BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Agama
Hindu adalah salah satu agama atau aliran kepercayaan yang hingga kini masih
dikenal oleh masyarakat di dunia. Agama ini dalam perjalanannya memiliki kisah,
sistem peraturan dan kemasyarakatan yang unik bila dibandingkan dengan agama
lainnya. Agama ini juga dikenal mengandung sinkretisme yang dibentuk dari
perpaduan antara berbagai jenis kepercayaan dan budaya di anak benua India.
Bila dipikirkan, dari seluruh agama yang masih hidup, mungkin agama Hindu yang
paling tua setelah kepercayaan animisme dan dinamisme.
Maka
dari itu, dalam mempelajari studi tentang sejarah agama-agama, pembahasan agama
Hindu bila dibandingkan dengan agama-agama lainnya ialah paling awal bila
diruntut secara sejarah perkembangan agama-agama di dunia, dan juga memiliki
nilai historis yang sangat tinggi. Sehingga dipandang perlu mengetahui agama
Hindu beserta seluk-beluknya pada saat memperbincangkan agama-agama di dunia.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana asal-usul agama Hindu?
2. Bagaimana ajaran agama Hindu?
3. Bagaimana perkembangan agama Hindu
di Indonesia?
C. Tujuan
Pembahasan
1. Untuk mengetahui asal-usul agama
Hindu.
2. Untuk mengetahui ajaran agama
Hindu.
3. Untuk mengetahui perkembangan
agama Hindu di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Asal-Usul Agama Hindu
Hindu
muncul sekitar tahun 3000 dan 2000 tahun sebelum Masehi di India, tepatnya di
lembah sungai Indus. Kata Hindu berasal dari kata Sungai Indus berasal dari
kata sanskerta “Siddhu”, yang kemudian oleh bangsa Persia Kuno diucapkan
sebagai “Hindu”. Agama Hindu merupakan agama paling tua di dunia yang masih
hidup sampai sekarang.[1]
Antara
3000 dan 2000 tahun sebelum Masehi, di lembah sungai Indus, yaitu bagian
selatan India tinggallah bangsa Drawida yang mula-mula mereka tinggal tersebar
di seluruh wilayah di India, akan tetapi karena mereka hidup sebagai orang
taklukan dan bekerja pada bangsa-bangsa yang merebut wilayah mereka di sebelah
utara, maka mereka hanya tinggal di sebelah selatan (sungai Gangga) dan
memerintah negerinya sendiri. Mereka adalah bangsa yang orang-orangnya memiliki
ciri-ciri berkulit hitam dan berhidung pipih, berpawakan kecil dan berambut
keriting. Bermacam-macam unsur kebudayaan di India berasal dari kebudayaan
bangsa Drawida, yaitu munculnya patung-patung dewa-dewi dan pengakuan adanya
dewa-dewi Induk, dan masih banyak lainnya.[2]
Antara
2000 dan 1000 tahun sebelum Masehi, masuklah ke India bangsa Arya dari sebelah
utara yang memisahkan diri dari Iran yang memasuki melalui jurang-jurang di
pegunungan Hindu Kush. Ketika mereka masuk ke India, mereka lebih unggul dalam
ilmu peperangan daripada bangsa Drawida, sehingga mereka mampu menguasai dan
menetap di dataran sungai Indus sampai di tepi sungai Gangga. Sehingga mereka
bercampur dengan bangsa Drawida dan terwujudlah suatu kesatuan menjadi
kebudayaan India. Bangsa Arya adalah bangsa yang orang-orangnya memiliki
ciri-ciri berkulit putih dan berbadan tegap, bentuk hidungnya melengkung
sedikit.[3]
Bangsa Arya datang dengan membawa bahasa Sanskerta dan memperkenalkan sistem
kasta berdasarkan kedudukannya untuk menentukan dengan siapa mereka boleh
menikah dan bergaul.[4]
Jadi,
agama Hindu adalah agama yang tumbuh dari dua bangsa yang memiliki kebudayaan
yang mula-mula dalam banyak hal sangat berlainan, tetapi kemudian lebur menjadi
satu. Akan tetapi, pengaruh bangsa Drawida tidak begitu besar, karena bangsa
Arya memasuki India dengan kemenangan-kemenangan dan berpengaruh dalam
tulisan-tulisan Hinduistis tertua. Agama bangsa Arya dikenal dari kitab Weda.[5]
Kitab weda merupakan kitab paling tua yang merupakan kumpulan pujian-pujian dipersembahkan
kepada dewa-dewi, termasuk Indra (dewa langit), Agni (dewa api), dan Aditi
(dewi ibu).[6]
B.
