga terwujud keluarga yang sakinah mawaddah dan rahmah.
B.   Etika Berjimak
14.          Do’a Ketika Hendak Bersetubuh
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْ أَنَّ أَحَدَهُمْ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَأْتِيَ أَهْلَهُ قَالَ بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبْ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا فَإِنَّهُ إِنْ يُقَدَّرْ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ فِي ذَلِكَ لَمْ يَضُرَّهُ شَيْطَانٌ أَبَدًا
Artinya: Dari Ibnu Abbas radliallahu 'anhuma dia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sekiranya salah seorang diantara kalian hendak mendatangi isterinya, maka ucapkanlah; 'BISMILLAHI ALLAHUMMA JANNIBNASY SYAITHAANA WAJANNIBIS SYAITHAANA MAA RAZAQTANAA' Dengan nama Allah, jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan terhadap sesuatu yang Engkau anugerahkan kepada kami, jika ditakdirkan memperoleh anak dari keduanya, maka setan tidak akan mampu membahayakannya selama-lamanya." (H.R BUKHARI no. 5909)
·      Keterangan
Apabila doa dalam hadis tersebut dibaca kemudian ternyata benih yang ditanam oleh suami isteri itu menjadi janin, kemudian lahirlah anak, Allah menjamin syetan tidak akan dapat mengganggunya. Maksudnya anak tersebut tidak akan menjadi anak yang durhaka kepada ayah bundanya, tetapi insya Allah akan menjadi anak yang shalih.
Suami isteri dalam melakukan kebutuhan biologisnya harus benar-benar didasari niat beribadah kepada Allah. Dengan semangat ibadah ini, secara mental suami isteri telah menyiapkan medan pendidikan anak-anaknya yang akan lahir untuk hidup di dalam naungan pendidikan agama. Tetapi sebaliknya, jika suami isteri dalam melakukan kebutuhan biologisnya semata-mata untuk memenuhi dorongan syahwat saja, maka berarti orang tua tersebut tidak melahirkan medan dan kesiapan mental yang baik bagi pertumbuhan anak.
Di sini Rasulullah telah meluruskan langkah kita sejak calon manusia masih berupa sel telur dan sperma. Karena itu dalam melakukan hubungan suami isteri janganlah hanya bermaksud memenuhi dorongan syahwat semata, tanpa disertai dengan doa. Tetapi kita harus menyadari bahwa tujuan hubungan suami isteri adalah demi mengemban tugas ibadah kepada Allah.
15.          Berwudhu Bagi Orang Yang Ingin Mengulangi Persetubuhan
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ ثُمَّ أَرَادَ أَنْ يَعُودَ فَلْيَتَوَضَّأْ
Artinya: Dari Abu Sa'id al-Khudri dia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Apabila salah seorang dari kalian menyenggamai istrinya, kemudian berkehendak untuk mengulanginya lagi maka hendaklah dia berwudhu." (H.R MUSLIM - 466)
·      Keterangan
Rasulullah merupakan pelopor pertama di bidang kesehatan berjimak sebelum ada dokter ataupun ahli kesehatan. Rasulullah menasehatkan agar suami isteri yang ingin sehat dan bersenang-senang kembali, hendaklah berwudhu. Ini suatu nasehat yang sungguh-sungguh berharga, dengan berwudhu suami isteri kembali menjadi segar dan kesehatannya akan terjamin serta nilai ibadahnya juga ada.
Orang berwudhu itu sudah ibadah dan seseorang yang melakukan hubungan suami isteri atas dasar ibadah kepada Allah itu berpahala. Jadi mereka mendapatkan dua pahala sekaligus, tanpa kehilangan uang untuk membeli obat-obatan perangsang.

