Kamis, 12 November 2015

TELADAN TASAWUF NABI MUHAMMAD SAW




Disusun : Ulfah Kholiliana N
Tasawuf adalah upaya melatih jiwa dalam melakukan hubungan dengan Tuhan agar dapat membebaskan diri dari pengaruh kehidupan dunia, sehingga tercermin akhlak yang mulia dan lebih dekat dengan Sang Pencipta.
Tujuan dari tasawuf adalah untuk memperoleh suatu hubungan khusus langsung dari Allah SWT dengan penuh kesadaran bahwa manusia sedang berada di hadirat Allah SWT. Kesadaran tersebut akan menuju konteks komunikasi dan dialog antara ruh manusia dengan Allah SWT melalui cara mengasingkan diri.
Kehidupan Nabi Muhammad SAW dalam kesehariannya, menurut Yunasril Ali adalah kehidupan sufi yang murni dan menjadi inti dari kehidupan Islam yang sebenarnya. Beliau SAW dapat menjadi tauladan bagi siapa saja yang menginginkan kehidupan sejahtera lahir dan batin serta selamat didunia dan diakhirat.
Secara umum, kehidupan tasawuf  Nabi Muhammad SAW terbagi menjadi dua fase. Pertama,  kehidupan tasawuf Nabi Muhammad sebelum diangkat sebagai Rasul. Pada fase ini terdapat dua pendapat, yaitu menurut Abu al-Wafa’ pertumbuhan tasawuf pada mulanya dapat dipandang ketika Nabi Muhammad SAW suka menyendiri, berkhalwat atau bertahanuts di Gua Hira’. Di Gua Hira’ beliau melatih diri untuk menjauhi keramaian hidup, menghindari kelezatan dan kemewahan dunia, bertekun, berjihad, tafakkur, berfikir, menghindari makan dan minum yang berlebihan, dan memperhatikan keadaan alam dan susunannya, memperhatikan segala-galanya dengan mata hatinya.
Kehidupan tasawuf pada diri Nabi Muhammad SAW tersebut membuat kalbu beliau menjadi jernih dan menjadi pengantar terhadap kenabian beliau, sehingga cahaya kenabian dalam diri beliau menjadi kuat. Keadaan ini berlangsung hingga Malaikat Jibril menyampaikan wahyu pertama kepada Nabi SAW sekaligus diangkat oleh Allah SWT sebagai Rasul.
Sedangkan menurut Yunasril Ali, tahannuts Nabi Muhammad SAW  tidak dapat dijadikan awal munculnya tasawuf, karena terjadi sebelum Al-Qur’an diturunkan. Hanya perikehidupan Rasul setelah turun Al-Qur’anlah yang dapat dipandang sebagai awal tasawuf Islam. Tahannuts Rasulullah di Gua Hira’ memang untuk memusatkan rohani, tetapi karena hal itu bukan dari ajaran Allah yang diturunkan setelah datangnya syari’at Islam, maka tahannuts Rasul tersebut tidak dapat dijadikan sumber tasawuf dalam Islam.
Manfaat dari jalan yang ditempuh para sufi dengan mengikuti tahannuts  Nabi Muhammad SAW di dalam gua Hira’ menurut Imam Ghazali ada tiga, yaitu pemusatan diri dalam beribadah dan berfikir, mengakrabkan diri di dalam munajat dengan Allah dengan menghindari perhubungan diantara para makhluk, dan menyibukkan diri dengan menyingkapkan rahasia-rahasia Allah tentang persoalan dunia dan akhirat maupun kerajaan langit dan bumi.
Kedua, setelah Nabi Muhammad menjadi Rasul Allah, mulailah beliau mengajak manusia membersihkan rohaninya dari kotoran-kotoran syirik dan nafsu amarah yang tidak sesuai dengan fitrah aslinya. Beliau berdakwah menyeru manusia memperteguh tauhid dan mempertinggi akhlaknya untuk mencapai keridhaan Allah. Pada fase ini ditandai dengan askestisme serta pembatasan diri dalam makan maupun minum, dan penuh makna-makna rohaniah yang merupakan sumber kekayaan bagi para sufi.
http://www.dudung.net/images/quran/20/20_1.pngNabi Muhammad SAW selalu mewajibkan diri tetap dalam keadaan sederhana, banyak beribadah dan shalat tahajud. Keadaan ini berlangsung sampai turunnya cegahan di dalam Al-Qur’an dalam firman-Nya :

