Minggu, 17 April 2016

AGAMA HINDU (Asal-Usul, Ajaran dan Perkembangannya di Indonesia)



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Agama Hindu adalah salah satu agama atau aliran kepercayaan yang hingga kini masih dikenal oleh masyarakat di dunia. Agama ini dalam perjalanannya memiliki kisah, sistem peraturan dan kemasyarakatan yang unik bila dibandingkan dengan agama lainnya. Agama ini juga dikenal mengandung sinkretisme yang dibentuk dari perpaduan antara berbagai jenis kepercayaan dan budaya di anak benua India. Bila dipikirkan, dari seluruh agama yang masih hidup, mungkin agama Hindu yang paling tua setelah kepercayaan animisme dan dinamisme.
Maka dari itu, dalam mempelajari studi tentang sejarah agama-agama, pembahasan agama Hindu bila dibandingkan dengan agama-agama lainnya ialah paling awal bila diruntut secara sejarah perkembangan agama-agama di dunia, dan juga memiliki nilai historis yang sangat tinggi. Sehingga dipandang perlu mengetahui agama Hindu beserta seluk-beluknya pada saat memperbincangkan agama-agama di dunia.

B.       Rumusan Masalah
1.    Bagaimana asal-usul agama Hindu?
2.    Bagaimana ajaran agama Hindu?
3.    Bagaimana perkembangan agama Hindu di Indonesia?

C.      Tujuan Pembahasan
1.    Untuk mengetahui asal-usul agama Hindu.
2.    Untuk mengetahui ajaran agama Hindu.
3.    Untuk mengetahui perkembangan agama Hindu di Indonesia.









BAB II
PEMBAHASAN
A.      Asal-Usul Agama Hindu
Hindu muncul sekitar tahun 3000 dan 2000 tahun sebelum Masehi di India, tepatnya di lembah sungai Indus. Kata Hindu berasal dari kata Sungai Indus berasal dari kata sanskerta “Siddhu”, yang kemudian oleh bangsa Persia Kuno diucapkan sebagai “Hindu”. Agama Hindu merupakan agama paling tua di dunia yang masih hidup sampai sekarang.[1]
Antara 3000 dan 2000 tahun sebelum Masehi, di lembah sungai Indus, yaitu bagian selatan India tinggallah bangsa Drawida yang mula-mula mereka tinggal tersebar di seluruh wilayah di India, akan tetapi karena mereka hidup sebagai orang taklukan dan bekerja pada bangsa-bangsa yang merebut wilayah mereka di sebelah utara, maka mereka hanya tinggal di sebelah selatan (sungai Gangga) dan memerintah negerinya sendiri. Mereka adalah bangsa yang orang-orangnya memiliki ciri-ciri berkulit hitam dan berhidung pipih, berpawakan kecil dan berambut keriting. Bermacam-macam unsur kebudayaan di India berasal dari kebudayaan bangsa Drawida, yaitu munculnya patung-patung dewa-dewi dan pengakuan adanya dewa-dewi Induk, dan masih banyak lainnya.[2]
Antara 2000 dan 1000 tahun sebelum Masehi, masuklah ke India bangsa Arya dari sebelah utara yang memisahkan diri dari Iran yang memasuki melalui jurang-jurang di pegunungan Hindu Kush. Ketika mereka masuk ke India, mereka lebih unggul dalam ilmu peperangan daripada bangsa Drawida, sehingga mereka mampu menguasai dan menetap di dataran sungai Indus sampai di tepi sungai Gangga. Sehingga mereka bercampur dengan bangsa Drawida dan terwujudlah suatu kesatuan menjadi kebudayaan India. Bangsa Arya adalah bangsa yang orang-orangnya memiliki ciri-ciri berkulit putih dan berbadan tegap, bentuk hidungnya melengkung sedikit.[3] Bangsa Arya datang dengan membawa bahasa Sanskerta dan memperkenalkan sistem kasta berdasarkan kedudukannya untuk menentukan dengan siapa mereka boleh menikah dan bergaul.[4]
Jadi, agama Hindu adalah agama yang tumbuh dari dua bangsa yang memiliki kebudayaan yang mula-mula dalam banyak hal sangat berlainan, tetapi kemudian lebur menjadi satu. Akan tetapi, pengaruh bangsa Drawida tidak begitu besar, karena bangsa Arya memasuki India dengan kemenangan-kemenangan dan berpengaruh dalam tulisan-tulisan Hinduistis tertua. Agama bangsa Arya dikenal dari kitab Weda.[5] Kitab weda merupakan kitab paling tua yang merupakan kumpulan pujian-pujian dipersembahkan kepada dewa-dewi, termasuk Indra (dewa langit), Agni (dewa api), dan Aditi (dewi ibu).[6]

B.       Ajaran Agama Hindu
1.      Ke-Tuhanan
Agama Hindu memiliki banyak sekali dewa. Namun dari sekian banyak dewa, hanya tiga yang terkenal, yaitu dewa Brahmana (dewa pencipta), dewa Wisnu (dewa pemelihara), dan dewa Syiwa (dewa pembinasa). Ketiga dewa tersebut lebih dikenal dengan sebutan Trimurti.[7]
Hindu seringkali dianggap sebagai agama yang beraliran politeisme karena memuja banyak dewa, namun tidaklah sepenuhnya demikian. Karena menurut umat Hindu, terdapat Tuhan Yang Maha Esa dan  hanya ada satu kekuatan dan  menjadi sumber dari segala yang ada yang dipuja melalui berbagai bentuk cara, yaitu Brahman, yang memanifestasikan diri-Nya kepada makhluk dalam beragam bentuk. Namun, dalam ajaran agama Hindu, Brahman tidak hanya dalam bentuk roh yang mutlak, akan tetapi juga dalam bentuk jiwa (atman) yang berada di dalam diri kita.[8]
2.      Kitab Suci
Sumber ajaran agama Hindu adalah kitab suci Weda, yaitu kitab yang berisikan ajaran kesucian yang diyakini oleh umatnya sebagai anadi ananta yakni tidak berawal dan tidak diketahui kapan diturunkan dan berlaku sepanjang masa yang diwahyukan oleh Brahman melalui para Maharesi (putra Brahman yang menjaga dan menguasai dunia seluruhnya). Kitab suci ini mengandung kepercayaan-kepercayaan, adat-istiadat, dan hukum-hukum. Penganut agama Hindu mempercayai kitab Weda adalah suatu kitab yang ada sejak dahulu yang tidak mempunyai tanggal permulaannya.[9].
Weda secara etimologinya berasal dari kata "Vid" (bahasa sansekerta), yang artinya mengetahui atau pengetahuan. Weda adalah ilmu pengetahuan suci yang maha sempurna dan kekal abadi. Kitab Weda terdiri dari empat macam, yaitu[10]:
a.         Rig Weda
Kitab ini merupakan kitab yang termasyhur, terpenting, dan paling lengkap di antara keempat kitab-kitab Weda yang lain. Kitab ini disusun pada sekitar 3000 tahun sebelum Masehi, yang mengandung 1.017 pujian yang oleh para pemeluknya dinyanyikan untuk dewa-dewa mereka, yakni Agni (dewa api), Varuna, dan Surya (dewa matahari).
b.         Sana Weda
Sana Weda ini isinya hampir sama dengan Rig Weda, hanya saja ada sedikit tambahan. Kitab ini berisi penjelasan dari Rig Weda yang dilengkapi dengan nyanyian-nyanyian.
c.         Yajur Weda
Kitab ini mengandung ayat-ayat prosa dan mantra-mantra yang dibaca oleh para pendeta ketika akan menyerahkan persembahan dalam ritual upacara keagamaan yang lebih kecil.
d.        Atharva Weda
Kitab ini merupakan kitab suci khusus bagi para pendeta golongan dari kasta Brahmana. Kitab ini mengandung beberapa uraian tentang sihir, kekuatan-kekuatan gaib, dan kepercayaan-kepercayaan semu.
Sedangkan isi kitab Weda terdiri beberapa bagian, yaitu[11]:
a.         Mantra/Samhita
Sebagian besar isi Weda adalah mantra yang terdiri dari doa-doa dan nyanyian-nyanyian suci, yang dilakukan oleh para pendeta ketika menghidangkan sesajen bagi para dewa. Di samping itu, juga terdapat semacam mantra yang digunakan untuk tenung, guna-guna, dan juga sebagai penghalau makhluk halus.
Disebut juga samhita karena terdapat banyak kumpulan ayat-ayat puisi yang terdapat dalam Rig Weda dan Sama Weda. Sementara di dalam Atharva Weda berisi doa-doa yang diberikan oleh penduduk India kepada Tuhan.
b.         Brahmana
Brahmana adalah petunjuk yang diberikan oleh golongan Brahmana kepada para penduduk negeri mereka dan di tengah-tengah keluarga mereka. Brahmana berisi uraian atau penjelasan mengenai upacara korban, agar supaya korban itu diterima oleh para dewa, dan dosa-dosa orang yang berkorban dapat diampuni.
e.         Upanisyad
Upanisyad merupakan rahasia-rahasia yang disusun sebagai petunjuk kepada golongan-golongan pendeta dan ahli ibadat yang konsisten kepada kehidupan batin dan meninggalkan segala bentuk kehidupan luar yang memiliki kedudukan tertinggi dalam tingkatan agama. Perenungan ketuhanan menurun dan digantikan dengan ilmu pengetahuan. Maka dari itu, Upanisyad hanyalah berupa pandangan falsafah kehidupan mengenai ketuhanan jiwa manusia, penjelmaan jiwa yang berganti-ganti, dan sebagainya.
3.      Sistem Kasta
Sebagaimana diketahui, struktur kemasyarakatan dalam agama Hindu terbagi menjadi beberapa kasta, yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya dan Syudra.[12] Masing-masing dari pembagian kasta tersebut antara lain:
a.       Kasta Brahmana