Ajaran Agama Hindu
1.
Ke-Tuhanan
Agama
Hindu memiliki banyak sekali dewa. Namun dari sekian banyak dewa, hanya tiga
yang terkenal, yaitu dewa Brahmana (dewa pencipta), dewa Wisnu (dewa
pemelihara), dan dewa Syiwa (dewa pembinasa). Ketiga dewa tersebut lebih
dikenal dengan sebutan Trimurti.[7]
Hindu seringkali dianggap sebagai agama yang beraliran politeisme karena memuja banyak dewa, namun tidaklah sepenuhnya
demikian. Karena menurut umat Hindu, terdapat Tuhan Yang Maha Esa dan hanya ada satu kekuatan dan menjadi sumber dari segala yang ada yang
dipuja melalui berbagai bentuk cara, yaitu Brahman, yang memanifestasikan diri-Nya kepada makhluk dalam
beragam bentuk. Namun, dalam ajaran agama Hindu, Brahman tidak hanya
dalam bentuk roh yang mutlak, akan tetapi juga dalam bentuk jiwa (atman) yang
berada di dalam diri kita.[8]
2.
Kitab
Suci
Sumber
ajaran agama Hindu adalah kitab suci Weda, yaitu kitab yang berisikan ajaran kesucian
yang diyakini oleh umatnya sebagai anadi ananta yakni tidak berawal
dan tidak diketahui kapan diturunkan dan berlaku sepanjang masa yang diwahyukan
oleh Brahman melalui para Maharesi (putra Brahman yang menjaga dan menguasai
dunia seluruhnya). Kitab suci ini mengandung kepercayaan-kepercayaan,
adat-istiadat, dan hukum-hukum. Penganut agama Hindu mempercayai kitab Weda
adalah suatu kitab yang ada sejak dahulu yang tidak mempunyai tanggal
permulaannya.[9].
Weda
secara etimologinya berasal dari kata "Vid" (bahasa sansekerta), yang
artinya mengetahui atau pengetahuan. Weda adalah ilmu pengetahuan suci yang
maha sempurna dan kekal abadi. Kitab Weda terdiri dari empat macam, yaitu[10]:
a.
Rig
Weda
Kitab ini merupakan kitab yang
termasyhur, terpenting, dan paling lengkap di antara keempat kitab-kitab Weda
yang lain. Kitab ini disusun pada sekitar 3000 tahun sebelum Masehi, yang
mengandung 1.017 pujian yang oleh para pemeluknya dinyanyikan untuk dewa-dewa
mereka, yakni Agni (dewa api), Varuna, dan Surya (dewa matahari).
b.
Sana
Weda
Sana Weda ini isinya hampir sama
dengan Rig Weda, hanya saja ada sedikit tambahan. Kitab ini berisi penjelasan
dari Rig Weda yang dilengkapi dengan nyanyian-nyanyian.
c.
Yajur
Weda
Kitab ini mengandung ayat-ayat prosa
dan mantra-mantra yang dibaca oleh para pendeta ketika akan menyerahkan
persembahan dalam ritual upacara keagamaan yang lebih kecil.
d.
Atharva
Weda
Kitab ini merupakan kitab suci
khusus bagi para pendeta golongan dari kasta Brahmana. Kitab ini mengandung
beberapa uraian tentang sihir, kekuatan-kekuatan gaib, dan
kepercayaan-kepercayaan semu.
Sedangkan
isi kitab Weda terdiri beberapa bagian, yaitu[11]:
a.
Mantra/Samhita
Sebagian besar isi Weda adalah
mantra yang terdiri dari doa-doa dan nyanyian-nyanyian suci, yang dilakukan oleh
para pendeta ketika menghidangkan sesajen bagi para dewa. Di samping itu, juga
terdapat semacam mantra yang digunakan untuk tenung, guna-guna, dan juga
sebagai penghalau makhluk halus.
Disebut juga samhita karena terdapat banyak kumpulan ayat-ayat
puisi yang terdapat dalam Rig Weda dan Sama Weda. Sementara di dalam Atharva
Weda berisi doa-doa yang diberikan oleh penduduk India kepada Tuhan.
b.
Brahmana
Brahmana adalah petunjuk yang
diberikan oleh golongan Brahmana kepada para penduduk negeri mereka dan di
tengah-tengah keluarga mereka. Brahmana berisi uraian atau penjelasan mengenai
upacara korban, agar supaya korban itu diterima oleh para dewa, dan dosa-dosa
orang yang berkorban dapat diampuni.
e.
Upanisyad
Upanisyad merupakan rahasia-rahasia
yang disusun sebagai petunjuk kepada golongan-golongan pendeta dan ahli ibadat
yang konsisten kepada kehidupan batin dan meninggalkan segala bentuk kehidupan
luar yang memiliki kedudukan tertinggi dalam tingkatan agama. Perenungan
ketuhanan menurun dan digantikan dengan ilmu pengetahuan. Maka dari itu,
Upanisyad hanyalah berupa pandangan falsafah kehidupan mengenai ketuhanan jiwa
manusia, penjelmaan jiwa yang berganti-ganti, dan sebagainya.
3.
Sistem
Kasta
Sebagaimana
diketahui, struktur kemasyarakatan dalam agama Hindu terbagi menjadi beberapa
kasta, yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya dan Syudra.[12] Masing-masing
dari pembagian kasta tersebut antara lain:
a.
Kasta
Brahmana
Kasta Brahmana terdiri dari golongan pendeta dan pendidik. Golongan
ini berkewajiban mempelajari kitab-kitab Weda dan mengajarkannya kepada
kaumnya, bertanggung jawab memelihara undang-undang dan agama, dan memegang hak
mutlak dalam menerima pemberian korban yang dilakukan oleh kaumnya.
b.
Kasta
Ksatria
Kasta ksatria terdiri atas golongan
raja dan tentara/panglima. Orang-orang yang telah memperkaya akal pikirannya
dengan kitab-kitab Weda sangat patut dan layak dijadikan sebagai pemimpin,
raja, tentara, panglima, dan hakim bagi manusia.
c.
Kasta
Waisya
Kasta waisya terdiri dari golongan
pedagang, saudagar, dan petani. Mereka harus mengetahui undang-undang
perniagaan dan peraturan memungut bunga (riba). Seorang waisya harus mengetahui
semua yang berkaitan dengan aktivitas perdagangan dan pertanian, seperti
cara-cara mengelola lahan dan menabur benih, dan juga memiliki pengetahuan
bagaimana cara menimbang dan mengukur dalam aktivitas jual beli.
d.
Kasta
Sudra
Kasta sudra adalah kastanya golongan
para kuli dan hamba sahaya. Golongan ini harus mematuhi perintah dari golongan
Brahmana yang menjadi pemuka agama yang arif dalam mengajarkan kitab Weda
kepadanya. Dengan kepatuhan ini diharapkan ia diberi kebahagiaan setelah mati
dengan suatu penghidupan baru yang lebih tinggi.