16.          Larangan Bersebadan Ketika Isteri Haidh
عَنْ عُمَارَةَ بْنِ خُزَيْمَةَ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَحِي مِنْ الْحَقِّ لَا تَأْتُواالنِّسَاءَ فِي أَدْبَارِهِنَّ
Artinya: dari Umarah bin Khuzaimah dari ayahnya bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Allah tidak malu dari kebenaran, janganlah kalian menggauli istri-istri didubur mereka." (AHMAD - 20855)
·      Keterangan
Laranganbersebadan dengan isteri yang sedang haidh dimaksudkan untuk menjaga kemaslahatan suami maupun isteri. Bukan sekedar larangan hukum yang bermaksud untuk memisahkan dan mengucilkan isteri dari suaminya.
Hadis rasulullah ini diperkuat dengan bukti penelitian kedokteran modern, penelitian membuktikan adanya bahaya bersebadan dengan isteri yang sedang haidh. Bahaya tersebut adalah sebagai berikut:
a.    Rasa sakit pada alat peranakan perempuan, dan terkadang dapat menimbulkan radang rahim karena rusaknya indung telur, sehingga membahayakan kesehatan si wanita.
b.    Alat kelamin pada laki-laki

17.          Larangan Menceritakan Rahasia Istri kepada Orang Lain
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ سَعْدٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ يَقُولُاقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِنْ أَشَرِّ النَّاسِ عِنْدَ اللَّهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ الرَّجُلَ يُفْضِي إِلَى امْرَأَتِهِ وَتُفْضِي إِلَيْهِ ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا
Artinya: Abu Sa'id Al Khudri berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya manusia yang paling jelek kedudukannya di sisi Allah pada Hari Kiamat ialah seseorang yang menyetubuhi istrinya dan istri bersetubuh dengan suaminya, kemudian suami menyebarkan rahasia istrinya." (MUSLIM no. 2597)
·      Keterangan
Etika bersama suami isteri merupakan tanggung jawab bersama dalam memegang rahasia kehidupan dan pergaulan di dalam rumah tangga. Ketentuan ini untuk menjaga kehormatan suami isteri, supaya jangan sampai terjadi seorang suami di luar rumahnya merendahkan martabat isterinya atau seorang isteri diluar rumah merendahkan kehormatan suaminya. Apabila seorang suami tidak mau menjaga kehormatan isterinya atau sebaliknya seorang isteri tidak mau lagi memelihara dan memegang teguh rahasia suaminya maka akan timbul benih-benih permasalahan dalam kehidupan rumah tangganya. Oleh sebab itu Rasulullah saw memberi ancaman hukuman dan siksa kepada suami isteri yang melakukan hal tersebut. Seperti contoh apa yang menjadi rahasia suami isteri di tempat tidur sama sekali haram diceritakan kepada orang lain. Oleh sebab itu perlu dijaga etika bersama suami isteri dengan penuh rahasia.
18.          Larangan berkholwat dan kewajiban menjaga seorang istri
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَاأَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ وَلَا تُسَافِرَنَّ امْرَأَةٌ إِلَّا وَمَعَهَا مَحْرَمٌ فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ اكْتُتِبْتُ فِي غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا وَخَرَجَتْ امْرَأَتِي حَاجَّةً قَالَ اذْهَبْ فَحُجَّ مَعَ امْرَأَتِكَ
Artinya: Dari Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma bahwa dia mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berkholwat (berduaan) dengan seorang wanita dan janganlah sekali-kali seorang wanita bepergian kecuali bersama mahramnya". Lalu ada seorang laki-laki yang bangkit seraya berkata: "Wahai Rasulullah, aku telah mendaftarkan diriku untuk mengikuti suatu peperangan sedangkan istriku pergi menunaikan hajji". Maka Beliau bersabda: "Tunaikanlah hajji bersama istrimu". (H.R. BUKHARI no. 2784)
·      Keterangan
Rasulullah saw mengingatkan adanya godaan berat bagi suami dan isteri yaitu hadirnya seorang wanita atau laki-laki lain dalam kehidupan mereka. Dengan kata lain Rasulullah saw memperingatkan: “jika laki-laki dan perempuan bukan suami isteri bersepi-sepian, pasti akan terjerumus kedalam perbuatan syetan. Syetan tidak mengenal siapa yang akan digoda, walaupun ia seorang yang alim sekalipun. Rasulullah tidak pernah memanggil wanita bukan isterinya untyk bersendirian. Karena seorang laki-laki tidak boleh besendirian dengan seorang wanita di luar ikatan suami isteri. Hadis ini diucapkan Rasulullah dalam hubungannya dengan etika berumah tangga agar suami tidak rusak akhlaknya dengan wanita lain dan si isteri tidak rusak akhlaknya dengan laki-laki lain.
