Mukhtaliful
Hadits terbagi menjadi dua macam:
1). Mukhtaliful
Hadits yang mungkin untuk dipadukan, yang mana
kedua-duanya bisa diamalkan. Contohnya seperti kontradiksi antara hadits:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ وَالشُّؤْمُ فِي ثَلَاثٍ فِي
الْمَرْأَةِ وَالدَّارِ وَالدَّابَّةِ
Artinya: Dari
Ibnu Umar radliallahu 'anhuma bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Tidak ada 'adwa (keyakinan adanya penularan penyakit) tidak ada
thiyarah (menganggap sial sesuatu hingga tidak jadi beramal), dan adakalanya
kesialan itu terdapat pada tiga hal, yaitu; isteri, tempat tinggal dan
kendaraan." (HR. Bukhari dan Muslim).
Dengan Hadis:
أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي يُونُسُ
عَنْ ابْنِ شِهَابٍ أَنَّ أَبَا سَلَمَةَ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ
حَدَّثَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يُورِدُ مُمْرِضٌ عَلَى مُصِحٍّ
Artinya : Telah mengabarkan kepadaku Yunus dari
Ibnu Syihab bahwa Abu Salamah bin 'Abdur Rahman bin 'Auf Telah menceritakan
kepadanya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : Yang sakit jangan mendekat kepada yang sehat!
(HR. Muslim)
Dan juga
hadits:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِرَّ مِنْ الْمَجْذُومِ فِرَارَكَ مِنْ الْأَسَدِ
Artinya : dari Abu Hurairah berkata; Aku
mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jauhilah
penyakit kusta sebagaimana engkau lari dari kejaran singa” (HR.Bukhari dan
lainnya)
Cara memadukan
hadits-hadits di atas adalah bahwa suatu penyakit tidak menular dengan
sendirinya, akan tetapi Dia-lah (Allah Subhanahu wa Ta'ala) yang
menjadikan percampuran antara unta yang sehat dengan unta yang sakit sebab
menularnya penyakit.
Maka pada hadits yang pertama, Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam menafikan (menolak) apa yang diyakini oleh orang-orang
Jahiliyah zaman dahulu bahwasanya penyakit tersebut menular dengan sendirinya.
Dan pada hadits yang kedua beliau shallallahu 'alaihi wasallam
memberitahukan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala menjadikannya
(bercampurnya unta sakit dengan unta sehat) sebagai sebab untuk menularnya
penyakit, dan beliau memperingatkan dari bahaya (penularan penyakit) yang
kemungkinan besar terjadi jika ada percampuran antar unta tersebut, dengan
kehendak Allah Subhanahu wa Ta'ala.
2). Mukhtaliful
Hadits yang tidak bisa dipadukan, dan jenis ini
ada dua macam:
- Nasikh
(menghapus hadis yang pertama) & Mansukh (yang dihapuskan)
Contoh hadits tentang
hukum makan daging kuda:
عَنْ خَالِدِ بْنِ الْوَلِيدِ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ أَكْلِ لُحُومِ الْخَيْلِ
وَالْبِغَالِ وَالْحَمِيرِ وَكُلِّ ذِي نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ
Artinya : dari Khalid bin Al Walid bahwa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang dari memakan daging kuda,
baghal dan keledai serta segala yang memiliki taring dari binatang buas.
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ وَنَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ
قَالَا حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ عَنْ جَابِرٍ قَالَ
أَطْعَمَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لُحُومَ الْخَيْلِ
وَنَهَانَا عَنْ لُحُومِ الْحُمُر
Artinya: Telah menceritakan kepadaku Qutaibah
bin Sa'id dan Nashru bin Ali keduanya berkata, Telah menceritakan kepadaku
Sufyan dari Amru bin Dinar dari Jabir ia berkata; Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam memberi kami makan daging kuda, namun beliau melarang kami
untuk memakan daging himar (keledai).
Dua hadits di
atas terlihat saling bertantangan, hadits pertama bersisi tentang larangan
makan daging kuda yang sekaligus menjadikan ia haram. Hadits kedua
menunjukkan kebolahan memakan daging kuda. Pertenatangan ini mesti dihilangkan dengan
cara nasakh. Hukum keharaman makan daging kuda pada hadits pertama
telah di-nasakh-kan oleh hukum kobolehan makan daging kuda pada hadits
Jâbir Ibn Abdallah yang datang setelahnya.
- Tarjih
(menguatkan/memilih yang paling kuat di antara kedua hadits tersebut)
hadits tentang nasib bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup akan berada di
Neraka. Sebagai contoh adalah hadits berkut ini:
عَنْ عَامِرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْوَائِدَةُ وَالْمَوْءُودَةُ فِي النَّارِ
Artinya : dari Amir ia berkata,
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Wanita yang
mengubur anaknya hidup-hidup dan yang dikubur masuk ke dalam neraka”.
Hadits tersebut
diriwayatkan oleh imam Abu Dawud dari Ibnu Mas’ud dan Ibn Abi Hatim. Konteks
munculnya hadits tersebut (asbabul wurudnya) adalah bahwa Salamah Ibn Yazid
al-Ju’fi pergi bersama saudaranya menghadap Rasulullah SAW. Seraya bertanya : “
Wahai Rasul sesungguhnya saya percaya Malikah itu dulu orang yang suka
menyambung silaturrahmi, memuliakan tamu, tapi ia meninggal dalam keadaan
Jahiliyah. Apakah amal kebaikannya itu bermanfaat baginya? Nabi menjawab:
tidak. Kami berkata: dulu ia pernah mengubur saudara perempuanku hidup-hidup di
zaman Jaihliyah. Apakah amal akan kebaikannya bermanfaat baginya? Nabi
menjawab: orang yang mengubur anak perempuannya hidup-hidup dan anak yang
dikuburnya berada di Neraka, kecuali jika perempuan yang menguburnya itu masuk
Islam, lalu Allah memaafkannya. Demikian hadits yang diriwayatkan oleh imam
Ahmad dan Nasa’i, dan dinilai sebagai hadits hasan secara sanad oleh imam Ibnu
Katsir.
Hadits tersebut dinilai
Musykil dari sisi matan dan Mukhtalif dengan Al Quran surat al Takwir
:
وَإِذَا
الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْ (8) بِأَيِّ ذَنْبٍ قُتِلَتْ (9)
Artinya ; dan apabila
bayi – bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia
dibunuh.(QS. At-Takwir: 8-9)
Kalau seorang perempuan
yang mengubur bayinya itu masuk ke Neraka dapat dikatakan logis, tetapi ketika
sang bayi yang tidak tahu apa-apa itu juga masuk ke Neraka, masih perlu adanya
tinjauan ulang. Maka dari itu, hadits tersebut harus ditolak meskipun sanadnya
hasan, dan juga karena adanya pertentangan dengan hadits lain yang lebih kuat
nilainya, yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Nabi pernah ditanya oleh paman
Khansa’, anak perempuan al-Sharimiyyah: Ya Rasul, siapa yang akan masuk Surga?
Beliau menjawab: Nabi Muhammad SAW akan masuk Surga, orang yang mati syahid
juga akan masuk Surga, anak kecil juga akan masuk Surga, anak perempuan yang
dikubur hidup-hidup juga akan masuk Surga. (HR. Ahmad.)
Sumber : Shalahuddin Ibn Ahmad al-Adhlabi, Manhaj Naqd al Matan ‘inda Ulama al Hadits al
Nabawi,(Beirut : Dar al-fikr al-Jadidah, 1983) & http://faizinlathif.wordpress.com/2009/04/27/metode-pemahaman-hadits-mukhtalif/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar