Kamis, 17 Desember 2015

Tafsir al-Maraghi (Studi Kitab Tafsir Modern)



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Ahmad Musthafa al-Maraghi memiliki nama lengkap Ibnu Mustofa Ibnu Muhammad Ibnu Abdul Mun’im al-Maraghi. Beliau ialah seorang ahli tafsir terkemuka dari kebangsaan Mesir, murid dari syekh Muhammad Abduh.Al-Maraghi dilahirkan pada tahun 1881 M (1298 H) di sebuah kampung di negara Mesir yang disebut dengan nama Maragah.[1]
Setelah beranjak dewasa, Ahmad Musthafa al-Maraghi pindah ke Kairo untuk mendalami berbagai cabang ilmu keislaman, seperti bahasa Arab, Balaghah, tafsir, ilmu Qur’an dan hadis ushul fiqh, dll. Setelah menguasai dan mendalami cabang-cabang ilmu keislaman, dia mulai dipercaya oleh pemerintahnya untuk memegang jabatan yang penting dalam pemerintahan.[2]
Semasa hidupnya al-Maraghi banyak menulis karya, salah satunya yang paling terkenal adalah kitab tafsir yang berjudul tafsir al-Qur’an al-Karim yang dikenal dengan nama Tafsir al-Maraghi yang dinisbahkan pada nama tempat kelahirannya al-Maraghah.Penafsiran al-Qur’an Al-Maraghi bercorak Adabi Ijtima’i, yaitu corak penafsiran yang menekankanpenjelasan tentang aspek-aspek yang terkait dengan ketinggian gaya bahasa al-Qur’an. Sehingga kitab Tafsir al-Maraghi dikenal sebagai sebuah kitab tafsir yang mudah dipahami dan mudah dibacaoleh masyarakat secara umum. Hal ini sesuai dengan tujuan pengarangnya, seperti yang diceritakan dalam muqadimahnya yaitu untuk menyajikan sebuah buku tafsir yang mudah dipahami oleh masyarakat secara umum. Mustofa al-Maraghi meninggal dunia pada tahun 1317 H.[3]



Pada pembahasan tafsirnya, beliau juga memperbincangankan integrasi al-Qur’an dengan sains untuk membuktikan kemu’jizatan al-Qur’an dari aspek ilmiah agar dapat memberikan alasan yang logis guna mempertegas kebenaran al-Qur’an.
Makalah ini akan lebih memperdalam bahasan tentang penafsiran al-Maraghi yang bercorak Adabi Ijtima’idengan rumusan masalah yang telah kami temukan yaitu:


B.     Rumusan Masalah
1.      Mengapa tafsir al-Maraghi disebutsebagai kitab tafsir yang bercorak Adabi Ijtima’i?
2.      Bagaiamana contoh penafsiran al-Maraghi untuk membuktikan corak Adabi Ijtima’i?


C.    Tujuan Penulisan
1.      Mampu memahami penafsiran al- Maraghi yang bercorak Adabi Ijtima’i.
2.      Mengetahui contoh penafsiran bercorak Adabi Ijtima’i dalam kitab tafsir karya al-Maraghi.

