19.          Etika Wanita Dalam Berdandan
عَنْ غُنَيْمِ بْنِ قَيْسٍ عَنْ الْأَشْعَرِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ زَانِيَ
Artinya: dari Ghunaim bin Qais dari Al Asy'ari ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Wanita mana saja yang memakai minyak wangi kemudian melintas pada suatu kaum agar mereka mencium baunya, maka ia adalah pezina." (NASAI - 5036)
Penjelasan: wanita tidak bisa dilepaskan dri keinginan berfandan yang menarik, cantik, dan serba menyala. Walaupun merupakan naluri bagi kaum wanita untuk berdandan dan bersolek, tetapi bersolek dan berdandan harus pada tempatnya.
Rasulullah Saw. Memberikan ancaman bahwa wanita bersolek di luar rumah sama dengan perempuan berzina, karena dilihat dari bahayanya yang sangat besar. Hal ini dikarenakan kebanyak dari wanita yang sudah menjadi isteri kalau dirumah lebih tidak memperhatikan penampilannya dibandingkan di luar rumahnya. Rasulullah Saw. Mengingatkan bahwa rusaknya wanita itu diukur dari dandanannya. Seorang isteri yang baik dan agamanya benar tidak perlu bersaing kosmetik dengan wanita lain. Dengan banyak berwudhu maka akan menjadi cerah wajahnya, apalagi jika mau bangun malam dan shalat tahajud.  
20.          Etika Berkabung
عَنْ زَيْنَبَ بِنْتِ أَبِي سَلَمَةَ أَخْبَرَتْهُ قَالَتْ دَخَلْتُ عَلَى أُمِّ حَبِيبَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ تُحِدُّ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلَاثٍ إِلَّا عَلَى زَوْجٍ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا ثُمَّ دَخَلْتُ عَلَى زَيْنَبَ بِنْتِ جَحْشٍ حِينَ تُوُفِّيَ أَخُوهَا فَدَعَتْ بِطِيبٍ فَمَسَّتْ بِهِ ثُمَّ قَالَتْ مَا لِي بِالطِّيبِ مِنْ حَاجَةٍ غَيْرَ أَنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْمِنْبَرِ يَقُولُ لَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ تُحِدُّ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلَاثٍ إِلَّا عَلَى زَوْجٍ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا
Artinya: dari Zainab binti Abu Salamah bahwa dia mengabarkannya, katanya; Aku pernah menemui Ummu Habibah radliallahu 'anha, isteri Nabi Shallallahu'alaihiwasallam. Lalu dia berkata; Aku mendengar Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Tidak halal bagi wanita yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir untuk berkabung melebihi tiga hari kecuali bila ditinggal mati suaminya yang saat itu dia boleh berkabung sampai empat bulan sepuluh hari". Lalu aku menemui Zainab binti Jahsy ketika saudara laki-lakinya meninggal dunia. Saat itu dia meminta minyak wangi lalu memakainya kemudian berkata, "Aku sebenarnya tidak memerlukan minyak wangi seandainya aku tidak mendengar Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda dari atas mimbar: tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir berkabung atas mayit melebihi tiga hari selain karena kematian suaminya, boleh hingga empat bulan sepuluh hari. (BUKHARI - 1202)
Penjelasan: aturan atau tata kesopanan ketika isteri menghadapi kematian suaminya oleh Islam telah diatur sedemikian rupa. Seorang wanita yang anggota keluarganya meninggal, maka hanya diperbolehkan berkabung, bersedih atau menangis selama tiga hari saja. Tetapi jika suaminya meninggal, maka isteri boleh berkabung selama empat bulan 10 hari.
Berkabung saat kematian keluarga, yaitu dengan tidak memakai wangi-wangian, tidak keluar dari rumahnya, tidak berpakaian yang memikat atau menyala.
C.   Tanggung Jawab Orang Tua Kepada Anak
21.          Membimbing Anak dalam hal ibadah dan bergaul
عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
Artinya: dari Amru bin Syu'aib dari Ayahnya dari Kakeknya dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Perintahkanlah anak-anak kalian untuk melaksanakan shalat apabila sudah mencapai umur tujuh tahun, dan apabila sudah mencapai umur sepuluh tahun maka pukullah dia apabila tidak melaksanakannya, dan pisahkanlah mereka dalam tempat tidurnya." (H.R. ABU DAUD no. 418)

22.          Posisi Anak di Mata orang tuanya
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَطْيَبَ مَا أَكَلْتُمْ مِنْ كَسْبِكُمْ وَإِنَّ أَوْلَادَكُمْ مِنْ كَسْبِكُمْ
Artinya: Dari 'Aisyah ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya makanan yang paling baik untuk kalian adalah dari hasil usaha kalian, dan anak-anak kalian adalah hasil usaha kalian." (H.R IBNUMAJAH no. 2281)

23.          Keutamaan menafkahi keluarga
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي رَقَبَةٍ وَدِينَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِي أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ
Artinya: Dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Dinar (harta) yang kamu belanjakan di jalan Allah dan dinar (harta) yang kamu berikan kepada seorang budak wanita, dan dinar yang kamu sedekahkan kepada orang miskin serta dinar yang kamu nafkahkan kepada keluargamu. Maka yang paling besar ganjaran pahalanya adalah yang kamu nafkahkan kepada keluargamu." (H.R MUSLIM - 1661).
24.          Berlaku ‘Adil terhadap Putra-Putrimu
عَنْ حَاجِبِ بْنِ الْمُفَضَّلِ بْنِ الْمُهَلَّبِ عَنْ أَبِيهِ قَالَ سَمِعْتُ النُّعْمَانَ بْنَ بَشِيرٍ يَقُولُقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اعْدِلُوا بَيْنَ أَوْلَادِكُمْ اعْدِلُوا بَيْنَ أَبْنَائِكُمْ
Artinya: dari Hajib bin Al Mufadldlal bin Al Muhallab dari Ayahnya ia berkata, "Aku mendengar An Nu'man bin Basyir berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Berlakulah adil kepada anak-anakmu, berlakulah adil kepada anak-anakmu." (H.R ABU DAUD no. 3077)

25.          Ngga sayang maka tak disayang
حَدَّثَنَا أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَقَبَّلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَسَنَ بْنَ عَلِيٍّ وَعِنْدَهُ الْأَقْرَعُ بْنُ حَابِسٍ التَّمِيمِيُّ جَالِسًا فَقَالَ الْأَقْرَعُ إِنَّ لِي عَشَرَةً مِنْ الْوَلَدِ مَا قَبَّلْتُ مِنْهُمْ أَحَدًا فَنَظَرَ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ مَنْ لَا يَرْحَمُ لَا يُرْحَمُ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Salamah bin Abdurrahman bahwa Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah mencium Al Hasan bin Ali sedangkan disamping beliau ada Al Aqra' bin Habis At Tamimi sedang duduk, lalu Aqra' berkata; "Sesungguhnya aku memiliki sepuluh orang anak, namun aku tidak pernah mencium mereka sekali pun, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memandangnya dan bersabda: "Barangsiapa tidak mengasihi maka ia tidak akan dikasihi." (H.R BUKHARI no. 5538)

 Sumber : Buku Pedoman Keluarga Sakinah