1. Pedoman Memilih
Suami
عَنْ أَبِي حَاتِمٍ الْمُزَنِيِّ قَالَ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ
تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَأَنْكِحُوهُ إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ
فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَإِنْ كَانَ فِيهِ قَالَ
إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَأَنْكِحُوهُ ثَلَاثَ
مَرَّاتٍ
Artinya: dari Abu Hatim Al Muzani berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Jika seseorang datang melamar (anak perempuan dan
kerabat) kalian, sedang kalian ridha pada agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah
dia. Jika tidak kalian lakukan, niscaya akan terjadi
fitnah di muka bumi dan kerusakan." Para shahabat bertanya; "Meskipun
dia tidak kaya." Beliau bersabda: "Jika seseorang datang melamar
(anak perempuan) kalian, kalian ridha pada agama dan akhlaknya, maka
nikahkanlah dia." Beliau mengatakannya tiga kali. (TIRMIDZI - 1005)
· KETERANGAN
Ini merupakan pedoman bagi calon mertua dalam
memilih menantu atau si wanita dalam memilih suami, yaitu dengan melihat agama
dan akhlaknya. Kalau ada orang mengatakan: “biarlah sekarang agamanya kurang
sedikit, nanti kalau sudah jadi suami, mungkin bisa saya perbaiki”. Pendapat
seperti ini tidak benar. Karena sejak awal motivasi memilih seseorang laki-laki
menjadi suami sudah melawan tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Apakah kita berani
menjamin, bahwa si laki-laki tersebut pasti bisa merubah menjadi baik sesudah
ia menjadi suami? Sedangkan perubahan yang akan datang adalah merupakan hal
yang ghaib.
Dapatkah kita mengetahui agama dan akhlak calon
suami itu baik, sebelum kita menjadi suami isteri? Dapat. Karena Islam
memberikan tuntunan, yaitu kita disuruh menganalisa/ mengamati kehidupan si
calon suami sehari-hari, juga kita dianjurkan melakukan shalat istikharah,
yaitu shalat untuk memohon kepada Allah agar ditunjukkan calon suami yang baik,
untuk kehidupan dunia dan akhirat kelak.
Lain daripada itu, hadis diatas menerangkan
adanya tanggungjawab bersama pada masyarakat Islam untuk mengawinkan laki-laki
yang sudah berkeinginan kawin, asalkan agama dan akhlaknya baik, misalnya kita
membantu mengenalkan kepada wanita yang ia senangi atau membantu apa yang
diperlukannya agar ia dapat kawin. Dengan demikian, dalam masyarakat Islam
tidak banyak laki-laki membunjang, sehingga membawa pengaruh jelek terhadap
masyarakat seperti dinubuwatkan dalam hadis diatas.
2.
Pedoman Memilih Isteri
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ
لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ
الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
Artinya: dari
Abu Hurairah radliallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau
bersabda: "Wanita itu dinikahi karena empat hal, karena hartanya, karena
keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Maka pilihlah karena
agamanya, niscaya kamu akan beruntung." (BUKHARI - 4700)
· Keterangan
kalangan laki-laki yang memilih seorang wanita
sebagai calon isteri dengan memperhatikan akhlak dan agamanya dapat dikatakan
langka. Pada dasarnya hasrat laki-laki pada wanita sangat cenderung melihat
hal-hal lahiriah. Jarang laki-laki memilih calon steri lebih mempertimbangkan
faktor agama dan akhlak. Laki-laki yang memperhatikan keselamatan akhlak dan
agamanya tentu akan selalu berusaha mendapatkan wanita yang menjadi calon
isterinya yang agama dan akhlaknya baik.
Tetapi berapa banyakkah laki-laki yang demikian
bersungguh meneliti agama dan akhlak calon isterinya? Jaminan apa yang
diperoleh seorang laki-laki yang menjadikan agama dan akhlak calon isteri
sebagai tolak ukur memilihnya sebagai teman hidup? Rasulullah menyatakan bahwa
laki-laki yang semacam ini akan selamat dan sejahtera hidupnya di dunia dan
akhirat. Maka kalau kita menyaksikan sebuah rumah tangga yang semerawut, sering
bertengkar daripada rukun, sering berkelahi daripada berkasih sayang, maka
rumah tangga semacam ini dapat dipastikan berdiri diatas jalan yang salah.
Kesalahan ini akibat ketika si laki-laki atau si perempuan salah menjatuhkan
pilihan pada orang yang menjadi teman hidupnya. Rasulullah telah memberikan
standarisasi rumah tangga yang pasti bahagia adalah rumah tangga yang berpondasi
akhlak dan agama Islam.
3. Tata Cara
Meminang
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمْ
الْمَرْأَةَ فَإِنْ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى مَا يَدْعُوهُ إِلَى
نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ قَالَ فَخَطَبْتُ جَارِيَةً فَكُنْتُ أَتَخَبَّأُ لَهَا
حَتَّى رَأَيْتُ مِنْهَا مَا دَعَانِي إِلَى نِكَاحِهَا وَتَزَوُّجِهَا
فَتَزَوَّجْتُهَا
Artinya: dari
Jabir bin Abdullah, ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Apabila salah seorang di antara kalian meminang seorang wanita,
jika ia mampu untuk melihat sesuatu yang mendorongannya untuk menikahinya
hendaknya ia melakukannya." Jabir berkata; kemudian aku meminang seorang
gadis dan aku bersembunyi untuk melihatnya hingga aku melihat darinya apa yang
mendorongku untuk menikahinya, lalu aku pun menikahinya. (ABUDAUD - 1783)
·
Keterangan
Rasulullah Saw. Memberikan keterangan agar
seorang laki-laki lebih dahulu memeriksa hal-hal yang menjadi daya tarik dari
seseorang wanita yang bakal dijadikan isterinya. Dengan demikian, maka kedua
belah pihak mengetahui kekuragan masing-masing, mengenal watak-watak tertentu
dari calon pasangannya, sehingga dapat dijadikan pertimbangan apakah dapat
membina rumah tangga secara baik dengan calon yang diinginkannya atau tidak.
