Minggu, 17 April 2016

Pernikahan Dengan Sesama Jenis Dalam Tafsir Al-Qasimi (Kasus Perilaku Kaum Nabi Luth)



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam Islam, pernikahan merupakan suatu aqad (perjanjian) yang diberkahi antara seseorang laki-laki dan seorang wanita, yang dengannya dihalalkan bagi keduanya hal-hal yang sebelumnya diharamkan. Sebagaimana dalam firman Allah surat Ar-Rum ayat 21:
 وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجاً لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya: “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya itu adalah Dia telah menciptakan bagi kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri,supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya,dan dijadikanNya diantara kalian rasa kasih dan sayang.Sesungguhnya pada demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”
Akan tetapi, norma perkawinan mengalami perubahan seiring dengan berubahnya zaman menuju kearah modernitas. Bahkan ketertarikan antardua insan yang sama untuk melakukan hubungan seks juga bisa melangsungkan hidup bersama, sehingga dapat menimbulkan perkawinan sesama jenis (homo dan lesbian) dan juga bisa membentuk keluarga dengan perkawinan tersebut.
Dalam al-Qur’an al-Karim, Allah SWT telah mencela perbuatan yang dilakukan oleh kaum Luth, yaitu liwath atau homo dengan cara sodomi, sehingga kaum Luth disiksa dengan amat pedih karena tingkah laku mereka yang amat buruk. Kisah kaum Nabi Luth tersebut wajib kita yakini keberadaannya dan kita dapat mengambil hikmahnya. Oleh karena itu, untuk lebih memperdalam pemahaman kita terhadap maksud ayat tentang kisah tersebut, maka dalam makalah ini kami akan mengkaji melalui Tafsir al-Qasimi, yaitu bagaimana pandangan al-Qasimi dengan kisah kaum Nabi Luth.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana penafsiran surat An-Naml: 54-57 menurut al-Qasimi?
2.      Bagaimana penafsiran surat Hud: 78-79 menurut al-Qasimi?
3.      Bagaimana penafsiran surat Al-Qamar: 33-35 menurut al-Qasimi?

C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui penafsiran al-Qasimi terhadap ayat kisah kaum Nabi Luth.
2.      Untuk mengetahui dan memahami hikmah dari kisah kaum Nabi Luth.




















BAB II
PEMBAHASAN

A.    QS. An-Naml Ayat 54-57
1.      Kisah Kaum Nabi Luth Dalam Surat An-Naml Ayat 54-57
Surat An-Naml tergolong surat makkiyah. Dalam ayat ini Nabi Luth menyampaikan dakwah kepada mereka dengan penuh ketulusan dan kejujuran. Namun sebaliknya, kaumnya menjadikan sesuatu yang patut dipuji menjadi sesuatu yang tercela yang kemudian harus diusir. Tak seorang pun yang mengikutinya kecuali keluarganya. Bahkan, isteri Nabi Luth pun tidak termasuk yang mengikutinya. 
Berikut ayat dan terjemahannya:
وَلُوطاً إِذْ قالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفاحِشَةَ وَأَنْتُمْ تُبْصِرُونَ (54) أَإِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّساءِ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ (55) فَما كانَ جَوابَ قَوْمِهِ إِلاَّ أَنْ قالُوا أَخْرِجُوا آلَ لُوطٍ مِنْ قَرْيَتِكُمْ إِنَّهُمْ أُناسٌ يَتَطَهَّرُونَ (56) فَأَنْجَيْناهُ وَأَهْلَهُ إِلاَّ امْرَأَتَهُ قَدَّرْناها مِنَ الْغابِرِينَ (57)

Artinya:
54. Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fahisyah itu sedang kamu memperlihatkan(nya)?"
55. "Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) nafsu (mu), bukan (mendatangi) wanita? Sebenarnya kamu adalah kaum yang tidak mengetahui (akibat perbuatanmu)".
56. Maka tidak lain jawaban kaumnya melainkan mengatakan: "Usirlah Luth beserta keluarganya dari negerimu. karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang (menda'wakan dirinya) bersih ".
57. Maka Kami selamatkan dia beserta keluarganya, kecuali isterinya. Kami telah mentakdirkan dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan).
2.      Penafsiran Kisah Kaum Nabi Luth Menurut Al-Qasimi Dalam Surat An-Naml Ayat 53-57
وَلُوطاً إِذْ قالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفاحِشَةَ وَأَنْتُمْ تُبْصِرُونَ أي قبحها ومضادّتها لحكمه تعالى وحكمته أَإِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّساءِ أي متجاوزين النساء اللاتي هن محالّ الشهوة بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ أي تفعلون فعل الجاهلين سفها وعمى عن العاقبة فَما كانَ جَوابَ قَوْمِهِ إِلَّا أَنْ قالُوا أَخْرِجُوا آلَ لُوطٍ مِنْ قَرْيَتِكُمْ إِنَّهُمْ أُناسٌ يَتَطَهَّرُونَ أي يتنزهون عن أفعالنا ويرونها رجسا. قالوه استهزاء فَأَنْجَيْناهُ وَأَهْلَهُ إِلَّا امْرَأَتَهُ قَدَّرْناها مِنَ الْغابِرِينَ أي الباقين في العذاب[1]