BAB II
PEMBAHASAN

A.      Tafsir al-Qur’an Al-Maraghi  yang Bercorak Adabi Ijtima’i
Tafsir al-Maraghi merupakan salah satu kitab tafsir terbaik di abad modern. al-Maraghi merasa berkewajibanmemikirkan lahirnya sebuah kitab tafsir yang mempunyai warna tersendiri dengangaya bahasa yang mudah dicerna oleh alam pikiran saat ini. Al-Maraghi mencoba menunjukkan kaitan ayat-ayat al-Qur’an dengan pemikiran ilmu pengetahuan lain.[4]
1.      Pengertian Tafsir Corak Adabi Ijtima’i
Tafsir corak Adabi Ijtima’i adalah corak penafsiran yang menekankan pada penjelasan tentang aspek-aspek yang terkait dengan ketinggian gaya bahasa al-Qur’an atau uraian dalam kitab tafsirnya menggunakan bahasa yang indah dan menarik dengan beroreintasi pada sastra, kehidupan budaya dan kemasyarakatan, sehingga mudah dipahami dan mudah dibacaoleh masyarakat secara umum.Mufassirmengaitkan sekaligus menerangkan makna ayat-ayat Al-Qur’an dengan keadaan sosial kemasyarakatan, sehingga beliau dapat memberikanjalan keluar bagi persoalan kaum muslimin secara khusus, dan persoalan umat manusia secara universal sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh Al-Qur’an.[5]
2.      Ciri-ciri Penafsiran Adabi Ijtima’i
a.       Meninggalkan istilah- istilah yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan
Al-Maraghi sengaja meninggalkan istilah-istilah yang berhubungandengan ilmu-ilmu yang lain yang diperkirakan bisa menghambat parapembaca dalam memahami isi al-Qur’an. Misal ilmu nahwu, saraf, ilmubalaghah dan sebagainya.[6]
b.      Gaya bahasa yang mudah dicerna oleh alam pikiran saat ini
Setiap orangharus diajak bicara sesuai dengan kemampuan akal mereka.[7]
c.       Seleksi terhadap kisah-kisah yang terdapat di dalam kitab Israilliyat
Merupakan salah satu usaha yang dilakukan al-Maraghi terhadap cerita-ceritaIsrailiyat, karena melihat salah satu kelemahan kitab-kitab tafsir terdahulu adalahdimuatkan cerita-cerita yang berasal dari ahli kitab (Israilliyat), padahal ceritatersebut belum tentu benar.[8]
d.      Memperbincangankan integrasi al-Qur’an dan sains
Untuk membuktikan kemu’jizatan al-Qur’an dari aspek ilmiah agar dapat memberikan alasan yang logis guna mempertegas kebenaran al-Qur’an.

3.      Latar Belakang Penulisan Tafsir Corak Adabi Ijtima’i
Dari masa ke masa metode penafsiran terus berkembang. Banyak yang beranggapan bahwa Islam sebagai agama yang tidak memerlukan sains dan teknologi, bahkan tidak mau mengakui kemajuan sains yang pernah disumbangkan oleh Islam pada abad kejayaan Islam. Al-Qur’an dianggap dinyatakan sebagai kitab yang tidak relevan dengan perkembangan zaman atau tidak sejalan dengan dunia intelektual, sehingga tidak dapat member solusi dalam berbagai permasalahan manusia. Untuk menghadapi anggapan-anggapan yang selalau berpegang pada logika tersebut. Dengan corak tersebut, al-Maraghi mencoba mengintegrasi ayat-ayat al-Qur’an dengan sains guna membuktikan kemu’jizatan al-Qur’an dari aspek ilmiah, karena pada saat itu, sains sebagai suatu ilmu yang bisadijadikan untuk mempertegas kebenaran al-Qur’an.[9]
Tafsir al-Maraghi merupakan salah satu kitab tafsir terbaik di abad modernini. Latar Belakang penulisan kitab tersebut secara implisitnya dapat dilihat di dalam muqaddimahtafsirnya itu bahwa penulisan kitab tafsir ini karena dipengaruhi oleh dua faktor:
a.      Faktor eksternal
Beliau banyak menerima pertanyaan-pertanyaan dari masyarakatyang berkisar pada masalah tafsir apakah yang paling mudah difahami danpaling bermanfaat bagi para pembacanya serta dapat dipelajari dalam masayang singkat. Mendengar pertanyaan-pertanyaan tersebut, beliau merasaagak kesulitan dalam memberikan jawaban dari pertanyaan-pertanyaantersebut. Masalahnya, sekalipun kitab-kitab tafsir itu bermanfaat, karenatelah mengungkapkan persoalan-persoalan agama dan macam-macamkesulitan yang tidak mudah untuk difahami, namun kebanyakkan kitabtafsir itu telah banyak dibumbui dengan menggunakan istilah-istilah ilmulain, seperti ilmu balaghah, nahwu, sorof fiqh, tauhid dan ilmu-ilmulainnya, yang semuanya itu merupakan hambatan bagi pemahaman al-Qur’an secara benar bagi pembacanya.
Di samping itu ada pula kitab tafsir pada saat itu sudah dilengkapipula dengan penafsiran-penafsiran atau sudah menggunakan analisa-analisa ilmiah tersebut belum dibutuhkan pada saat itu dan jugamenurutnya al-Qur’an tidak perlu ditafsirkan dengan menggunakananalisa-analisa ilmiah yang mana ilmu ini, (analisa ilmiah) hanya berlakuuntuk seketika (reatif), karena dengan berlalunya atau waktu, sudah tentusituasi tersebut akan berubah pula, sedangkan al-Qur’an tidak berlakuhanya untuk zaman-zaman tertentu, tetapi Al-Qur’an berlaku untuksepanjang zaman.[10]
b.      Faktor Internal
Faktor ini berasal dari diri al-Maraghi sendiri yaitubahwa beliau telah mempunyai cita-cita untuk menjadi obor pengetahuanIslam terutama di bidang ilmu tafsir, untuk itu beliau merasa berkewajibanuntuk mengembangkan ilmu yang sudah dimilikinya.Barangkat dari kenyataan tersebut, maka al-Maraghi yang sudahberkecimpung dalam bidang bahasa arab selama setegah abad lebih, baikbelajar, maupun mengajar, merasa terpanggil untuk menyusun suatu kitabtafsir dengan metode penulisan yang sistematis, bahasa yang simple danelektif, serta mudah untuk difahami.[11]
4.      Sistematika dan langkah-langkah penulisan yang digunakan di dalam tafsir Al-Maragi adalah sebagai berikut :
a.       Menghadirkan satu, dua atau sekelompok ayat yang akan ditafsirkan.
Pengelompokan ini dilakukan dengan melihat kesatuan inti atau pokok bahasan, ayat ayat ini diurut sesuai tertib ayat mulai dari surat al-fatihah hingga an-nas (metode tahlili).
b.      Penjelasan kosa kata (Syarah al-mufradat)
Setelah menyebutkan satu, dua atau kelompok ayat, Al-Maragi melanjutkannya dengan menjelaskan beberapa kosa kata yang sukar menurut ukurannya, dengan demikian, tidak semua kosa kata dalam sebuah ayat dijelaskan melainkan dipilih beberapa kata yang bersifat konotatif atau sulit bagi pembaca.
c.       Makna ayat secara umum (Ma’na Ijmali)
Dalam hal ini Al-Maragi berusaha menggambarkan maksud ayat secara global, yang dimaksudkan agar pembaca sebelum melangkah kepada penafsiran yang lebih rinci dan luas ia sudah memiliki pandangan umum yang dapat digunakan sebagai asumsi dasar dalam memahami maksud ayat tersebut lebih lanjut, kelihatannya pengertian secara ringkas yang diberikan oleh Al-Maragi ini merupakan keistimewaan dan sesuatu yang baru, dimana sebelumnya tidak ada mufasir yang melakukan hal serupa.
d.      Menjelaskan sebab-sebab turun ayat
Jika ayat-ayat tersebut mempunyai asbab al-Nuzul berdasarkanriwayat shahih yang menjadi pegangan para mufassir, maka al-Maraghi
menjelaskan terlebih dahulu.
e.       Menjelaskan hubungan dan munasabat antara ayat
Menjelaskan hubungan antara ayat yang akan dibahas dengan ayat-ayat yang sudah dibahas di dalam tafsirnya, sehingga pembaca bisa mengetahui segi kesatuan tema (al-wihadat al-muadlu ‘iyyah) di dalam ayat-ayat dan surat-surat al-Qur’an.[12]
B.     Contoh Penafsiran Bercorak Adabi Ijtima’i Dalam Kitab Tafsir Karya Al-Maraghi
Salah satu ciri dari penafsiran al-Maraghi adalah dengan mengambil penjelasan dari sumber yang ahli dalam bidang tertentu yang hanya bisa dijelaskan dengan ahlinya. Berikut adalah contohnya:
1.      QS. Al-Baqarah 261[13]
مَّثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنبُلَةٍ مِّئَةُ حَبَّةٍ وَاللّهُ يُضَاعِفُ لِمَن يَشَاءُ
Artinya : Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki.
a.       Penafsiran kata-kata sulit
سَبِيلِ اللّهِ        : adalah sesuatu yang bisa menyampaikan seseorang kepada keridhoan Allah.
حَبَّةٍ                        : adalah kata tunggal dari al-Hab artinya bebijian yang di tanam dari pohon dan menjadi makanan pokok (padi, gandum, dll).
b.      Pengertian secara ijmal (umum)
Allah swt menjelaskan di sini mengenai keutamaan menginfakkan harta di jalan-Nya, Allah menegaskan bahwa amal kebaikan itu pahalanya akan di lipat gandakan oleh Allah menjadi 700 kali lipat. Dalam hal ini Allah mencotohkannya dengan padi (gandum/bulir) sebagai ibaratnya.
Selanjutnya Allah menjelaskan bahwa membangkit-bangkitkan (kebaikan yang dilakukan) yang menyakiti adalah menghilangkan pahalanya). Dan ini sama saja dengan riya. Dalam hal ini, Allah menggambarkan sebagai batu licin yang sebagai ibaratnya.



c.       Penjelasan
Perumpamaan orang-orang yang meginfakkan harta karena dorangan mendapatkan ridha Allah balasan yang baik darinya seperti orang yang menanam satu biji di tanah yang sangat subur. Lalu, benih tersebut akan membuahkan tujuh bilir (tangkai), yang setiap bulir akan menumbuhkan 100 bebijian. Hal ini seperti dapat kita saksikan dalam tetumbuhan yang berbiji, seperti jagung, gandum, padi, dll.
Beliau mengambil penjelasan dari hasil penelitian uji coba koperasi pertanian di Mesir. Sebagai anggota pertanian koperasi pertanian Mesir telah menerapkan dan menyelidiki ayat tersebut secara ilmiah di ladang-ladang gandum yang telah di khususkan untuk percobaan ini. Akhirnya, percobaan ini membawa hasil yang membuktikan bahwa satu bibit biji tidak hanya menumbuhkan satu bulir, tetapi lebih banyak dariitu. Satu bulirnya, terkadang mengandung 40 biji, 50 atau 60 biji bahkan lebih banyak lagi.
Pada tahun 1942 salah seorang peneliti koprasi telah menemukan satu bibit yang bisa menumbuhkan 700 buah biji. Kemudian hasil penyelidikannya ini diperlihatkan kepada seluruh anggota khusus koprasi dalam suatu perkumpulan mereka. Mereka semua melihat bulir-bulir tersebut dan menghitungnya satu persatu. Setelah itu mereka baru percaya apa yang dikatakan oleh teman mereka. Semuanya berterimakasih kepada rekannya yang telah melakukan percobaan tersebut.
Pada perkembangannya, zamanlah yang akan menceritakan kepada kita tentang hal-hal yang disebutkan di dalam al-Qur’an, meski membutuhkan waktu yang cukup lama. Setiap ada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka makin nyatalah kebenaran yang diceritakan al-Qur’an.
Kesimpulannya bahwa orang yang berinfak kedalam rangka mengharap ridho Allah dan meninggikan kalimahnya sama dengan halnya seseorang yang menumbuhkan benih di dalam tanah yang paling subur sehingga hasilnya sangat baik. Dan ketika panen akan memetik hasilnya 700 kali lebih banyak dari aslinya.



وَاللّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Artinya : Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. 
Allah memberikan tambahan padanya dengan tambahan yang tak terhitung lagi.
2.      QS. Ali-Imran 27[14]
تُولِجُ اللَّيْلَ فِي الْنَّهَارِ وَتُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ وَتُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَتُخْرِجُ الَمَيَّتَ مِنَ الْحَيِّ وَتَرْزُقُ مَن تَشَاء بِغَيْرِ حِسَابٍ
Artinya: Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup . Dan Engkau beri rezki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas)".
a.       Penafsiran kata-kata sulit
وَتُولِجُ: memasukkan, yang dimaksutkan bertambahnya waktu siang di bangding malam hari, berdasarkan tempat-tempat terbit dan tenggelamnya matahari dan sebagian besar negara-negara (di dunia ini).
b.      Pengertian Secara Ijmal
Ayat ini turun sebagai hiburan untuk Nabi saw dalam menghadapi keingkaran orang-ornag yang ingakar dan takaburnya orang-ornga yang tidak percaya. Sekaligus peringatan bagi beliau akan kekuasaan Allah yang mampu menolong agama-Nya dan meluhurkan kalimah-Nya. Allah berfirman kepada Nabi saw: “andaikata orang-orang yang ingkar tersebut berpaling darimu, dan mereka tidak bisa disadakan melalui bukti, sehingga orang-orang musyrik tetap dalam kebodohannya, dan kaum ahlu ‘i-kitabtetap pada pendiriaanya maka kamu harus kembali kepada Allah swt. Dan berlindung kepada-Nya, dengan berdoa dan memuji-Nya. Engkau harus ingat bahwa segala sesuatu itu berada dalam kekuasan-Nya, Allah berbuat sesuatu sesuai dengan kehendak-Nya.
Al-Wahidiy meriwayatkan sebuah hadis dari Ibn Abbas dan Anas bin Malik, bahwa ketika Rasulullah menaklukkan kota Makkah, beliau menjajikan kepada umatnya akan kerajaan Persia dan Romawi. Kemudian orang-orang Yahudi dan munafik berkata
 “alangkah jauhnya, dari manakah kamu Muhammad akan mendapatkan kerajaan Persia dan Romawi, sedang mereka jauh lebih kuat dan mulia dibandingkan kemenanganmu ini. Tidak cukupkah bagi Muhammad Makkah dan Madinah, sampai ia hemdak menaklukkan Persia dan Romawi?” Kemudian Allah swt menurunkan ayat di atas.
c.       Penjelasan
تُولِجُ اللَّيْلَ فِي الْنَّهَارِ وَتُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ
Sesungguhnya, Engkaulah yang memasukkan sebagian dari waktu malam kedalam siang, sehingga siang menjadi bertambah panjang. Engkaulah yang memasukkan waktu siang kedalam malam seingga menjadi panjanglah waktu malam lanaran siang di perpendek waktunya.
Kesimpulan: sesungguhnya hikmah-Mulah yang mengatur penciptaan bumi dalam bentuk bulat ini, dan yang menjadikan matahari dalam tatanan yang khusus. Salah satu di antara malam dan malam diperpanjang waktunya, yang menyebabkan meyusutnya waktu lainnya.
Semua itu bukanlah sesuatu yang sulit setelah engkau memberikan kenabian dan kerajaan pada ornag yag engkau kehendaki. Seperti terhadap Muhammad dan umatnya, yang tatkala itu adalah orang-rang Arab. Tidak sulit pula bagi-Mu mencabut kenabian dan kerajaan dari orang-ornag yang Engkau kehendaki, seperti yang engkau tunjukkan kepada kaum Bni Israil.
Perumpamaan Tasharruf-Mu dalam mengatur urusan-urusan umat manusia tidak lain bagai Tasharruf-Mudalam mengatur malam dan siang.

وَتُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ
Seperti menjadikan orang pandai yang semula bodaoh, dan menjadikan seorang kafir mnejadi beriman (hidup dan mati pengertiannya abstrak atau maknawi). Dan pohon kurma yang berasal dari biji, manusia yang berasal dari air mani, brung berasal dari telur (hidup dan mati di sini adalah konkret).




وَتُخْرِجُ الَمَيَّتَ مِنَ الْحَيِّ
Seperti menjadikan orang bodoh, padahal semula pandai. orang mukmin di jadikan kafir, biji dari pohon kurma, dan telur dari burung.
Penelitian medis: dalam air mani, telur dan biji-bijian terkandung kehidupan
Para ahli kedokteran telah membuktikan bahwa dalam air mani, telur bintang dan bebijian terkandung ehidupan. Tetapi kehidupan dalam arti kejuruan, bukan pengertian kehidupan yang umum, seperti yang biasa dikatakan oleh wahyu.
Dokter Abdul Aziz Basho Ismail mengatakan dalam bukunya al-Islamu wath-thibbul-hadis (Islam dan ilmu kedokteran modern) dikatakan dalam penafsiran ayat ini contohnya adalah seperti penciptaan hewan dari air mani, dan air mani dai hewan. Tetapi air mani itu ssendiri adalah makhluk hidup. Karena itu penafsiran seperti di atas tidaklah tepat untuk mengulas ayat ini. Dan apabila dikatakan sesungguhnya makna ayat ini adalah penciptaan adam dari tanah, yang maksutnya adalah penciptaan makhluk hidup dari barang mati, maka inilah makna yang benar. Tetapi pada hakikatnya bukanlah itu yang dimaksut oleh ayat ini. Hanya Allahlah Yang Maha Mengetahui. Sebab ayat ini menunjukkan akan peciptaan sesuatu yang bersifat biasa terjadi setiap harinya. Sebagai bukti adalah datangnya ayat tersebut setelah ayat:
تُولِجُ اللَّيْلَ فِي الْنَّهَارِ وَتُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ
Dengan pengertian silih berganti, dimanahal ini menunjukkan sesuta yang ladzim. Maksutnya, Allah memberikan perumpamaan kepada kita kepada contoh-contoh yang bisa kita saksikan sehari-hari.