Selain keempat kasta di atas, ada lagi golongan yang tingkatannya
lebih rendah dari kasta sudra. Golongan tersebut dinamakan Paria atau
golongan paling bawah dalam agama Hindu, sehingga dianggap sebagai bangsa yang
tak berkasta[13].
Oleh karena tidak memiliki kasta, maka mereka dijauhkan dari pergaulan hidup
sehari-hari[14].
4.
Praktek
Keagamaan
a.
Ibadat
di Kuil
Kuil
merupakan tempat ibadah sebagai pusat kehidupan religius, dipersembahkan kepada
dewa tertentu. Walaupun sebagian besar umat Hindu melaksanakan ibadat di rumah
masing-masing, banyak juga yang teratur pergi beribadat ke kuil terdekat.
Mereka beribadat dengan menyalakan lilin dan berdoa, ketika mereka meninggalkan
tempat ibadat, masing-masing diberi makanan yang sudah diberkati yang telah
dipersembahkan kepada dewa.
Ibadat di kuil dilakukan dari salah satu dari tiga bentuk:
a)
Menyanyikan
lagu-lagu pujian yang diiringi dengan bel dan rebana sementara beberapa orang
menari.
b)
Arti, yaitu ibadat pembukaan. Pendeta menyalakan lilin di atas penampan
untuk melambangkan lima unsure (tanah, api, udara, gas, dan air).
c)
Havan, persembahan api. Dengan menggunakan kayu, kamper, dan minyak
lemak kerbau, kemudian pendeta menyalakan api di atas altar api yang dapat
dipindah, untuk melambangkan mulut dewa yang melahap sajian yang berada di
hadapannya.
b.
Ibadat
di Rumah
Setiap
rumah memiliki tempat pemujaan yang di dalamnya terdapat gambar dewa pujaan.
Wanita Hindu paling bertanggungjawab atas kehidupan spiritual keluarga di
rumah. Hindu mempunyai tradisi untuk menyampaikan cerita dan para wanitalah
yang menjaga supaya cerita dituturkan turun-menurun. Anak-anak umat Hindu
dididik menjalankan lima tugas harian:
a)
Yoga
atau meditasi
b)
Mengormati
dan memuja dewa pujaan keluarga
c)
Menghormati
anggota keluarga yang lebih tua dan para leluhur sepenuh hati
d)
Menunjukkan
sikap keramahtamahan keluarga kepada siapa pun termasuk kepada orang-orang suci
e)
Menghargai
semua makhluk hidup
c.
Perayaan
Keagamaan
Perayaan
keagamaan Hindu dapat dibagi menjadi tiga kelompok:
a)
Menurut
Penanggalan Hindu
Yaitu
mengikuti pola enam musim dalam setahun. Divali, perayaan Cahaya,
berlangsung selama 15 hari di bulan Oktober atau November dirayakan secara luas
untuk menyambut kedatangan Lakshmi, dewi kemakmuran dan kebahagiaan ke dalam
rumah mereka. Dassehra, dilaksanalan bulan Oktober atau November untuk memuji
kebaikan para dewa. Saraswati, diambil dari nama dewi ilmu pengetahuan
yang terkenal dan dapat dirayakan kapan saja.
b)
Berhubungan
Dengan Musim Bercocok Tanam
Negara
yang bergantung pada pertanian, musim menabur benih dan musim panen adalah saat
yang paling vital sepanjang tahun, yaitu Navaratri, perayaan sembilan
malam, adalah perayaan masa tabur benih panenan musim dingin.
c)
Mela
Mela
dilaksanakan setiap dua tahun sekali. Mitos dibalik perayaan ini adalah perang
antara para dewa dengan roh-roh jahat di atas suatu buyung yang menyimpan
minuman kehidupan kekal. Para dewa menang, tetapi selama peperangan ada empat
tetes minuman kehidupan kekal yang jatuh menumpahi tempat dimana Mela
dilaksanakan.