Maksud dari penafsiran tersebut adalah Nabi Luth berkata kepada kaumnya: mengapa mereka melakukan perbuatan keji, sekalipun mereka tahu perbuatan itu telah melanggar asusila, melanggar hukum dan hikmah Allah SWT. Kemudian, Nabi Luth bertanya mengapa mereka lebih menyukai kaum laki-laki untuk memenuhi nafsunya daripada memperisiteri perempuan yang halal untuk memenuhi nafsunya. Sebenarnya mereka adalah kaum yang bodoh dan buta dari siksa. Maka tidak lain jawaban kaumnya melainkan mengusir keluarga Nabi Luth dari negerinya dan mengatakan bahwa keluarga Nabi Luth berlagak manusia suci dan melakukan perbuatan buruk. Maka, Allah SWt selamatkan Nabi Luth beserta keluarganya, kecuali isterinya dan telah menenttukan kaum Nabi Luth termasuk orang-orang yang kekal tinggal dalam siksaan.

B.     QS. Hud Ayat 78-79
1.      Kisah Kaum Nabi Luth Dalam Surat Hud Ayat 78-79
Surat Hud tergolong surat makkiyah. Dalam ayat ini terdapat sindiran dari Nabi Luth kepada kaumnya yang melakukan perbuatan keji tersebut, yaitu Nabi Luth berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, inilah puteri-puteriku, mereka lebih suci bagimu.” (Hud: 78). Berikut ayat dan terjemahannya:
وَجاءَهُ قَوْمُهُ يُهْرَعُونَ إِلَيْهِ وَمِنْ قَبْلُ كانُوا يَعْمَلُونَ السَّيِّئاتِ قالَ يا قَوْمِ هؤُلاءِ بَناتِي هُنَّ أَطْهَرُ لَكُمْ فَاتَّقُوا اللَّهَ وَلا تُخْزُونِ فِي ضَيْفِي أَلَيْسَ مِنْكُمْ رَجُلٌ رَشِيدٌ (78) قالُوا لَقَدْ عَلِمْتَ ما لَنا فِي بَناتِكَ مِنْ حَقٍّ وَإِنَّكَ لَتَعْلَمُ ما نُرِيدُ (79)

Artinya:
78. Dan datanglah kepadanya kaumnya dengan bergegas-gegas. Dan sejak dahulu mereka selalu melakukan perbuatan-perbuatan yang keji . Luth berkata: "Hai kaumku, inilah puteri-puteriku, mereka lebih suci bagimu, maka bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan (nama)ku terhadap tamuku ini. Tidak adakah di antaramu seorang yang berakal?"
79. Mereka menjawab: "Sesungguhnya kamu telah tahu bahwa kami tidak mempunyai keinginan terhadap puteri-puterimu; dan sesungguhnya kamu tentu mengetahui apa yang sebenarnya kami kehendaki."
2.      Penafsiran Kisah Kaum Nabi Luth Menurut Al-Qasimi Dalam Surat Huud Ayat 78-79
وَجاءَهُ قَوْمُهُ يُهْرَعُونَ إِلَيْهِ أي يسرعون كأنما يدفعون دفعا. وَمِنْ قَبْلُ أي قبل مجيئهم كانُوا يَعْمَلُونَ السَّيِّئاتِ أي الفواحش ويكثرونها، فمرنوا عليها، وقلّ عندهم استقباحها قالَ أي لوط يا قَوْمِ هؤُلاءِ بَناتِي هُنَّ أَطْهَرُ لَكُمْ أراد أن يقي أضيافه ببناته، وذلك غاية الكرم، أي فتزوجوهن. أو كان ذلك مبالغة في تواضعه لهم، وإظهار لشدة امتعاضه، مما أوردوا عليه وفي قوله: هُنَّ أَطْهَرُ لَكُمْ وفي هذا إرشاد إلى التطهر بالطرق المسنونة، وهي النكاح.
فَاتَّقُوا اللَّهَ أي أن تعصوه بما هو أشد من الزنى خبثا.
وَلا تُخْزُونِ فِي ضَيْفِي أي ولا تهينوني وتفضحوني في شأنهم, وذلك من عراقة الكرم، وأصالة المروءة
أَلَيْسَ مِنْكُمْ رَجُلٌ رَشِيدٌ أي فيرعوي عن القبيح، ويهتدي إلى الصواب.
القول في تأويل قوله تعالى: [سورة هود (11) : آية 79]
قالُوا لَقَدْ عَلِمْتَ ما لَنا فِي بَناتِكَ مِنْ حَقٍّ أي حاجة، إذ لا نريدهن. وفي تصدير كلامهم باللام المؤذنة بأن ما بعدها جواب القسم، أي: والله لقد علمت- إشارة إلى ما ذكرناه من أنه كان واثقا وجازما بعدم رغبتهم فيهن. وأيد ذلك قولهم:
وَإِنَّكَ لَتَعْلَمُ ما نُرِيدُ استشهادا بعلمه.[2]
Maksud dari penafsiran tersebut adalah kaumnya datang menuju rumah Nabi Luth dengan tergesa-gesa ketika melihat ada tamu laki-laki yang datang kerumah Nabi Luth untuk melakukan perbuatan keji tersebut. Keadaan seperti itu memang sudah sejak dahulu (sebelum mereka datang ke rumah Nabi Luth). Nabi Luth bertanya kenapa merka masih tetap melakukan perbuatan keji tersebut yang mereka anggap kecil dampak buruknya.
Lalu Nabi Luth berkeinginan untuk menawarkan anak-anak perempuannya dan mereka lebih suci untuk merkeka. Yang dilakukan Nabi Luth tersebut menunjukkan puncaknya kemuliaan beliau terhadap kaum yang bejat. Hal demikian dianggap berlebihan dalam tawadhu’ kepada mereka. Hal ini tampak jelas bahwa perbuatan baik Nabi Luth untuk kaumnya yang telah melakukan perbuatan keji dibalas dengan perbuatan atau sikap yang baik. Kandungan ayat yang menjelaskan bahwa anak-anak perempuannya lebih suci untuk mereka memberikan petunjuk bahwa kesucian dapat diperoleh dengan kesunahan, dan kesunahan itu adalah menikah.
Nabi Luth berkata: bertakwalah kalian kepada Allah. Karena sesungguhnya perbuatan yang kalian lakukan merupakan ma’siat yang lebih buruk daripada zina. Janganlah kalian membuatku sedih dan mencemarkan namaku (Nabi Luth) dihadapan tamu-tamuku. Bukankah kalian laki-laki yang cerdas, yang terbimbing, terbebas dari keburukan dan mendapat petunjuk kebenaran?. Hal ini menunjukkan suatu kemuliaan Nabi Luth yaitu melindungi tamunya dan ini merupakan pokok-pokoknya harga diri.
Mereka menjawab: "Engkau sudah tahu bahwa kami tidak butuh terhadap anak-anak gadismu, dan engkaupun tentu maklum apa yang kami inginkan".
C.       QS. Al-Qamar Ayat 33-35
1.      Kisah Kaum Nabi Luth Dalam Surat al-Qamar Ayat 33-35
Surat al-Qamar tergolong surat makkiyah. Dalam ayat ini menceritakan kisah tentang kaumnya Nabi Luth yang terkenal dengan kaum sodomi (homoseks) yang kemudian mendapat azab dari Allah atas perbuatan mereka. Berikut ayat dan terjemahannya:
كَذَّبَتْ قَوْمُ لُوطٍ بِالنُّذُرِ (33) إِنَّا أَرْسَلْنا عَلَيْهِمْ حاصِباً إِلاَّ آلَ لُوطٍ نَجَّيْناهُمْ بِسَحَرٍ (34) نِعْمَةً مِنْ عِنْدِنا كَذلِكَ نَجْزِي مَنْ شَكَرَ (35)
Artinya:
33. Kaum Luth-pun telah mendustakan ancaman-ancaman (nabinya).
34. Sesungguhnya Kami telah menghembuskan kepada mereka angin yang membawa batu-batu (yang menimpa mereka), kecuali keluarga Luth. Mereka Kami selamatkan sebelum fajar menyingsing,
35. sebagai ni'mat dari Kami. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur,
2.      Penafsiran Kisah Kaum Nabi Luth Menurut Al-Qasimi Dalam Surat al-Qamar Ayat 33-35
كَذَّبَتْ قَوْمُ لُوطٍ بِالنُّذُرِ إِنَّا أَرْسَلْنا عَلَيْهِمْ حاصِباً أي ملكا يرميهم بالحصباء والحجارة. أو ريحا تحصبهم بالحجارة، أي ترميهم إِلَّا آلَ لُوطٍ نَجَّيْناهُمْ بِسَحَرٍ أي في سحر. وذلك أنه تعالى أوحى إليهم أن يخرجوا من آخر الليل، فنجوا مما أصاب قومهم. ولم يؤمن بلوط من قومه أحد، ولا رجل واحد، حتى ولا امرأته، وقد أصابها ما أصابهم. وخرج نبيّ الله لوط عليه السلام وبنات له، من بين أظهرهم سالمين لم يمسسهم سوء نِعْمَةً مِنْ عِنْدِنا أي إنعاما منها (نجينا) كَذلِكَ نَجْزِي مَنْ شَكَرَ أي فأطاع ربه، وانتهى إلى أمره ونهيه. [3]
Maksud dari penafsiran tersebut adalah Allah SWT mengutus malaikat untuk mendatangkan musibah dengan melemparkan batu atau hujan batu yang dibawa oleh angin agar menimpa mereka (kaum Nabi Luth). Allah SWT memberikan wahyu kepada Nabi Luth untuk keluar dari negerinya di akhir malam agar selamat dari musibah yang akan menimpa negerinya. Namun, dari kaumnya Nabi Luth tidak ada yang beriman kepada Allah SWT satupun, baik dari kaum laki-laki bahkan tidak pula isterinya.
Maka datanglah hujan batu sebagai musibah yang menimpa mereka. Nabi Luth bersama anak-anak perempuannya keluar dari negerinya, sehingga mereka keluar dalam keadaan selamat dan orang-orang yang melakukan perbuatan keji tidaklah selamat. Yang demikian merupakan nikmat yang datangnya dari Allah SWT, balasan untuk orang yang bersyukur, yaitu orang yang taat kepada Allah SWT dan memaksimalkan dalam menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

