Kamis, 12 November 2015

Praktek Kajian Mukhtalif al-Hadis




Mukhtaliful Hadits terbagi menjadi dua macam:
1). Mukhtaliful Hadits yang mungkin untuk dipadukan, yang mana kedua-duanya bisa diamalkan. Contohnya seperti kontradiksi antara hadits:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ وَالشُّؤْمُ فِي ثَلَاثٍ فِي الْمَرْأَةِ وَالدَّارِ وَالدَّابَّةِ
Artinya: Dari Ibnu Umar radliallahu 'anhuma bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak ada 'adwa (keyakinan adanya penularan penyakit) tidak ada thiyarah (menganggap sial sesuatu hingga tidak jadi beramal), dan adakalanya kesialan itu terdapat pada tiga hal, yaitu; isteri, tempat tinggal dan kendaraan." (HR. Bukhari dan Muslim).
Dengan Hadis:
أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي يُونُسُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ أَنَّ أَبَا سَلَمَةَ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ حَدَّثَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يُورِدُ مُمْرِضٌ عَلَى مُصِحٍّ
Artinya : Telah mengabarkan kepadaku Yunus dari Ibnu Syihab bahwa Abu Salamah bin 'Abdur Rahman bin 'Auf Telah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : Yang sakit jangan mendekat kepada yang sehat! (HR. Muslim)

Dan juga hadits:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِرَّ مِنْ الْمَجْذُومِ فِرَارَكَ مِنْ الْأَسَدِ
Artinya : dari Abu Hurairah berkata; Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jauhilah penyakit kusta sebagaimana engkau lari dari kejaran singa” (HR.Bukhari dan lainnya)
Cara memadukan hadits-hadits di atas adalah bahwa suatu penyakit tidak menular dengan sendirinya, akan tetapi Dia-lah (Allah Subhanahu wa Ta'ala) yang menjadikan percampuran antara unta yang sehat dengan unta yang sakit sebab menularnya penyakit.
 Maka pada hadits yang pertama, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menafikan (menolak) apa yang diyakini oleh orang-orang Jahiliyah zaman dahulu bahwasanya penyakit tersebut menular dengan sendirinya. Dan pada hadits yang kedua beliau shallallahu 'alaihi wasallam memberitahukan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala menjadikannya (bercampurnya unta sakit dengan unta sehat) sebagai sebab untuk menularnya penyakit, dan beliau memperingatkan dari bahaya (penularan penyakit) yang kemungkinan besar terjadi jika ada percampuran antar unta tersebut, dengan kehendak Allah Subhanahu wa Ta'ala.

2). Mukhtaliful Hadits yang tidak bisa dipadukan, dan jenis ini ada dua macam:
- Nasikh (menghapus hadis yang pertama) & Mansukh (yang dihapuskan)
Contoh hadits tentang hukum makan daging kuda:
عَنْ خَالِدِ بْنِ الْوَلِيدِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ أَكْلِ لُحُومِ الْخَيْلِ وَالْبِغَالِ وَالْحَمِيرِ وَكُلِّ ذِي نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ
Artinya : dari Khalid bin Al Walid bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang dari memakan daging kuda, baghal dan keledai serta segala yang memiliki taring dari binatang buas.
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ وَنَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ قَالَا حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ عَنْ جَابِرٍ قَالَ أَطْعَمَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لُحُومَ الْخَيْلِ وَنَهَانَا عَنْ لُحُومِ الْحُمُر
Artinya: Telah menceritakan kepadaku Qutaibah bin Sa'id dan Nashru bin Ali keduanya berkata, Telah menceritakan kepadaku Sufyan dari Amru bin Dinar dari Jabir ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memberi kami makan daging kuda, namun beliau melarang kami untuk memakan daging himar (keledai).
Dua hadits di atas terlihat saling bertantangan, hadits pertama bersisi tentang larangan makan daging kuda yang sekaligus menjadikan ia haram. Hadits kedua menunjukkan kebolahan memakan daging kuda. Pertenatangan ini mesti dihilangkan dengan cara nasakh. Hukum keharaman makan daging kuda pada hadits pertama telah di-nasakh-kan oleh hukum kobolehan makan daging kuda pada hadits Jâbir Ibn Abdallah yang datang setelahnya.
- Tarjih (menguatkan/memilih yang paling kuat di antara kedua hadits tersebut)
hadits tentang nasib bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup akan berada di Neraka. Sebagai contoh adalah hadits berkut ini:
عَنْ عَامِرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْوَائِدَةُ وَالْمَوْءُودَةُ فِي النَّارِ
Artinya : dari Amir ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Wanita yang mengubur anaknya hidup-hidup dan yang dikubur masuk ke dalam neraka”.
Hadits tersebut diriwayatkan oleh imam Abu Dawud dari Ibnu Mas’ud dan Ibn Abi Hatim. Konteks munculnya hadits tersebut (asbabul wurudnya) adalah bahwa Salamah Ibn Yazid al-Ju’fi pergi bersama saudaranya menghadap Rasulullah SAW. Seraya bertanya : “ Wahai Rasul sesungguhnya saya percaya Malikah itu dulu orang yang suka menyambung silaturrahmi, memuliakan tamu, tapi ia meninggal dalam keadaan Jahiliyah. Apakah amal kebaikannya itu bermanfaat baginya? Nabi menjawab: tidak. Kami berkata: dulu ia pernah mengubur saudara perempuanku hidup-hidup di zaman Jaihliyah. Apakah amal akan kebaikannya bermanfaat baginya? Nabi menjawab: orang yang mengubur anak perempuannya hidup-hidup dan anak yang dikuburnya berada di Neraka, kecuali jika perempuan yang menguburnya itu masuk Islam, lalu Allah memaafkannya. Demikian hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad dan Nasa’i, dan dinilai sebagai hadits hasan secara sanad oleh imam Ibnu Katsir.
Hadits tersebut dinilai Musykil dari sisi matan dan Mukhtalif dengan Al Quran surat al Takwir :
 وَإِذَا الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْ (8) بِأَيِّ ذَنْبٍ قُتِلَتْ (9)
Artinya ; dan apabila bayi – bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh.(QS. At-Takwir: 8-9)
Kalau seorang perempuan yang mengubur bayinya itu masuk ke Neraka dapat dikatakan logis, tetapi ketika sang bayi yang tidak tahu apa-apa itu juga masuk ke Neraka, masih perlu adanya tinjauan ulang. Maka dari itu, hadits tersebut harus ditolak meskipun sanadnya hasan, dan juga karena adanya pertentangan dengan hadits lain yang lebih kuat nilainya, yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Nabi pernah ditanya oleh paman Khansa’, anak perempuan al-Sharimiyyah: Ya Rasul, siapa yang akan masuk Surga? Beliau menjawab: Nabi Muhammad SAW akan masuk Surga, orang yang mati syahid juga akan masuk Surga, anak kecil juga akan masuk Surga, anak perempuan yang dikubur hidup-hidup juga akan masuk Surga. (HR. Ahmad.)
Sumber : Shalahuddin Ibn Ahmad al-Adhlabi, Manhaj Naqd al Matan ‘inda Ulama al Hadits al Nabawi,(Beirut : Dar al-fikr al-Jadidah, 1983) & http://faizinlathif.wordpress.com/2009/04/27/metode-pemahaman-hadits-mukhtalif/



Tidak ada komentar:

Posting Komentar