Secara psikologis, Rasulullah Saw. Mengajarkan
kepada calon suami dan isteri supaya melakukan koreksi terbuka dan jujur
terhadap keadaan diri masing-masing. Yang laki-laki dengan jujur mengatakan
kepada calon isterinya, apa sebab ia memilih dirinya untuk dijadikan isteri.
Begitu pula si wanita hendaklah ia memberitahukan kepadanya daya tarik apa yang
ada pada si laki-laki sehingga dipilihnya menjadi calon suaminya.
Tetapi manusia adalah makhluk yang mempunyai
martabat akhlak, akal dan tata cara hidup dengan tanggungjawab mengatur dunia
ini dengan penuh kebijakan dan perbaikan. Rasulullah dengan tepat memberikan
petunjuk pada kaum laki-laki agar lebih dahulu memiliki gambaran yang tepat
mengenai wanita yang akan dijadikan isterinya. Jadi seharusnya wanita yang
diinginkan benar-benar memenuhi persyaratannya.
4.
Hak Menerima atau Menolak Pinangan
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الثَّيِّبُ أَحَقُّ بِنَفْسِهَا مِنْ وَلِيِّهَا
وَالْبِكْرُ تُسْتَأْمَرُ وَإِذْنُهَا سُكُوتُهَا و حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ
حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بِهَذَا الْإِسْنَادِ وَقَالَ الثَّيِّبُ أَحَقُّ
بِنَفْسِهَا مِنْ وَلِيِّهَا وَالْبِكْرُ يَسْتَأْذِنُهَا أَبُوهَا فِي نَفْسِهَا
وَإِذْنُهَا صُمَاتُهَا وَرُبَّمَا قَالَ وَصَمْتُهَا إِقْرَارُهَا
Artinya: dari
Ibnu Abbas bahwasannya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Seorang janda lebih berhak atas dirinya daripada walinya, sedangkan
perawan (gadis) harus dimintai izin darinya, dan diamnya adalah izinnya."
Dan telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Umar telah menceritakan kepada kami
Sufyan dengan isnad ini, beliau bersabda: "Seorang janda lebih berhak atas
dirinya daripada walinya, sedangkan perawan (gadis), maka ayahnya harus meminta
persetujuan atas dirinya, dan persetujuannya adalah diamnya." Atau mungkin
beliau bersabda: "Dan diamnya adalah persetujuannya." (MUSLIM - 2546)
·
Keterangan
Seorang janda telah memiliki pandangan
tersendiri tentang laki-laki yang akan menjadi pemimpin rumah tangganya. Janda
diberi kedudukan sederajat dengan walinya atau orang tuanya dalam menangani
pernikahan dirinya sendiri. Hal ini berarti islam telah memberikan pengakuan
bahwa wanita janda bukanlah seorang yang bermartabat rendah atau berkepribadia
tercela dalam kedudukan syariat Islam. Dengan ketentuan bahwa janda mempunyai
hak untuk berunding dalam memilih calon suami membuktikan bahwa dalam bentuk rumah tangga islami memerlukan tindakan
merdeka dan ikhlas dari kedua belah pihk yang akan terikat sebagai suami
isteri.
Adapun bagi seorang gadis teap diberi hak untuk
memilih calon suaminya. Orang tua atau wali yang bersangkutan tidak berhak
memaksakan kehendaknya untuk bersuami dengan laki-laki yang tidak di ridhainya.
Hal ini berarti islam memberikan hak setiap gadis untuk menolak atau menerima
pinangan dari seorang laki-laki.
Sehingga Islam memberikan hak pada wanita baik
janda maupun gadis untuk menentukan calon suaminya yang benar-benar mengikuti
ajaran Islam secara suka rela. Sehingga terwujudlah rumah tangga yang mawaddah
dan rahmah.
5.
Keharusan Mengumumkan Perkawinan
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْلِنُوا هَذَا النِّكَاحَ وَاجْعَلُوهُ فِي الْمَسَاجِدِ
وَاضْرِبُوا عَلَيْهِ بِالدُّفُوفِ
Artinya: dari
Aisyah radliallahu 'anha berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Umumkanlah nikah, adakanlah di masjid, dan pukullah rebana
untuk mengumumkannya." (TIRMIDZI - 1009)
·
Keterangan
Pernikahan merupakan sunatullah sebagai
satu-satunya cara yang benar untuk memperoleh keturunan dari suatu ikatan
hubungan secara sah. Islam mengharuskan agar pelaksanaan pernikahan dilakukan
secara terbuka atau untuk masyarakat umum. Namun, yang lebih diutamakan dalam
islam adalah upacara yang sederhana dan cukup untuk memenuhi syarat sebagai
pemberitahuan kepada masyarakat.
Rasulullah saw menganjurkan adanya upacara
pernikahan dilakukan di Masjid dengan diramaikan oleh kesenian rebana, terutama
dilakukan pada hari jum’at sesudah shalat jum’at. Hal ini karena Rasulullah
mendidik supaya tidak melakukan tindakan pemborosan dan mubadzir dalam
meramaikan upacara pernikahan, lebih baik uang tersebut kita berikan kepada
kedua pengantin untuk bekal kehidupan mereka dimasa depan.
6.
Membina Akhlak Isteri
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ
الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِي جَارَهُ وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا فَإِنَّهُنَّ
خُلِقْنَ مِنْ ضِلَعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلَاهُ فَإِنْ
ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ
فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا
Artinya: dari
Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan juga kepada hari akhir, maka
janganlah ia menyakiti tetangganya. Pergaulilah wanita kaum wanita dengan baik,
sesungguhnya mereka diciptakan dari tulang rusuk. Dan sesuatu yang paling
bengkok yang terdapat tulang rusuk adalah bagian paling atas. Jika kamu
meluruskannya dengan seketika, niscaya kamu akan mematahkannya, namun jika kamu
membiarkannya maka ia pun akan selalu dalam keadaan bengkok. Karena itu
pergaulilah wanita dengan penuh kebijakan." (BUKHARI - 4787)
·
Keterangan
Seseorang laki-laki yang telah berkedudukan
sebagai suami sejak hari pertama sudah memikul tanggungjawab untuk membimbing
isterinya. Sebelum memberikan kebutuhan material lebih dahulu suami
tanggungjawab pembenahan akhlak isterinya dengan ilmu agama Islam. Jadi,
seorang laki-laki sebelum menikah wajib mempelajari ketentuan-ketentuan Islam
bertalian dengan rumah tangga. Rasulullah mengajarkan ketika menasihati isteri
jangah melakukan dengan cara yang kasar, tetapi jangan pula dibiarkan isteri
berbuat seenaknya. Adapun cara mendidik wanita adalah dengan jalan tengah,
artinya tidak kasar dan tidak lunak. Suami harus dapat mendidik isterinya
supaya mau bersikap serba hebat, tabah dan mampu mengikuti langkah-langkah
suaminya dalam memikul tanggung jawab hidup berumah tangga.
7.
Hukuman Terhadap Isteri yang Durhaka
عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْأَحْوَصِ
قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي أَنَّهُ شَهِدَ حَجَّةَ الْوَدَاعِ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ وَذَكَّرَ
وَوَعَظَ فَذَكَرَ فِي الْحَدِيثِ قِصَّةً فَقَالَ أَلَا وَاسْتَوْصُوا
بِالنِّسَاءِ خَيْرًا فَإِنَّمَا هُنَّ عَوَانٌ عِنْدَكُمْ لَيْسَ تَمْلِكُونَ
مِنْهُنَّ شَيْئًا غَيْرَ ذَلِكَ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ
فَإِنْ فَعَلْنَ فَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ
مُبَرِّحٍ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا أَلَا إِنَّ
لَكُمْ عَلَى نِسَائِكُمْ حَقًّا وَلِنِسَائِكُمْ عَلَيْكُمْ حَقًّا فَأَمَّا
حَقُّكُمْ عَلَى نِسَائِكُمْ فَلَا يُوطِئْنَ فُرُشَكُمْ مَنْ تَكْرَهُونَ وَلَا
يَأْذَنَّ فِي بُيُوتِكُمْ لِمَنْ تَكْرَهُونَ أَلَا وَحَقُّهُنَّ عَلَيْكُمْ أَنْ
تُحْسِنُوا إِلَيْهِنَّ فِي كِسْوَتِهِنَّ وَطَعَامِهِن
Artinya: dari
Sulaiman bin Amr bin Al Ahwash berkata; Telah menceritakan kepadaku Bapakku
bahwa dia melaksanakan haji wada' bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
Beliau bertahmid dan memuji Allah, beliau memberi pengingatan dan nasehat.
Beliau menuturkan cerita dalam haditsnya, lantas bersabda: "Ketahuilah,
berbuat baiklah terhadap wanita, karena mereka adalah tawanan kalian. Kalian
tidak berhak atas mereka lebih dari itu, kecuali jika mereka melakukan
perbuatan keji yang nyata. Jika mereka melakukannya, jauhilah mereka di tempat
tidur dan pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menyakitkan. Jika kemudian
mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Ketahuilah; kalian memiliki hak atas istri kalian dan istri kalian memiliki hak
atas kalian. Hak kalian atas istri kalian ialah dia tidak boleh memasukkan
orang yang kalian benci ke tempat tidur kalian. Tidak boleh memasukan seseorang
yang kalian benci ke dalam rumah kalian. Ketahuilah; hak istri kalian atas
kalian ialah kalian berbuat baik kepada mereka dalam (memberikan) pakaian dan
makanan (kepada) mereka." (TIRMIDZI - 1083)
·
Keterangan
Dalam hadis ini Rasulullah menerangkan pelanggaran isteri terhadap tata kehidupan
rumah tangga, yaitu:
a. Menerima tamu laki-laki, saat suami tidak di
rumah.
b. Cenderung menyenangi laki-laki lain
c. Tampak tanda-tanda ingin melakukan lesbian.
d. Membantah perintah suami.
e. Keluar rumah tanpa seizin suami.
Isteri yang melakukan tindakan semacam ini,
maka sang suami wajib menindaknya dengan tegas. Cara bertindak terhadap isteri
semacam ini adalah sebagai berikut:
a. Dinasihati, bila tidak mau taat, maka
b. Dikurung dalam kamar, apabila masih tidak mau
taat, maka
c. Ditinggalkan, yaitu isteri dikucilkan dan tidak
didekati sampai iajera dan bertaubat kepada Allah swt. Jika dengan cara ini ia
tetap tidak mau taat, maka
d. Dipukul, tetapi tidak sampai membuat sang
isteri terluka.
Hadis ini memberikan pelajaran kepada kita
sebagai berikut:
a. Isteri tidak dibenarka mempersilahkan siapapun
yang tidak disukai oleh suaminya untuk masuk kedalam rumahnya. Sebaiknya sang
isteri harus meminta izin terlebih dahulu kepada suaminya.
b. Perasaan dan martabat suami harus selalu dijaga
oleh isteri. Maksudnya, isteri jangan mengganggu suami dengan protes dan
sikap-sikap yang merusak kedamaian rumah tangga.
c. Suami harus memenuhi hak-hak sang isteri. Dalam
hadis ini disebutkan yaitu memberi makan dan pakaian yang baik.
8.
Hak Suami
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَعَا
الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا
لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
Artinya: dari Abu
Hurairah radliallahu 'anhu berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Jika seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidurnya, lalu
istrinya menolaknya sehingga dia melalui malam itu dalam keadaan marah, maka
malaikat melaknat istrinya itu hingga shubuh". (BUKHARI - 2998)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ
لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
Artinya: dari
Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jikalau
saya boleh memerintahkan seseorang untuk bersujud kepada orang lain, niscaya
aku perintahkan seorang istri bersujud kepada suaminya." (TIRMIDZI - 1079)
·
Keterangan
Kewajiban isteri kepada suami di dalam syari’at
islam adalah sebagai berikut:
a. Tidak berpisah tempat tidur dengan suaminya,
kecuali atas persetujuan suaminya.
b. Melayani suaminya dengan baik dalam mengurus
kebutuhan lahir maupun batinnya.
c. Mentaati perintahnya selama sejalan dengan
ajaran islam.
d. Kalau hendak keluar rumah, minta izin terlebih
dahulu kepada suaminya.
e. Izin kepada suami untuk mempersilahkan
seseorang masuk kedalam rumah.
Isteri memang wajib mentaati suami, tapi bukan
berarti sang isteri tidak mempunyai hak dalam rumah tangga. Misalnya, suami
mendapatkan nafkah dengan cara yang haram, maka isteri wajib menolak.
Suami harus benar-benar mampu memperhatikan
kemampuan isterinya dalam menjalankan kewajibannya. Suami wajib membantu kewajiban
isterinya bila sang isteri tidak dapat dikerjakan. Misalnya kewajiban mengurus
dapur, mengatur anak-anak, membenahi keadaan rumah.
Untuk melaksanakan puasa sunah senin kamispun
sang isteri harus meminta izin kepada suami. Bila suaminya tidak menyetujui,
maka isterinya tidak boleh melaksanakanya. Karena mentaati suami itu sendiri
pahalanya jauh lebih besar daripada melaksanakan ibadah sunah.
9.
Pahala Membelanjai (menafkahi) Isteri
عَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ أَنَّهُ أَخْبَرَهُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّكَ لَنْ
تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلَّا أُجِرْتَ عَلَيْهَا
حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِي فَمِ امْرَأَتِكَ
Artinya: dari
Sa'd bin Abu Waqash bahwasanya dia mengabarkan, bahwa Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya, tidaklah kamu menafkahkan suatu
nafkah yang dimaksudkan mengharap wajah Allah kecuali kamu akan diberi pahala
termasuk sesuatu yang kamu suapkan ke mulut istrimu". (BUKHARI - 54)
·
Keterangan
Beban yang dipikul oleh suami dalam membelanjai
isterinya memang berat dan permanen, untuk itu maka Islam menjadikan hal ini
sebagai suatu ibadah yang dijanjikan mendapat pahala. Dengan demikian, tanggung
jawab kepada isteri merupakan salah satu pelaksanaan ibadah kepada Allah dan
bagian mutlak dari tatanan kehidupan islami.
Untuk mencegah timbulnya rasa putus asa dan
menanamkan tanggung jawab yang besar pada diri suami terhadap kehidupan isteri
dan keluarganya, maka Allah menjanjikan surga kepada mereka. Dengan demikian,
dapatlah membangkitkan semangat sang suami untuk membelanjai isteri dan
keluarganya.
10.
Mendahulukan Kepentingan Isteri dan Anak
Daripada Kepentingan Pribadi
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَصَدَّقُوا قَالَ رَجُلٌ عِنْدِي
دِينَارٌ قَالَ تَصَدَّقْ بِهِ عَلَى نَفْسِكَ قَالَ عِنْدِي دِينَارٌ آخَرُ قَالَ
تَصَدَّقْ بِهِ عَلَى زَوْجِكَ قَالَ عِنْدِي دِينَارٌ آخَرُ قَالَ تَصَدَّقْ بِهِ
عَلَى وَلَدِكَ قَالَ عِنْدِي دِينَارٌ آخَرُ قَالَ تَصَدَّقْ بِهِ عَلَى
خَادِمِكَ قَالَ عِنْدِي دِينَارٌ آخَرُ قَالَ أَنْتَ أَبْصَرُ
Artinya: dari
Abu Hurairah, dia berkata; Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda:
"Bersedekahlah!" seorang lelaki berkata; "Aku mempunyai dinar."
Beliau bersabda: "Sedekahkanlah untuk memenuhi kebutuhanmu." Lelaki
itu berkata; "Aku masih mempunyai dinar lagi." Beliau bersabda:
"Sedekahkanlah untuk istrimu." Lelaki itu berkata; "Aku masih
mempunyai dinar lagi." Beliau bersabda: "Sedekahkanlah untuk
anakmu." Lelaki itu berkata; "Aku masih mempunyai dinar lagi."
Beliau bersabda: "Sedekahkanlah untuk pembantumu." Lelaki itu
berkata; "Aku masih mempunyai dinar lagi." Beliau bersabda:
"Kamu lebih tahu kepada siapa harus bersedekah." (AHMAD - 7112)
·
Keterangan
Hadis diatas telah menegaskan bahwa seseorang
yang telah berumah tangga harus mendahulukan tanggung jawabnya kepada isteri
dan anaknya daripada kerabatnya. Misal, datang kepadanya seorang saudarauntuk
meminta bantuan, maka terlebih dahulu sang suai harus memeriksa apakah belanja
untuk anak dan isterinya sudah terpenuhi atau belum. Bila belum, maka ia wajib
mendahulukan memberi nafkah kepada isteri dan anaknya. Bila sudah, maka barulah
ia boleh membantu saudara atau kerabatnya. Hal ini bukanlah mengajarkan untuk
berperilaku egois, akan tetapi dengan demikian membuat sang suami bertanggung
jawab sepenuhnya kepada isteri dan anaknya.
11.
Ridhanya Suami Pintu Syurganya Istri
عَنْ
أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَيُّمَا امْرَأَةٍ مَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَنْهَا رَاضٍ دَخَلَتْ الْجَنَّةَ قَالَ
أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ
Artinya: Umu Salamah berkata; Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Wanita manapun yang meninggal dan
suaminya dalam keadaan ridha (kepadanya), niscaya dia masuk surga." Abu
'Isa berkata; "Ini merupakan hadits hasan gharib ."(H.R Tirmidzi no. 1081)
· Keterangan
Seorang isteri yang taat
dan patuh kepada suaminya atau berbakti kepada suaminya, dinilai sama dengan
patuh kepada Allah swt dan rasul-Nya, dan juga Allah akan memberikan jaminan
dan pahala yang besar. Jaminan
tersebut adalah surga. Dengan syarat suami tersebut ridha terhadap isterinya,
sampai saat sang isteri berpulang ke sisi-Nya. Maksud dari ridha suami adalah
suami tersebut tidak pernah menyesali perilaku isterinya selama menjadi teman
hidupnya. suami merasa lapang dada atas segala perilaku isterinya selama hidup
mendampingi dirinya, dan berharap semoga isterinya mendapatkan balasan yang baik
dari Allah, karena kepatuhannya kepada dirinya.
Isteri yang berbakti kepada suami akan
memperoleh martabat yang terhormat dalam islam. Dengan janji yang diberikan
Allah kepada isteri-isteri yang taat dan patuh kepada suaminya, harus menjadi
pegangan hidup setisp isteri muslimah. Sehingga tidak tersesat oleh pengaruh
emansipasi wanita atau “kesetaraan gender”. Sebab wanita muslimah tidak
pernah dikungkung oleh islam atau dirampas hak-haknya, tetapi islam menempatkan
wanita pada fitrahnya.
12.
Hak seorang istri dari suami
عَنْ
حَكِيمِ بْنِ مُعَاوِيَةَ الْقُشَيْرِيِّ عَنْ أَبِيهِ قَالَقُلْتُ يَا رَسُولَ
اللَّهِ مَا حَقُّ زَوْجَةِ أَحَدِنَا عَلَيْهِ؟ قَالَ أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا
طَعِمْتَ وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ أَوْ اكْتَسَبْتَ وَلَا تَضْرِبْ
الْوَجْهَ وَلَا تُقَبِّحْ وَلَا تَهْجُرْ إِلَّا فِي الْبَيْتِقَالَ أَبُو دَاوُد
وَلَا تُقَبِّحْ أَنْ تَقُولَ قَبَّحَكِ اللَّهُ
Artinya: Dari Hakim bin Mu'awiyah Al Qusyairi
dari ayahnya, ia berkata; aku katakan; wahai Rasulullah, apakah hak isteri
salah seorang diantara kami atasnya? Beliau berkata: "Engkau memberinya
makan apabila engkau makan, memberinya pakaian apabila engkau berpakaian,
janganlah engkau memukul wajah, jangan engkau menjelek-jelekkannya (dengan
perkataan atau cacian), dan jangan engkau tinggalkan kecuali di dalam
rumah." Abu Daud berkata; dan janganlah engkau menjelek-jelekkannya
(dengan perkataan atau cacian) dengan mengatakan; semoga Allah memburukkan
wajahmu. (H.R ABUDAUD no. 1830)
· Keterangan
Kewajiban seorang suami kepada isterinya adalah
sebagai berikut:
a. Memenuhi kebutuhan pangannya, hak isteri dalam
menerima makan tidak boleh kurang dari yang dimakan oleh suaminya sendiri.
b. Memberikan pakaian kepada isteri senilai
pakaian yang dipakai oleh suami.
c. Tidak boleh memukul wajah isteri, jika terjadi
hal demikian, maka sang suami dikenakan hukuman qishas
d. Tidak boleh memaki atau mengatai isterinya
dengan kata-kata yang merendahkan martabatnya, walaupun suami dalam keadaan marah.
e. Tidak boleh mengusirnya, karena hal ini
perbuatan dosa. Kalau suami mendapati kelakuan isterinya kurang baik, maka ia
wajib mendidiknya bukan mengusirnya keluar rumah.
Dengan ketentuan ini, islam menjaga martabat
dan harga diri seorang isteri. Wanita sebagai makhluk yang lemah mendapat
perlindungan dan naungan hukum dalam Islam, sehingga tidak dengan
sewenang-wenang sang suami memperlakukan isterinya.
13.
Sikap Seorang Istri Terhadap Suami Yang Kikir
عَنْ
عَائِشَةَأَنَّ هِنْدَ بِنْتَ عُتْبَةَ قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَبَا
سُفْيَانَ رَجُلٌ شَحِيحٌ وَلَيْسَ يُعْطِينِي مَا يَكْفِينِي وَوَلَدِي إِلَّا
مَا أَخَذْتُ مِنْهُ وَهُوَ لَا يَعْلَمُ فَقَالَ خُذِي مَا يَكْفِيكِ وَوَلَدَكِ
بِالْمَعْرُوفِ
Artinya: Dari Aisyah bahwa Hindun binti ‘Utbah
berkata, "Wahai Rasulullah , Abu Sufyan adalah seorang laki-laki yang
pelit. Ia tidak memberikan kecukupan nafkah padaku dan anakku, kecuali jika aku
mengambil dari hartanya dengan tanpa sepengetahuannya." Maka beliau
bersabda: "Ambillah dari hartanya sekadar untuk memenuhi kebutuhanmu dan
juga anakmu dengan baik." (H.R BUKHARI no. 4945)
· Keterangan
Sekiranya terjadi suatu
kasus seperti hadis di atas, lalu suami mengadukan perkaranya ke mahkamah
Islam, maka isteri tidak dikenai hukuman, Tetapi suaminyalah yang akan dikenai
hukuman. Akan tetapi sang isteri juga harus tau dan bisa
menyesuaikan kemampuan suami dalam membelanjai kehidupan sehari-harinya. Maka
kalau isteri menuntut lebih dari kemampuan suami, berarti ia telah berbuat
dzalim dan durhaka kepada suaminya.
Dengan demikian sang isteri juga harus mampu
menyesuaikan diri dalam kehidupan sehari-hari dengan kemampuan konkrit
suaminya. Begitu juga sebaliknya, suamipun harus menyadari ia berkewajiban
membelanjai isterinya dengan cukup dan wajar , agar isteri tidak melakukan
pencurian atau terjerumus kedalam perbuatan durhaka lainnya.
Tegasnya, suami isteri
dalam menata materiil (keuangan) kehidupan rumah tangganya, wajib bersikap
saling terbuka dan memikul tanggung jawab ketentraman dan kedamaian rumah
tanggasecara bersama sehingga terwujud keluarga yang sakinah mawaddah dan
rahmah.
B.
Etika Berjimak
14.
Do’a Ketika Hendak Bersetubuh
عَنْ
ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْ أَنَّ أَحَدَهُمْ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَأْتِيَ أَهْلَهُ
قَالَ بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبْ الشَّيْطَانَ
مَا رَزَقْتَنَا فَإِنَّهُ إِنْ يُقَدَّرْ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ فِي ذَلِكَ لَمْ
يَضُرَّهُ شَيْطَانٌ أَبَدًا
Artinya: Dari Ibnu Abbas radliallahu 'anhuma
dia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sekiranya salah
seorang diantara kalian hendak mendatangi isterinya, maka ucapkanlah;
'BISMILLAHI ALLAHUMMA JANNIBNASY SYAITHAANA WAJANNIBIS SYAITHAANA MAA RAZAQTANAA'
Dengan nama Allah, jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan terhadap
sesuatu yang Engkau anugerahkan kepada kami, jika ditakdirkan memperoleh anak
dari keduanya, maka setan tidak akan mampu membahayakannya
selama-lamanya." (H.R BUKHARI no. 5909)
· Keterangan
Apabila doa dalam hadis
tersebut dibaca kemudian ternyata benih yang ditanam oleh suami isteri itu
menjadi janin, kemudian lahirlah anak, Allah menjamin syetan tidak akan dapat
mengganggunya. Maksudnya anak tersebut tidak akan menjadi anak yang durhaka
kepada ayah bundanya, tetapi insya Allah akan menjadi anak yang shalih.
Suami isteri dalam
melakukan kebutuhan biologisnya harus benar-benar didasari niat beribadah
kepada Allah. Dengan semangat ibadah ini, secara mental suami isteri telah
menyiapkan medan pendidikan anak-anaknya yang akan lahir untuk hidup di dalam
naungan pendidikan agama. Tetapi sebaliknya, jika suami isteri dalam melakukan
kebutuhan biologisnya semata-mata untuk memenuhi dorongan syahwat saja, maka
berarti orang tua tersebut tidak melahirkan medan dan kesiapan mental yang baik
bagi pertumbuhan anak.
Di sini Rasulullah telah
meluruskan langkah kita sejak calon manusia masih berupa sel telur dan sperma.
Karena itu dalam melakukan hubungan suami isteri janganlah hanya bermaksud
memenuhi dorongan syahwat semata, tanpa disertai dengan doa. Tetapi kita harus
menyadari bahwa tujuan hubungan suami isteri adalah demi mengemban tugas ibadah
kepada Allah.
15.
Berwudhu Bagi Orang Yang Ingin Mengulangi
Persetubuhan
عَنْ
أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ ثُمَّ أَرَادَ أَنْ يَعُودَ
فَلْيَتَوَضَّأْ
Artinya: Dari Abu Sa'id
al-Khudri dia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Apabila salah seorang dari kalian menyenggamai istrinya, kemudian
berkehendak untuk mengulanginya lagi maka hendaklah dia berwudhu." (H.R MUSLIM - 466)
· Keterangan
Rasulullah merupakan
pelopor pertama di bidang kesehatan berjimak sebelum ada dokter ataupun ahli
kesehatan. Rasulullah menasehatkan agar suami isteri yang ingin sehat dan
bersenang-senang kembali, hendaklah berwudhu. Ini suatu nasehat yang
sungguh-sungguh berharga, dengan berwudhu suami isteri kembali menjadi segar
dan kesehatannya akan terjamin serta nilai ibadahnya juga ada.
Orang berwudhu itu sudah
ibadah dan seseorang yang melakukan hubungan suami isteri atas dasar ibadah
kepada Allah itu berpahala. Jadi mereka mendapatkan dua pahala sekaligus, tanpa
kehilangan uang untuk membeli obat-obatan perangsang.
16.
Larangan Bersebadan Ketika Isteri Haidh
عَنْ عُمَارَةَ
بْنِ خُزَيْمَةَ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَحِي مِنْ الْحَقِّ لَا
تَأْتُواالنِّسَاءَ فِي أَدْبَارِهِنَّ
Artinya: dari Umarah bin Khuzaimah dari ayahnya
bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Allah tidak malu
dari kebenaran, janganlah kalian menggauli istri-istri didubur mereka."
(AHMAD - 20855)
·
Keterangan
Laranganbersebadan dengan
isteri yang sedang haidh dimaksudkan untuk menjaga kemaslahatan suami maupun
isteri. Bukan sekedar larangan hukum yang bermaksud untuk memisahkan dan
mengucilkan isteri dari suaminya.
Hadis rasulullah ini
diperkuat dengan bukti penelitian kedokteran modern, penelitian membuktikan
adanya bahaya bersebadan dengan isteri yang sedang haidh. Bahaya tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Rasa sakit pada alat
peranakan perempuan, dan terkadang dapat menimbulkan radang rahim karena
rusaknya indung telur, sehingga membahayakan kesehatan si wanita.
b. Alat kelamin pada
laki-laki
17.