3.      An-Nahl: 68-69[15]
وَأَوْحَى رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتاً وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُونَ
ثُمَّ كُلِي مِن كُلِّ الثَّمَرَاتِ فَاسْلُكِي سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلاً يَخْرُجُ مِن بُطُونِهَا شَرَابٌ مُّخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيهِ شِفَاء لِلنَّاسِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia",. kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan
a.       Penfasiran kata sulit
أوْحَى        :Mengilhamkan dan mengarkan
بُيُوتاً         : Saran
يَعْرِشُونَ    : mereka mgangkat pelepah kurma dan atap
سُبُلَ          : bentuk jamak dari sabil yang berati jalal
ذلُلاً          : bentuk jamak dari dalul yang berarti patuh dan taat
شَرَابٌ       : madu
مُّخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ: beraneka warna, dari putih, kuning, dan hitam sesuai dengan perbedaan tempat tumbuh.
b.      Pengertian secara ijmal
Dalam ayat ini Allah kembali menjajikan beberapa dalil tauhid yang merupakan pors segala permasalahan di dalam agama Islam dan seluruh agama samawi. Dia telah mengeluarkan madu dari lebah yang di dalamnya terdapat obat yang menyembyhkan manusia. Seiring dengan penjelasan itu Allah menjelaskan bahwa, Dia mengilhamkan kepada lebah agar membuat sarang dan mencari rizkinya dari segala pejuru bumi.



c.       Penjelasn
وَأَوْحَى رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ
Tuhanmu mengilhamkan dan membisikkan kepada lebah, serta mengajarinya berbagai pekerjaan yang embuatnya diduga sebagai mahkluk berakal.
Penghidupan lebah di dalam rumahya
Para ahli kebidanan telah mempelajari tentang lebah. Dalam hal ini mereka telah mencapai beberap perkara: pertama, lebah hidup dalam kelompok-kelompok besar yang jumlah sebagiannya mencapai kurang lebih 50.000 lebah. Kedua, dalam setiap rumah lebah terdapat satu betina besar disebut ratu yang paling besar tubuhnya di antara mereka. Ketiga lapisan lebah (patuh, lebah jantan, pekerja) hidup di dalam rumahnya seara bergotong royong dan sangat teratur.
Pada sebagian rumah lebah terdapat penyimpanan madu dan pada sebagian lain mereka memelihara lebah-lebah kecil. Tidak mungkin seorang arsitek yang pandai sekalipun akan dapat membangun rumah-rumah seperti itu meskipun dengan menggunakan alat seperti jangka dan penggaris. Al-Jahari mengatakan Allah mengilhamkan kepadanya agar membangun rumahny dalam bentuk persegi enam supaya tidak rusak dan tidak berlubang.
أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتاً وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُونَ
Buatlah rumah-rumahmu di bukit-bukit sebagai tempatmu berlindung atau dipepohonan, dan atau dirumah-rumah, atap, pelepah kurma, dsb.
ثُمَّ كُلِي مِن كُلِّ الثَّمَرَاتِ
Kemudian makanlah hai lebah dari setiap buah-buahan yang kamu ingini baik rasanya manis, pahit, ataupun antara keduanya.
فِيهِ شِفَاء لِلنَّاسِ
Karena ia berguna bagi pengobatan banyak penyakit dan sering dimasukkan dalam komposisi ramuan dan obat-obatan ilmu kedokteran modern telah menetpkan bahwa madu mempunyai beberapa faedah. Menurut Abdul Aziz Pasha di dalam buku al-Islam al-Tibbul-hadis: komposisi kimiawi madu ialah 40% glukosa, 45% lifiluza, 25% air.
Kandungan dari madu dapat digunakan sebagai penguat, menolak racun, ganguan pada perut, usus, radang paru-paru, radang otak, tipus, demam, campak, lemah jantung, dll. Dan di al-Qur’an tidak djelaskan bahwa madu didapatkan secara kebetulan tetapi merupakan wahyu dari Allah yang menciptakan manusia dan lebah serta mengetahui hubungan masing-masing di antara keduanya.













BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Penafsiran al-Qur’an Al-Maraghi bercorak Adabi Ijtima’i, yaitu corak penafsiran yang menekankanpenjelasan tentang aspek-aspek yang terkait dengan ketinggian gaya bahasa al-Qur’an.Ciri-ciri Penafsiran Adabi Ijtima’i;Meninggalkan istilah- istilah yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, Gaya bahasa yang mudah dicerna oleh alam pikiran saat ini, Seleksi terhadap kisah-kisah yang terdapat di dalam kitab Israilliyat, Memperbincangankan integrasi al-Qur’an dan sains.
Sistematika dan langkah-langkah penulisan kitab tafsir ini Menghadirkan satu, dua atau sekelompok ayat yang akan ditafsirkan, Penjelasan kosa kata (Syarah al-mufradat), Menjelaskan sebab-sebab turun ayat, Menjelaskan hubungan dan munasabat antara ayat.



[1]Hasan Zaini, Tafsir temati ayat-ayat kalam tafsir al-araghi, (Jakarta: pedoman ilmu jaya, 1997), hlm 15.
[2]Adib Shohibul, dkk, Ulumul Qur’an: Profil Para Mufassir Al-Qur’an Dan Para Pengkajinya, (Banten : Pustaka Dunia, 2011), hal 177.
[3]Dewan redaksi ensiklopedi Islam, ensiklopedi islam di Jakarta: ikhtiar baru van hoev, 1993), cet 1, hlm 165.
[4]Ahmad mustofa al-Maraghi, tafsir al-maraghi, terj: bahrun abu bakar, (semarang: toha putra, 1992), juz 1, hlm 18.
[5]M syarifuddin, anwar, corak penafsiran (http: metode tafsir blok mengajar, 2009)
[6]Ahmad mustofa al-Maraghi, tafsir al-maraghi, terj: bahrun abu bakar, (semarang: toha putra, 1992), juz 1, hlm 18.
[7]Ahmad mustofa al-Maraghi, tafsir al-maraghi, terj: bahrun abu bakar, (semarang: toha putra, 1992), juz 1, hlm 19.
[8]Ahmad mustofa al-Maraghi, tafsir al-maraghi, terj: bahrun abu bakar, (semarang: toha putra, 1992), juz 1, hlm 22.
[9][9] J. J. G. Jansen, the interpretation of the Qur’an in the modern Egypt (laiden: E. J Berll, 1974), hlm 35.
[10]Ahmad mustofa al-Maraghi, tafsir al-maraghi, terj: bahrun abu bakar, (semarang: toha putra, 1992), juz 1, hlm 1.
[11]Ahmad mustofa al-Maraghi, tafsir al-maraghi, terj: bahrun abu bakar, (semarang: toha putra, 1992), juz 1, hlm 2.
[12]             Adib Shohibul, dkk, Ulumul Qur’an: Profil Para Mufassir Al-Qur’an Dan Para Pengkajinya(Banten : Pustaka Dunia, 2011), hal 180-181.
[13]             Ahmad mustofa al-Maraghi, tafsir al-maraghi, terj: bahrun abu bakar, (semarang: toha putra, 1992), juz 4, hlm 52
[14]             Ahmad mustofa al-Maraghi, tafsir al-maraghi, terj: bahrun abu bakar, (semarang: toha putra, 1992), juz 4, hlm 239
[15]             Ahmad mustofa al-Maraghi, tafsir al-maraghi, terj: bahrun abu bakar, (semarang: toha putra, 1992), juz 14, hlm 193

3 komentar:

  1. insyaAllah mas iqbal..syukron :)

    BalasHapus
  2. Apakah kamu sudah tau prediksi mbah jambrong yang jitu? bila belum baca Prediksi jitu mbah jambrong

    BalasHapus
  3. Terima kasih ilmunya, tafsir2 yg berjilid memang pd akhirnya sulit untuk membuat kesimpulannya, gen. Milenial mencari yg mudah dipahami, simpel, 'user friendly', itu tantangan penafsir ke depan...


    My blog:

    https://oakunambahilmu.wordpress.com/


    BalasHapus