Kasta Brahmana terdiri dari golongan pendeta dan pendidik. Golongan ini berkewajiban mempelajari kitab-kitab Weda dan mengajarkannya kepada kaumnya, bertanggung jawab memelihara undang-undang dan agama, dan memegang hak mutlak dalam menerima pemberian korban yang dilakukan oleh kaumnya.
b.      Kasta Ksatria
Kasta ksatria terdiri atas golongan raja dan tentara/panglima. Orang-orang yang telah memperkaya akal pikirannya dengan kitab-kitab Weda sangat patut dan layak dijadikan sebagai pemimpin, raja, tentara, panglima, dan hakim bagi manusia.
c.       Kasta Waisya
Kasta waisya terdiri dari golongan pedagang, saudagar, dan petani. Mereka harus mengetahui undang-undang perniagaan dan peraturan memungut bunga (riba). Seorang waisya harus mengetahui semua yang berkaitan dengan aktivitas perdagangan dan pertanian, seperti cara-cara mengelola lahan dan menabur benih, dan juga memiliki pengetahuan bagaimana cara menimbang dan mengukur dalam aktivitas jual beli.
d.        Kasta Sudra
Kasta sudra adalah kastanya golongan para kuli dan hamba sahaya. Golongan ini harus mematuhi perintah dari golongan Brahmana yang menjadi pemuka agama yang arif dalam mengajarkan kitab Weda kepadanya. Dengan kepatuhan ini diharapkan ia diberi kebahagiaan setelah mati dengan suatu penghidupan baru yang lebih tinggi.
Selain keempat kasta di atas, ada lagi golongan yang tingkatannya lebih rendah dari kasta sudra. Golongan tersebut dinamakan Paria atau golongan paling bawah dalam agama Hindu, sehingga dianggap sebagai bangsa yang tak berkasta[13]. Oleh karena tidak memiliki kasta, maka mereka dijauhkan dari pergaulan hidup sehari-hari[14].
4.      Praktek Keagamaan
a.       Ibadat di Kuil
Kuil merupakan tempat ibadah sebagai pusat kehidupan religius, dipersembahkan kepada dewa tertentu. Walaupun sebagian besar umat Hindu melaksanakan ibadat di rumah masing-masing, banyak juga yang teratur pergi beribadat ke kuil terdekat. Mereka beribadat dengan menyalakan lilin dan berdoa, ketika mereka meninggalkan tempat ibadat, masing-masing diberi makanan yang sudah diberkati yang telah dipersembahkan kepada dewa.
Ibadat di kuil dilakukan dari salah satu dari tiga bentuk:
a)      Menyanyikan lagu-lagu pujian yang diiringi dengan bel dan rebana sementara beberapa orang menari.
b)      Arti, yaitu ibadat pembukaan. Pendeta menyalakan lilin di atas penampan untuk melambangkan lima unsure (tanah, api, udara, gas, dan air).
c)      Havan, persembahan api. Dengan menggunakan kayu, kamper, dan minyak lemak kerbau, kemudian pendeta menyalakan api di atas altar api yang dapat dipindah, untuk melambangkan mulut dewa yang melahap sajian yang berada di hadapannya.
b.      Ibadat di Rumah
Setiap rumah memiliki tempat pemujaan yang di dalamnya terdapat gambar dewa pujaan. Wanita Hindu paling bertanggungjawab atas kehidupan spiritual keluarga di rumah. Hindu mempunyai tradisi untuk menyampaikan cerita dan para wanitalah yang menjaga supaya cerita dituturkan turun-menurun. Anak-anak umat Hindu dididik menjalankan lima tugas harian:
a)      Yoga atau meditasi
b)      Mengormati dan memuja dewa pujaan keluarga
c)      Menghormati anggota keluarga yang lebih tua dan para leluhur sepenuh hati
d)     Menunjukkan sikap keramahtamahan keluarga kepada siapa pun termasuk kepada orang-orang suci
e)      Menghargai semua makhluk hidup
c.       Perayaan Keagamaan
Perayaan keagamaan Hindu dapat dibagi menjadi tiga kelompok:
a)      Menurut Penanggalan Hindu
Yaitu mengikuti pola enam musim dalam setahun. Divali, perayaan Cahaya, berlangsung selama 15 hari di bulan Oktober atau November dirayakan secara luas untuk menyambut kedatangan Lakshmi, dewi kemakmuran dan kebahagiaan ke dalam rumah mereka. Dassehra, dilaksanalan bulan Oktober atau November untuk memuji kebaikan para dewa. Saraswati, diambil dari nama dewi ilmu pengetahuan yang terkenal dan dapat dirayakan kapan saja.
b)      Berhubungan Dengan Musim Bercocok Tanam
Negara yang bergantung pada pertanian, musim menabur benih dan musim panen adalah saat yang paling vital sepanjang tahun, yaitu Navaratri, perayaan sembilan malam, adalah perayaan masa tabur benih panenan musim dingin.
c)      Mela
Mela dilaksanakan setiap dua tahun sekali. Mitos dibalik perayaan ini adalah perang antara para dewa dengan roh-roh jahat di atas suatu buyung yang menyimpan minuman kehidupan kekal. Para dewa menang, tetapi selama peperangan ada empat tetes minuman kehidupan kekal yang jatuh menumpahi tempat dimana Mela dilaksanakan.