Larangan Menceritakan Rahasia Istri kepada
Orang Lain
حَدَّثَنَا
عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ سَعْدٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ
يَقُولُاقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِنْ
أَشَرِّ النَّاسِ عِنْدَ اللَّهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ الرَّجُلَ
يُفْضِي إِلَى امْرَأَتِهِ وَتُفْضِي إِلَيْهِ ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا
Artinya: Abu Sa'id Al Khudri berkata;
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya manusia
yang paling jelek kedudukannya di sisi Allah pada Hari Kiamat ialah seseorang
yang menyetubuhi istrinya dan istri bersetubuh dengan suaminya, kemudian suami
menyebarkan rahasia istrinya." (MUSLIM no. 2597)
· Keterangan
Etika bersama suami isteri
merupakan tanggung jawab bersama dalam memegang rahasia kehidupan dan pergaulan
di dalam rumah tangga. Ketentuan ini untuk menjaga kehormatan suami isteri,
supaya jangan sampai terjadi seorang suami di luar rumahnya merendahkan
martabat isterinya atau seorang isteri diluar rumah merendahkan kehormatan
suaminya. Apabila seorang suami tidak mau menjaga kehormatan isterinya atau
sebaliknya seorang isteri tidak mau lagi memelihara dan memegang teguh rahasia
suaminya maka akan timbul benih-benih permasalahan dalam kehidupan rumah
tangganya. Oleh sebab itu Rasulullah saw memberi ancaman hukuman dan siksa
kepada suami isteri yang melakukan hal tersebut. Seperti contoh apa yang
menjadi rahasia suami isteri di tempat tidur sama sekali haram diceritakan
kepada orang lain. Oleh sebab itu perlu dijaga etika bersama suami isteri
dengan penuh rahasia.
18.
Larangan berkholwat dan
kewajiban menjaga seorang istri
عَنْ
ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَاأَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ وَلَا
تُسَافِرَنَّ امْرَأَةٌ إِلَّا وَمَعَهَا مَحْرَمٌ فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ يَا
رَسُولَ اللَّهِ اكْتُتِبْتُ فِي غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا وَخَرَجَتْ امْرَأَتِي
حَاجَّةً قَالَ اذْهَبْ فَحُجَّ مَعَ امْرَأَتِكَ
Artinya: Dari Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma
bahwa dia mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah
sekali-kali seorang laki-laki berkholwat (berduaan) dengan seorang wanita dan
janganlah sekali-kali seorang wanita bepergian kecuali bersama mahramnya".
Lalu ada seorang laki-laki yang bangkit seraya berkata: "Wahai Rasulullah,
aku telah mendaftarkan diriku untuk mengikuti suatu peperangan sedangkan
istriku pergi menunaikan hajji". Maka Beliau bersabda: "Tunaikanlah
hajji bersama istrimu". (H.R. BUKHARI no. 2784)
· Keterangan
Rasulullah saw
mengingatkan adanya godaan berat bagi suami dan isteri yaitu hadirnya seorang
wanita atau laki-laki lain dalam kehidupan mereka. Dengan kata lain Rasulullah
saw memperingatkan: “jika laki-laki dan perempuan bukan suami isteri
bersepi-sepian, pasti akan terjerumus kedalam perbuatan syetan. Syetan tidak
mengenal siapa yang akan digoda, walaupun ia seorang yang alim sekalipun.
Rasulullah tidak pernah memanggil wanita bukan isterinya untyk bersendirian.
Karena seorang laki-laki tidak boleh besendirian dengan seorang wanita di luar
ikatan suami isteri. Hadis ini diucapkan Rasulullah dalam hubungannya dengan
etika berumah tangga agar suami tidak rusak akhlaknya dengan wanita lain dan si
isteri tidak rusak akhlaknya dengan laki-laki lain.
19.
Etika Wanita Dalam Berdandan
عَنْ غُنَيْمِ
بْنِ قَيْسٍ عَنْ الْأَشْعَرِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ
لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ زَانِيَ
Artinya: dari
Ghunaim bin Qais dari Al Asy'ari ia berkata, "Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Wanita mana saja yang memakai minyak wangi
kemudian melintas pada suatu kaum agar mereka mencium baunya, maka ia adalah
pezina." (NASAI - 5036)
Penjelasan: wanita tidak bisa dilepaskan dri keinginan berfandan yang
menarik, cantik, dan serba menyala. Walaupun merupakan naluri bagi kaum wanita
untuk berdandan dan bersolek, tetapi bersolek dan berdandan harus pada
tempatnya.
Rasulullah Saw. Memberikan ancaman bahwa wanita bersolek di luar rumah sama
dengan perempuan berzina, karena dilihat dari bahayanya yang sangat besar. Hal
ini dikarenakan kebanyak dari wanita yang sudah menjadi isteri kalau dirumah
lebih tidak memperhatikan penampilannya dibandingkan di luar rumahnya.
Rasulullah Saw. Mengingatkan bahwa rusaknya wanita itu diukur dari dandanannya.
Seorang isteri yang baik dan agamanya benar tidak perlu bersaing kosmetik
dengan wanita lain. Dengan banyak berwudhu maka akan menjadi cerah wajahnya,
apalagi jika mau bangun malam dan shalat tahajud.
20.