D.    Hikmah Kisah Nabi Luth
1.     Sebagai bukti terbesar yang menunjukan bahwa homoseks merupakan perbuatan yang sangat keji serta menjadi penyebab turunnya adzab yang menyakitkan.
2.     terdapat ketentuan hukum yang membolehkan sindiran, dimana pembicara sengaja mengatakan sesuatu perkataan yang dipandang tidak ada masalah mengucapkannya, sehingga pendengar menduga sesuatu yang lain untuk meraih suatu manfaat atau menolak suatu kemadharatan.
3.     Mengindikasikan bahwa di antara tanda orang berakal adalah tepat dalam perkataan dan perbuatannya, diantaranya memerintahkan kepada kebaikan serta mencegah kejahatan.
4.     anjuran agar berusaha memberikan pertolongan dalam hal kebaikan dan menolak keburukan.
5.     Allah menguatkan agama Nabi Luth dengan adanya orang-orang tidak berakhlak dan durhaka kepada Allah SWT.


BAB III
KESIMPULAN

A.    Kesimpulan
Dari ketiga ayat al-Qur’an yang mengisahkan tentang kaum Nabi Luth diatas dapat disimpulkan bahwa Allah SWT melarang segala sesuatu yang akan menimbulkan keburukan, seperti halnya pernikahan dengan sesama jenis. Allah SWT melarang perbuatan tersebut, karena perbuatan tersebut akan menimbulkan banyak kemudharatan manusia, salah satunya yaitu hilangnya keturunan. Jika melarang perintah Allah SWT tersebut maka akan menunggu azab dari Allah baik di dunia ataupun di akhirat.

B.     Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Penulis menerima bimbingan, saran serta kritik dari semua pihak yang membaca makalah ini yang bersifat membangun dan konstruktif demi perbaikan makalah ini agar lebih sempurna di kemudian hari.












DAFTAR PUSTAKA

al-Qasimi, Muhammad Jamal ad-Din. Tafsir Mahaasin at-Ta’wiil (Kairo: Daar Ihyaa' al-Kutub al-'Arabiyah).



[1] Muhammad Jamal ad-Din al-Qasimi, Tafsir Mahaasin at-Ta’wiil Jilid 7(Kairo: Daar Ihyaa' al-Kutub al-'Arabiyah), hlm. 497
[2] Muhammad Jamal ad-Din al-Qasimi, Tafsir Mahaasin at-Ta’wiil Jilid 6, hlm. 119
[3] Muhammad Jamal ad-Din al-Qasimi, Tafsir Mahaasin at-Ta’wiil Jilid 9, hlm. 94

Tidak ada komentar:

Posting Komentar