Masuknya Agama Hindu ke Indonesia merupakan masa yang sangat
panjang. Menurut sejarah, masuknya agama Hindu ke Indonesia tidak terlepas dari
hubungan dagang antara orang Indonesia dan India yang mengakibatkan masuknya
budaya India masuk ke Indonesia. Proses masuknya agama dan kebudayaan Hindu ke
Indonesia diperkirakan terjadi sejak abad I Masehi.
1. Bangsa India Bersifat Aktif
Bangsa India memiliki peran yang begitu besar dalam menyebarkan
agama dan kebudayaan Hindu di Indonesia, masyarakat Indonesia hanya sekedar
menerima budaya dari India. Adapun teori-teori yang mendukung pandangan ini,
yaitu:
a.
Teori Ksatria
Teori Ksatria menyatakan bahwa masuknya pengaruh Hinduisme ke
Indonesia dibawa oleh kaum bangsawan/prajurit/ksatria. Ada beberapa tokoh yang
mendukung teori ini, diantaranya:
a)
J.L.
Moens
Yang membawa agama dan kebudayaan Hindu ke Indonesia adalah kaum
ksatria atau bangsawan. Karena pada abad ke 4-5 Masehi di India terjadi
kekacauan politik/peperangan, maka bangsawan yang kalah perang terdesak dan
menyingkir ke Indonesia.
b) C.C. Berg
Golongan ksatria turut menyebarkan kebudayaan Hindu di Indonesia.
Para ksatria India ini ada yang terlibat konflik dalam masalah perebutan
kekuasaan di Indonesia. Bantuan yang diberikan oleh para ksatria ini sedikit
banyak membantu kemenangan bagi salah satu kelompok atau suku di Indonesia yang
bertikai. Sebagai hadiah atas kemenangan itu, ada di antara mereka yang
dinikahkan dengan salah satu putri dari kepala suku atau kelompok yang
dibantunya. Dari perkawinannya itu, para ksatria dengan mudah menyebarkan
tradisi Hindu kepada keluarga yang dinikahinya tadi. Selanjutnya berkembanglah
tradisi Hindu dalam kerajaan di Indonesia.
b. Teori
Waisya
Masuknya pengaruh agama dan kebudayaan Hindu di Indonsia dibawa
oleh para pedagang India. Dr. N.J. Krom mengemukakan ada 2 kemungkinan agama
dan kebudayaan Hindu disebarkan oleh
para pedagang, yaitu:
a)
Para
pedagang dari India melakukan perdagangan dan akhirnya sampai ke Indonesia
memang hanya untuk berdagang. Melalui interaksi perdagangan itulah agama dan
kebudayaan Hindu disebarkan pada rakyat Indonesia.
b) Para pedagang dari India yang singgah di Indonesia kemudian
mendirikan pemukiman sembari menunggu angin musim yang baik untuk membawa
mereka kembali ke India. Merekapun akan berinteraksi dengan penduduk sekitar
dan menyebarkan agama pada penduduk lokal Indonesia. Selanjutnya jika ada yang
tertarik dengan penduduk setempat dan memutuskan untuk menikah serta
berketurunan maka melalui keturunan inilah agama Hindu disebarkan ke masyarakat
sekitar.[16]
c. Teori
Brahmana
Teori ini menyatakan bahwa yang membawa masuk dan menyebarkan agama
serta kebudayaan Hindu di Indonesia adalah kaum Brahmana dari India. Menurut
J.C. Van Leur beberapa alasannya adalah:
a)
Agama
Hindu adalah milik kaum Brahmana sehingga merekalah yang paling tahu dan paham
mengenai ajaran agama Hindu. Urusan keagamaan merupakan monopoli kaum Brahmana
bahkan kekuasaan terbesar dipegang oleh kaum Brahmana sehingga hanya golongan
Brahmana yang berhak dan mampu menyiarkan agama Hindu.
b) Prasasti Indonesia yang pertama menggunakan berbahasa Sansekerta,
sedangkan di India sendiri bahasa itu hanya digunakan dalam kitab suci dan
upacara keagamaan Hindu. Bahasa Sansekerta adalah bahasa kelas tinggi sehingga
tidak semua orang dapat membaca dan menulis bahasa Sansekerta. Di India hanya
kasta Brahmana yang menguasai bahasa Sansekerta sehingga hanya kaum
Brahmana-lah yang dapat dan boleh membaca kitab suci Weda.
c) Karena kepala suku yang ada di Indonesia kedudukannya ingin diakui
dan kuat seperti raja-raja di India maka mereka dengan sengaja mendatangkan
kaum Brahmana dari India untuk mengadakan upacara penobatan dan mensyahkan
kedudukan kepala suku di Indonesia menjadi raja. Dan mulailah dikenal istilah
kerajaan. Karena upacara penobatan tersebut secara Hindu maka secara otomatis
rajanya juga dinyatakan beragama Hindu, jika raja beragama Hindu maka
rakyatnyapun akan mengikuti rajanya beragama Hindu.
d. Teori
Sudra
Teori ini menyatakan bahwa masuk dan berkembangnya kebudayaan serta
agama Hindu ke Indonesia dibawa oleh orang-orang India yang berkasta Sudra atau
pekerja kasar. Van Feber memperkuat teori Sudra yang didasarkan pada:
a)
Orang
India berkasta Sudra (pekerja kasar) menginginkan kehidupan yang lebih baik
daripada mereka tinggal menetap di India sebagai pekerja kasar bahkan tak
jarang mereka dijadikan sebagai budak para majikan sehingga mereka pergi ke
daerah lain bahkan ada yang sampai ke Indonesia.
b) Orang berkasta sudra yang berada pada kasta terendah di India tidak
jarang dianggap sebagai orang buangan sehingga mereka meninggalkan daerahnya
pergi ke daerah lain bahkan keluar dari India hingga ada yang sampai ke
Indonesia agar mereka mendapat kedudukan yang lebih baik dan lebih dihargai.
2.
Bangsa Indonesia Bersifat Aktif
Dalam pandangan ini, bangsa Indonesia memiliki peran yang begitu
besar dalam menyebarkan Agama dan kebudayaan hindu di Indonesia. adapun teori
yang mendukung pandangan ini yaitu teori arus balik. Teori ini di kemukakan
oleh F.D.K Bosch. Ia mengemukakan peranan bangsa Indonesia sendiri dalam
penyebaran dan pengembangan agama Hindu. Para ahli yang telah meneliti
masyarakat Indonesia kuno berpendapat bahwa unsur budaya Indonesia lama masih
nampak dominan sekali dalam semua lapisan masyarakat. salah satu hal yang
mencolok dalam masyarakat Hindu adalah adanya kasta, penerapan sistem kasta di
Indonesia tidak seperti di India.
Selanjutanya, dalam penyebaran budaya India di Indonesia dilakukan
oleh kaum terdidik. Akibat interaksinya dengan para pedagang India, di
Indonesia terbentuk masyarakat Hindu terdidik yang di kenal dengan sangha.
Mereka giat mempelajari bahasa Sanskerta, kitab suci, sastra, dan budaya tulis. Mereka kemudian memperdalam agama dan kebudayaan Hindu
di India. Sekembalinya ke Indonesia mereka mengembangkan agama dan kebudayaan
tersebut. Hal ini bisa diliat dari peninggalan dan budaya yang memiliki corak
keindonesiaan.[17]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Agama
Hindu adalah agama yang tumbuh dari dua bangsa yang memiliki kebudayaan yang
mula-mula dalam banyak hal sangat berlainan, tetapi kemudian lebur menjadi
satu. Akan tetapi, pengaruh bangsa Drawida tidak begitu besar, karena bangsa
Arya memasuki India dengan kemenangan-kemenangan dan berpengaruh dalam
tulisan-tulisan Hinduistis tertua. Ajaran agama Hindu terdiri dari beberapa hal
penting, yaitu:
1.
Ke-Tuhanan
menurut umat Hindu, terdapat Tuhan
Yang Maha Esa dan hanya ada satu
kekuatan dan menjadi sumber dari segala
yang ada yang dipuja melalui berbagai bentuk cara, yaitu Brahman, yang memanifestasikan diri-Nya kepada makhluk dalam
beragam bentuk.
2.
Kitab Suci
Sumber ajaran agama Hindu adalah kitab suci Weda, yaitu kitab yang
berisikan ajaran kesucian yang diyakini oleh umatnya sebagai anadi
ananta yakni tidak berawal dan tidak diketahui kapan diturunkan dan
berlaku sepanjang masa yang diwahyukan oleh Brahman melalui para Maharesi
(putra Brahman yang menjaga dan menguasai dunia seluruhnya).
3.
Sistem
Kasta
Sebagaimana diketahui, struktur kemasyarakatan dalam agama Hindu
terbagi menjadi beberapa kasta, yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya dan Syudra.
4.
Praktek
Keagamaan terdiri dari ibadat di kuil dan di rumah, perayaan keagamaan berdasarkan
penanggalan Hindu, berhubungan dengan musim bercocok tanam, dan mela.
Adapun
Penyebaran kebudayaan dan agama Hindu di Indonesia dapat dibagi menjadi dua,
yaitu bangsa India bersifat aktif dan
bangsa Indonesia bersifat aktif.
B.
Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini
jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Penulis
menerima bimbingan, saran serta kritik dari semua pihak yang membaca makalah
ini yang bersifat membangun dan konstruktif demi perbaikan makalah ini agar
lebih sempurna di kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
Bakry, Hasbullah. Ilmu
Perbandingan Agama. Jakarta: Widjaya, 1986.
Honig, A.G. Jr. Ilmu Agama. Jakarta: Gunung Mulia, 1997.
Keene, Michael. Agama-Agama Dunia. Yogyakarta: Penerbit Kanisius,
2015.
Poesponegoro, Marwati Djoened. Sejarah Nasional Indonesia II.
Jakarta: Balai Pustaka, 2010.
Salam, Solichin. Sekitar Wali Sanga. Kudus: Menara Kudus, 1960.
[1] Michael Keene,
Agama-Agama Dunia (Yogyakarta: Penerbit Kanisius), Cet. 5, 2015, hlm. 8
[2] Honig, A.G.
Jr, Ilmu Agama, (Jakarta: Gunung Mulia), 1997, hlm. 79
[3] Honig, A.G.
Jr, Ilmu Agama, hlm. 78
[4] Michael Keene,
Agama-Agama Dunia, hlm. 11
[5] Honig, A.G.
Jr, Ilmu Agama, hlm. 81
[6] Michael Keene,
Agama-Agama Dunia, hlm. 11
[7]Hasbullah
Bakry, Ilmu Perbandingan Agama (Jakarta: Widjaya, 1986), hlm. 45
[8] Michael Keene,
Agama-Agama Dunia, hlm. 15
[9] Michael Keene,
Agama-Agama Dunia., hlm. 20.
[10] Michael Keene,
Agama-Agama Dunia., hlm. 22.
[11] Hasbullah
Bakry, Ilmu Perbandingan Agama., hlm. 45.
[12] Solichin
Salam, Sekitar Wali Sanga (Kudus: Menara Kudus, 1960), hlm. 9.
[13] Solichin
Salam, Sekitar Wali Sanga, hlm. 15
[14] Hasbullah
Bakry, Ilmu Perbandingan Agama., hlm. 43
[15] Marwati Djoened Poesponegoro, Sejarah
Nasional Indonesia II (Jakarta:Balai Pustaka. 2010). hlm 22
[16]Marwati Djoened
Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia
II, hlm 23
[17]Marwati Djoened
Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia
II, hlm 27
Tidak ada komentar:
Posting Komentar