Etika Berkabung
عَنْ زَيْنَبَ
بِنْتِ أَبِي سَلَمَةَ أَخْبَرَتْهُ قَالَتْ دَخَلْتُ عَلَى أُمِّ حَبِيبَةَ
زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ سَمِعْتُ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ
تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ تُحِدُّ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلَاثٍ
إِلَّا عَلَى زَوْجٍ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا ثُمَّ دَخَلْتُ عَلَى زَيْنَبَ
بِنْتِ جَحْشٍ حِينَ تُوُفِّيَ أَخُوهَا فَدَعَتْ بِطِيبٍ فَمَسَّتْ بِهِ ثُمَّ
قَالَتْ مَا لِي بِالطِّيبِ مِنْ حَاجَةٍ غَيْرَ أَنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْمِنْبَرِ يَقُولُ لَا يَحِلُّ
لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ تُحِدُّ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ
ثَلَاثٍ إِلَّا عَلَى زَوْجٍ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا
Artinya: dari Zainab binti Abu Salamah bahwa
dia mengabarkannya, katanya; Aku pernah menemui Ummu Habibah radliallahu 'anha,
isteri Nabi Shallallahu'alaihiwasallam. Lalu dia berkata; Aku mendengar
Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Tidak halal bagi wanita
yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir untuk berkabung melebihi tiga hari
kecuali bila ditinggal mati suaminya yang saat itu dia boleh berkabung sampai
empat bulan sepuluh hari". Lalu aku menemui Zainab binti Jahsy ketika
saudara laki-lakinya meninggal dunia. Saat itu dia meminta minyak wangi lalu
memakainya kemudian berkata, "Aku sebenarnya tidak memerlukan minyak wangi
seandainya aku tidak mendengar Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda
dari atas mimbar: tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan
hari akhir berkabung atas mayit melebihi tiga hari selain karena kematian
suaminya, boleh hingga empat bulan sepuluh hari. (BUKHARI - 1202)
Penjelasan: aturan atau
tata kesopanan ketika isteri menghadapi kematian suaminya oleh Islam telah
diatur sedemikian rupa. Seorang wanita yang anggota keluarganya meninggal, maka
hanya diperbolehkan berkabung, bersedih atau menangis selama tiga hari saja.
Tetapi jika suaminya meninggal, maka isteri boleh berkabung selama empat bulan
10 hari.
Berkabung saat kematian
keluarga, yaitu dengan tidak memakai wangi-wangian, tidak keluar dari rumahnya,
tidak berpakaian yang memikat atau menyala.
C.
Tanggung Jawab Orang Tua Kepada Anak
21.
Membimbing Anak dalam hal ibadah dan bergaul
عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ
جَدِّهِ قَالَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرُوا
أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ
عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
Artinya: dari
Amru bin Syu'aib dari Ayahnya dari Kakeknya dia berkata; Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: Perintahkanlah anak-anak kalian untuk melaksanakan
shalat apabila sudah mencapai umur tujuh tahun, dan apabila sudah mencapai umur
sepuluh tahun maka pukullah dia apabila tidak melaksanakannya, dan pisahkanlah
mereka dalam tempat tidurnya." (H.R. ABU DAUD no. 418)
22.
Posisi Anak di Mata orang tuanya
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْقَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَطْيَبَ مَا أَكَلْتُمْ مِنْ كَسْبِكُمْ
وَإِنَّ أَوْلَادَكُمْ مِنْ كَسْبِكُمْ
Artinya: Dari
'Aisyah ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya makanan yang paling baik untuk kalian adalah dari hasil
usaha kalian, dan anak-anak kalian adalah hasil usaha kalian." (H.R
IBNUMAJAH no. 2281)
23.
Keutamaan menafkahi keluarga
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي رَقَبَةٍ وَدِينَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى
مِسْكِينٍ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِي
أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ
Artinya: Dari Abu Hurairah ia berkata;
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Dinar (harta) yang kamu
belanjakan di jalan Allah dan dinar (harta) yang kamu berikan kepada seorang
budak wanita, dan dinar yang kamu sedekahkan kepada orang miskin serta dinar
yang kamu nafkahkan kepada keluargamu. Maka yang paling besar ganjaran
pahalanya adalah yang kamu nafkahkan kepada keluargamu." (H.R MUSLIM -
1661).
24.
Berlaku ‘Adil terhadap Putra-Putrimu
عَنْ حَاجِبِ بْنِ الْمُفَضَّلِ بْنِ
الْمُهَلَّبِ عَنْ أَبِيهِ قَالَ سَمِعْتُ النُّعْمَانَ بْنَ بَشِيرٍ يَقُولُقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اعْدِلُوا بَيْنَ
أَوْلَادِكُمْ اعْدِلُوا بَيْنَ أَبْنَائِكُمْ
Artinya: dari
Hajib bin Al Mufadldlal bin Al Muhallab dari Ayahnya ia berkata, "Aku
mendengar An Nu'man bin Basyir berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Berlakulah adil kepada anak-anakmu, berlakulah adil
kepada anak-anakmu." (H.R ABU DAUD no. 3077)
25.
Ngga sayang maka tak disayang
حَدَّثَنَا أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَقَبَّلَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَسَنَ بْنَ عَلِيٍّ وَعِنْدَهُ
الْأَقْرَعُ بْنُ حَابِسٍ التَّمِيمِيُّ جَالِسًا فَقَالَ الْأَقْرَعُ إِنَّ لِي
عَشَرَةً مِنْ الْوَلَدِ مَا قَبَّلْتُ مِنْهُمْ أَحَدًا فَنَظَرَ إِلَيْهِ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ مَنْ لَا يَرْحَمُ
لَا يُرْحَمُ
Artinya: Telah
menceritakan kepada kami Abu Salamah bin Abdurrahman bahwa Abu Hurairah
radliallahu 'anhu berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah
mencium Al Hasan bin Ali sedangkan disamping beliau ada Al Aqra' bin Habis At
Tamimi sedang duduk, lalu Aqra' berkata; "Sesungguhnya aku memiliki sepuluh
orang anak, namun aku tidak pernah mencium mereka sekali pun, maka Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam memandangnya dan bersabda: "Barangsiapa tidak
mengasihi maka ia tidak akan dikasihi." (H.R BUKHARI no. 5538)
Sumber : Buku Pedoman Keluarga Sakinah