 
C.      Perkembangan Hindu di Indonesia
Masuknya Agama Hindu ke Indonesia merupakan masa yang sangat panjang. Menurut sejarah, masuknya agama Hindu ke Indonesia tidak terlepas dari hubungan dagang antara orang Indonesia dan India yang mengakibatkan masuknya budaya India masuk ke Indonesia. Proses masuknya agama dan kebudayaan Hindu ke Indonesia diperkirakan terjadi sejak abad I Masehi.
Penyebaran kebudayaan dan agama Hindu di Indonesia dapat dibagi menjadi dua, yaitu:[15]
1.      Bangsa India Bersifat Aktif
Bangsa India memiliki peran yang begitu besar dalam menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu di Indonesia, masyarakat Indonesia hanya sekedar menerima budaya dari India. Adapun teori-teori yang mendukung pandangan ini, yaitu:
a.         Teori Ksatria
Teori Ksatria menyatakan bahwa masuknya pengaruh Hinduisme ke Indonesia dibawa oleh kaum bangsawan/prajurit/ksatria. Ada beberapa tokoh yang mendukung teori ini, diantaranya:
a)      J.L. Moens
Yang membawa agama dan kebudayaan Hindu ke Indonesia adalah kaum ksatria atau bangsawan. Karena pada abad ke 4-5 Masehi di India terjadi kekacauan politik/peperangan, maka bangsawan yang kalah perang terdesak dan menyingkir ke Indonesia.
b)      C.C. Berg
Golongan ksatria turut menyebarkan kebudayaan Hindu di Indonesia. Para ksatria India ini ada yang terlibat konflik dalam masalah perebutan kekuasaan di Indonesia. Bantuan yang diberikan oleh para ksatria ini sedikit banyak membantu kemenangan bagi salah satu kelompok atau suku di Indonesia yang bertikai. Sebagai hadiah atas kemenangan itu, ada di antara mereka yang dinikahkan dengan salah satu putri dari kepala suku atau kelompok yang dibantunya. Dari perkawinannya itu, para ksatria dengan mudah menyebarkan tradisi Hindu kepada keluarga yang dinikahinya tadi. Selanjutnya berkembanglah tradisi Hindu dalam kerajaan di Indonesia.
b.      Teori Waisya
Masuknya pengaruh agama dan kebudayaan Hindu di Indonsia dibawa oleh para pedagang India. Dr. N.J. Krom mengemukakan ada 2 kemungkinan agama dan kebudayaan  Hindu disebarkan oleh para pedagang, yaitu:
a)    Para pedagang dari India melakukan perdagangan dan akhirnya sampai ke Indonesia memang hanya untuk berdagang. Melalui interaksi perdagangan itulah agama dan kebudayaan Hindu disebarkan pada rakyat Indonesia.
b)      Para pedagang dari India yang singgah di Indonesia kemudian mendirikan pemukiman sembari menunggu angin musim yang baik untuk membawa mereka kembali ke India. Merekapun akan berinteraksi dengan penduduk sekitar dan menyebarkan agama pada penduduk lokal Indonesia. Selanjutnya jika ada yang tertarik dengan penduduk setempat dan memutuskan untuk menikah serta berketurunan maka melalui keturunan inilah agama Hindu disebarkan ke masyarakat sekitar.[16]
c.       Teori Brahmana
Teori ini menyatakan bahwa yang membawa masuk dan menyebarkan agama serta kebudayaan Hindu di Indonesia adalah kaum Brahmana dari India. Menurut J.C. Van Leur beberapa alasannya adalah:
a)      Agama Hindu adalah milik kaum Brahmana sehingga merekalah yang paling tahu dan paham mengenai ajaran agama Hindu. Urusan keagamaan merupakan monopoli kaum Brahmana bahkan kekuasaan terbesar dipegang oleh kaum Brahmana sehingga hanya golongan Brahmana yang berhak dan mampu menyiarkan agama Hindu.
b)      Prasasti Indonesia yang pertama menggunakan berbahasa Sansekerta, sedangkan di India sendiri bahasa itu hanya digunakan dalam kitab suci dan upacara keagamaan Hindu. Bahasa Sansekerta adalah bahasa kelas tinggi sehingga tidak semua orang dapat membaca dan menulis bahasa Sansekerta. Di India hanya kasta Brahmana yang menguasai bahasa Sansekerta sehingga hanya kaum Brahmana-lah yang dapat dan boleh membaca kitab suci Weda.
c)      Karena kepala suku yang ada di Indonesia kedudukannya ingin diakui dan kuat seperti raja-raja di India maka mereka dengan sengaja mendatangkan kaum Brahmana dari India untuk mengadakan upacara penobatan dan mensyahkan kedudukan kepala suku di Indonesia menjadi raja. Dan mulailah dikenal istilah kerajaan. Karena upacara penobatan tersebut secara Hindu maka secara otomatis rajanya juga dinyatakan beragama Hindu, jika raja beragama Hindu maka rakyatnyapun akan mengikuti rajanya beragama Hindu.
d.      Teori Sudra
Teori ini menyatakan bahwa masuk dan berkembangnya kebudayaan serta agama Hindu ke Indonesia dibawa oleh orang-orang India yang berkasta Sudra atau pekerja kasar. Van Feber memperkuat teori Sudra yang didasarkan pada:
a)      Orang India berkasta Sudra (pekerja kasar) menginginkan kehidupan yang lebih baik daripada mereka tinggal menetap di India sebagai pekerja kasar bahkan tak jarang mereka dijadikan sebagai budak para majikan sehingga mereka pergi ke daerah lain bahkan ada yang sampai ke Indonesia.
b)      Orang berkasta sudra yang berada pada kasta terendah di India tidak jarang dianggap sebagai orang buangan sehingga mereka meninggalkan daerahnya pergi ke daerah lain bahkan keluar dari India hingga ada yang sampai ke Indonesia agar mereka mendapat kedudukan yang lebih baik dan lebih dihargai.
2.      Bangsa Indonesia Bersifat Aktif
Dalam pandangan ini, bangsa Indonesia memiliki peran yang begitu besar dalam menyebarkan Agama dan kebudayaan hindu di Indonesia. adapun teori yang mendukung pandangan ini yaitu teori arus balik. Teori ini di kemukakan oleh F.D.K Bosch. Ia mengemukakan peranan bangsa Indonesia sendiri dalam penyebaran dan pengembangan agama Hindu. Para ahli yang telah meneliti masyarakat Indonesia kuno berpendapat bahwa unsur budaya Indonesia lama masih nampak dominan sekali dalam semua lapisan masyarakat. salah satu hal yang mencolok dalam masyarakat Hindu adalah adanya kasta, penerapan sistem kasta di Indonesia tidak seperti di India.
Selanjutanya, dalam penyebaran budaya India di Indonesia dilakukan oleh kaum terdidik. Akibat interaksinya dengan para pedagang India, di Indonesia terbentuk masyarakat Hindu terdidik yang di kenal dengan sangha. Mereka giat mempelajari bahasa Sanskerta, kitab suci, sastra, dan budaya tulis. Mereka kemudian memperdalam agama dan kebudayaan Hindu di India. Sekembalinya ke Indonesia mereka mengembangkan agama dan kebudayaan tersebut. Hal ini bisa diliat dari peninggalan dan budaya yang memiliki corak keindonesiaan.[17]









BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Agama Hindu adalah agama yang tumbuh dari dua bangsa yang memiliki kebudayaan yang mula-mula dalam banyak hal sangat berlainan, tetapi kemudian lebur menjadi satu. Akan tetapi, pengaruh bangsa Drawida tidak begitu besar, karena bangsa Arya memasuki India dengan kemenangan-kemenangan dan berpengaruh dalam tulisan-tulisan Hinduistis tertua. Ajaran agama Hindu terdiri dari beberapa hal penting, yaitu:
1.      Ke-Tuhanan
menurut umat Hindu, terdapat Tuhan Yang Maha Esa dan  hanya ada satu kekuatan dan  menjadi sumber dari segala yang ada yang dipuja melalui berbagai bentuk cara, yaitu Brahman, yang memanifestasikan diri-Nya kepada makhluk dalam beragam bentuk.
2.      Kitab Suci
Sumber ajaran agama Hindu adalah kitab suci Weda, yaitu kitab yang berisikan ajaran kesucian yang diyakini oleh umatnya sebagai anadi ananta yakni tidak berawal dan tidak diketahui kapan diturunkan dan berlaku sepanjang masa yang diwahyukan oleh Brahman melalui para Maharesi (putra Brahman yang menjaga dan menguasai dunia seluruhnya).
3.      Sistem Kasta
Sebagaimana diketahui, struktur kemasyarakatan dalam agama Hindu terbagi menjadi beberapa kasta, yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya dan Syudra.
4.      Praktek Keagamaan terdiri dari ibadat di kuil dan di rumah, perayaan keagamaan berdasarkan penanggalan Hindu, berhubungan dengan musim bercocok tanam, dan mela.
Adapun Penyebaran kebudayaan dan agama Hindu di Indonesia dapat dibagi menjadi dua, yaitu bangsa India bersifat aktif dan bangsa Indonesia bersifat aktif.

B.     Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Penulis menerima bimbingan, saran serta kritik dari semua pihak yang membaca makalah ini yang bersifat membangun dan konstruktif demi perbaikan makalah ini agar lebih sempurna di kemudian hari.



DAFTAR PUSTAKA

Bakry, Hasbullah. Ilmu Perbandingan Agama. Jakarta: Widjaya, 1986.
Honig, A.G. Jr. Ilmu Agama. Jakarta: Gunung Mulia, 1997.
Keene, Michael. Agama-Agama Dunia. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2015.
Poesponegoro, Marwati Djoened. Sejarah Nasional Indonesia II. Jakarta: Balai Pustaka, 2010.
Salam, Solichin. Sekitar Wali Sanga. Kudus: Menara Kudus, 1960.


                                                                                      


[1] Michael Keene, Agama-Agama Dunia (Yogyakarta: Penerbit Kanisius), Cet. 5, 2015, hlm. 8
[2] Honig, A.G. Jr, Ilmu Agama, (Jakarta: Gunung Mulia), 1997, hlm. 79
[3] Honig, A.G. Jr, Ilmu Agama, hlm. 78
[4] Michael Keene, Agama-Agama Dunia,  hlm. 11
[5] Honig, A.G. Jr, Ilmu Agama, hlm. 81
[6] Michael Keene, Agama-Agama Dunia, hlm. 11
[7]Hasbullah Bakry, Ilmu Perbandingan Agama (Jakarta: Widjaya, 1986), hlm. 45
[8] Michael Keene, Agama-Agama Dunia, hlm. 15
[9] Michael Keene, Agama-Agama Dunia., hlm. 20.
[10] Michael Keene, Agama-Agama Dunia., hlm. 22.
[11] Hasbullah Bakry, Ilmu Perbandingan Agama., hlm. 45.
[12] Solichin Salam, Sekitar Wali Sanga (Kudus: Menara Kudus, 1960), hlm. 9.
[13] Solichin Salam, Sekitar Wali Sanga, hlm. 15
[14] Hasbullah Bakry, Ilmu Perbandingan Agama., hlm. 43
[15] Marwati Djoened Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia II (Jakarta:Balai Pustaka. 2010). hlm 22

[16]Marwati Djoened Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia II, hlm 23
[17]Marwati Djoened Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia II, hlm 27

Tidak ada komentar:

Posting Komentar