http://www.dudung.net/images/quran/20/20_2.png

Artinya : “Thaha! Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah” (Qs. Thaha: 1-2).
Perikehidupan tasawuf Nabi SAW yang dapat menunjukkan keimanan dan ketabahan yang kuat Nabi SAW dapat tercermin dalam beberapa contoh kisah. Ketika perjuangan baru dimulai paman dan isteri Nabi (Abu thalib dan Khadijah), yaitu tulang punggung perjuangan dakwahnya wafat. Beliau terima segalanya dengan tabah dan tenang. Kemudian pergi ke Thaif, sesampai disana dakwahnya ditolak dan pulang membawa luka dan derita. Beliau meneruskan perjalanan di tengah-tengah kepungan umat yang jahil itu. Maka beliau terima segalanya dengan tabah.
Pada suatu waktu beliau datang ke rumah Aisyah, ketika beliau sedang mencari sedikit makanan, ternyata di rumah Aisyah tidak ada apa-apa. Beliau terima dengan sabar, ia kerjakan puasa sunat. Beliau kemudian pergi ke masjid bertemu dengan Abu Bakar dan Umar, beliau bertanya:”apakah gerangan dengan anda berdua datang ke masjid?”. Kedua sahabat tadi menjawab : “menghibur lapar, beliaupun mengatakan :”aku pun keluar untuk menghibur lapar”.
Selain itu, Nabi Muhammad SAW juga mengajarkan kepada ummatnya untuk tidak berlebihan dalam beribadah kepada Allah dan sesuai dengan kadar kemampuannya. Dalam sebuah kisah, diceritakan bahwa Sahabat Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar, Abdullah bin Mas’ud, Abu Zar, dll pernah berhimpun di rumah Usman bin Mazh’un Al-Jumahy. Mereka bermusyawarah untuk berpuasa siang hari, tidak tidur di kasur, tidak memakan daging dan lemak, tidak mendekati isteri, tidak memakai minyak wangi, akan memakai wool kasar, akan meninggalkan dunia, akan mengembara di muka bumi dan ada diantara mereka yang bercita-cita akan memotong kemaluannya. Musyawarah itu terdengar kepada Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW berkata: “Sesungguhnya aku tidak menyuruh yang demikian. Sesungguhnya ada hak kewajibanmu terhadap dirimu, maka puasalah kamu dan berbuka, bangunlah beribadat pada malam hari dan tidur, karena aku bangun beribadat pada malam hari dan tidur, aku berpuasa dan berbuka, aku makan daging dan lemak, aku datangi perempuan-perempuan. Barangsiapa tidak suka kepada sunnahku itu maka tidaklah dia termasuk sebagian dari umatku”.
Dari pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa pokok kehidupan kerohanian Nabi SAW yang patut untuk ditiru dalam segenap aspek kehidupan. Pokok kehidupan tasawuf Nabi tersebut yaitu dengan tidak tertarik terhadap urusan-urusan yang bersifat duniawi dan memandang nilai rohani lebih tinggi kedudukannya daripada duniawi atau yang disebut dengan Zuhud. Beliau menerapkan hidup sederhana dari segala segi kehidupan, baik dari segi pakaian, makanan, dll.
Dengan tidak meninggalkan aspek duniawi, Nabi Muhammad SAW tetap bekerja keras untuk memenuhi hajat hidupnya di dunia dan jika ada kelebihan rezeki maka digunakan untuk kepentingan sedekah dijalan Allah. Sementara itu, dalam kehidupan sosialpun beliau SAW terkenal dengan sifat pemurahnya, yaitu dengan berkeinginan keras melayani kepentingan ummat dan menolong mereka dari segala kesulitan. Kehidupan beliau dapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari para sahabat dan pengikutnya hingga saat ini. Rasulullah telah memberikan contoh sekaligus meletakkan dasar-dasar hidup kerohanian dan tarekatnya bagi para pengikutnya sepanjang zaman.
Wallahu’alam.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar