Minggu, 28 Februari 2016

Tinjauan Umum Penelitian al-Qur’an dan Tafsir



Resume dari Buku METOPEN al-Qur'an dan Tafsir: DR. H. Abdul Mustaqim
A.    Hakikat Penelitian Ilmiah
Penelitian ilmiah adalah proses kerja ilmiah secara sistematik, dengan metode dan pendekatan tertentu, analisis yang mendalam terhadap suatu fenomena atau problem akademik.
Problem akademik menuntut adanya penjelasan ilmiah melalui riset berupa: 1) adanya kesenjangan antara apa yang semestinya dengan apa yang senyatanya, 2) masalah yang belum jelas karena terkesan kontradiksi, dan 3) hal yang ingin dijelaskan secara mendalam. Maka semua cabang keilmuan bisa dikembangkan, ditelaah ulang, dikritisi, dan direkontruksi.
Sebuah riset ilmiah bertujuan untuk mencari kebenaran “objektif” atau tujuan ilmiah tertentu, maka diperlukan metodologi. Metodologi adalah prosedur yang harus ditempuh peneliti. Penelitian yang baik melalui penyusunan proposal penelitian.

B.     Ciri Khas Penelitian Ilmiah
1.      Objektif
Dua pengertian objektif adalah fokus dan mendalam serta sesuai dengan data objektif.
2.      Metodologis
Metodologis adalah disusun secara sistematis, logis, kritis-analitik. Syarat sebagai peneliti adalah: Pertama, syarat akademis antara lain: 1) mempunyai bekal pengetahuan yang memadai, 2) mampu mencari sumber asli dan sekunder riset, 3) mampu berfikir sistematis, logis dan kritis, 4) mampu berpikir objektif. Kedua, syarat etis antara lain: 1) ikhlas, jujur, dan amanah, 2) sabar, 3) memiliki tanggungjawab akademis, 4) teliti dan cermat.

C.     Tafsir, Metode Tafsir dan Metode Penelitian Tafsir
1.      Tafsir
Tafsir adalah produk penafsiran seorang mufassir mengenai pemahaman ayat dalam al-Qur’an, sehingga makna global menjadi rinci. Tafsir meniscayakan tidak mengalami titik henti, maka produk tafsir perlu diteliti proses dialektika, change and continuity dan relevansinya dengan konteks kekinian, dsb.
2.      Metode Tafsir
Metode tafsir adalah cara menafsirkan ayat al-Qur’an dengan kaedah yang telah dirumuskan dan diakui kebenarannya. Dalam studi tafsir ada beberapa metode: 1) ijmali (global), dijelaskan pesan-pesan pokok ayat al-Qur’an, 2) tahlili (analitis), dijelaskan secara analisi dari berbagai aspek, 3) muqarin (komparatif), membandingkan antara al-Qur’an dengan Hadis, antara pendapat mufassir, atau al-Qur’an dengan kitab Suci lain, 4) maudlu’i (tematik), mengambil tema tertentu, dikumpulkan, dijelaskan semantisnya, penafsirannya, dihubungkan, sehingga utuh dan komprehensif.
3.      Metode Penelitian Tafsir
Metode penelitian tafsir adalah cara peneliti dalam melakukan riset terhadap kitab tafsir. Jika penelitian al-Qur’an lebih luas daripada penelitian tafsir. Objek material penelitian al-Qur’an, sedangkan penelitian tafsir adalah kitab tafsir.

D.    Tujuan Penelitian al-Qur’an dan Tafsir
1.      Mencari kejelasan; kajian yang bersifat deskriptif
2.      Mengkritik pemikiran tokoh penafsir
3.      Menegaskan suatu teori
4.      Menemukan teori baru
5.      Membandingkan antarkonsep

E.     Ranah Penelitian al-Qur’an dan Tafsir
1.      Amin al-Khulli
a.       Kajian Internal (makna yang terkandung dalam al-Qur’an)
b.      Kajian Eksternal (diseputar al-Qur’an)
2.      Teori Hans-Robert Jauss
a.       Hermeneutis (pemaknaan dan tafsir) yang melahirkan produk tafsir dan terjemahan al-Qur’an.
b.      Estetis (keindahan) karya tulis/rasm da suara munculnya lagu-lagu al-Qur’an.
c.       Sosio-kultural (tradisi dan budaya) masyarakat terkait respon dan resepsi terhadap al-Qur’an.
3.      Teori Aksentuatif
a.       Penelitian Tematik (topik atau tema isu dalam al-Qur’an)
b.      Penelitian Tokoh (pemikiran tokoh yang mengkaji al-Qur’an dan atau tafsir)
c.       Penelitian Kawasan (tempat yang memiliki kekhasan dalam kajian al-Qur’an atau tafsir)
d.      Penelitian Living Qur’an (praktik masyarakat berinteraksi dengan al-Qur’an, maknanya, bagaimana relasi teks dengan praktik sosial masyarakat)
e.       Penelitian makhtuthat/filologi (kajian manuskrip yang belum dipublikasikan)
f.       Penelitian Komparatif (membandingkan antarkawasan atau antartokoh)
Nama   : Ulfah Kholiliana Nefiyanti
NIM    : 14530049

Kamis, 04 Februari 2016

ILMU MAJAZ AL-HADIS



Karya: 

Mayang Safira Rizal


A.    Pengertian Ilmu Majaz al-Hadis
Secara etimologis majaz berasal dari kata Jaza Syai’a Yajuzuhu (seseorang telah melewati sesuatu, maka dia terlewatinya), yakni kata yang dialihkan dari makna asalnya kemudian digunakan untuk menunjukkan makna yang lain yang mempunyai kesesuaian dari makna asalnya.
Sedangkan secara terminologis, al-Jahiz mendefinisikan majaz adalah sebagai kebalikan dari ungkapan hakiki yaitu sebagaimana pernyataannya;“majaz adalah lafadz yang diucapkan tidak sebagaimana makna asalnya karena adanya perluasan makna dari ahli bahasa.”
Yang dimaksut dengan majaz di sini adalah yang meliputi majaz lughawiy, ‘aqliy, isti’arah, kinayah, dan berbagai macam ungkapan lainnya yang tidak menunjukkan makna sebenarnya secara langsung, tetapi hanya dapat dipahami dengan berbagai indikasi yang menyertainya baik yang bersifat tekstual ataupun kontekstual.
1.      Obyek ilmu majaz al-Hadis
Matan hadits yang maknanya dipalingkan dari makna aslinya.
2.      Urgensi ilmu majaz al-Hadis
a.       Membedakan antara mana yang majaz dan hakiki.
b.      Majaz lebih berkesan dari pada ungkapan dalam bentuk yang biasa.
c.       Mengalihkan makna yang tidak bisa diungkapkan dengan ungkapan hakiki.
d.      Agar bisa lebih berfikir tentang teka-teki makna sesungguhnya.[1]
B.     Metode Ilmu Majaz al-Hadis
Yusuf Qardawi menggunakan metode ta’wil dalam memahami ilmu Majaz al-Hadits. Adapun langkah-langkahnya adalah;
1.      Beliau mengaitkan pentakwilannya dengan al-Qur'an.
2.      Dengan mengaitkan dengan hadis-hadis setema.
3.      Mengambil dari pendapat ulama',
4.      Pendekatan logika bahasa, dengan syarat sesuai dengan kesimpulan akal yang sehat, syari'at yang benar, pengetahuan yang pasti, dan fakta yang tidak diragukan.
Kemudian qarinah (indikator) yang digunakan adalah qarinah lafziyyah (indikator dalam teks) dan ini adalah yang diprioritaskan baru kemudian qarinah haliyyah (indikator diluar teks). Hal ini karena Yusuf al-Qaradawi dalam memaknai teks selalu berangkat dari makna apa yang terdapat dalam teks, sebelum mencari makna sesuai konteks.[2]
C.     Tokoh-tokoh dan Kitab-kitab Ilmu Majaz al-Hadis
1.      Al-Majazat al-Nabawiyyah karya al-Syarif al-Rida.
2.      Kaifa Nata’amal ma’a al-Sunnah al-Nabawiyyah Ma’alim wa Dhawabith karya Tusuf al-Qardhawi.
3.      Majazatun Nabawiyyah karya Sayyid Ridho.[3]

D.    Contoh Hadis Ilmu Majaz al-Hadis
1.      Hadis Nabi saw
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami [Affan], telah menceritakan kepada kami [Abu 'Awanah] dari [Firas] dari ['Amir] dari [Masruq] dari [Aisyah] berkata; "Pada suatu hari para istri Nabi Shallallahu'alaihiwasallam berkumpul di sisinya, mereka bertanya; 'Wahai Nabi Allah, siapa diantara kami yang lebih cepat menyusul engkau? ' Rasulullah menjawab; 'Adalah yang paling panjang tangannya diantara kalian.' Maka kami mengambil sebatang kayu lalu kami menjulurkannya dan Saudah binti Zam`ah adalah wanita yang paling panjang lengannya diantara kami. Lalu (Aisyah) Berkata; "Ketika Nabi Shallallahu'alaihiwasallam meninggal, Saudah adalah istri (Nabi) yang paling cepat menyusulnya. Hanya di kemudian hari kami mengerti hanyasanya maksud istilah panjang tangan Saudah adalah dikarenakan shodaqoh, dia adalah wanita yang senang bershodaqoh.'" Dan, sesekali Affan berkata dalam riwayatnya dengan redaksi; "Qoshobatan nadzro`uha." (dengan kata kerja bentuk sekarang, bukan bentuk lampau). (H.R Ahmad bin Hanbal: 23752).
2.      Kekeliruan seperti itu, ada kalanya terjadi pula pada pemahaman ayat al-Qur’an. Seperti yang dialami ‘Adiy bin Hatim ketika mencoba memahami Q.S. al-Baqarah: 187
Artinya:
... dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, ...
Kemudian aku (‘Adiy bin Hatim) mengambil dua tali igal, lalu kuletakkan di bawah bantalku. Sebentar-sebentar aku memandanginya, sehingga telah jelas bagiku yang putih dari yang hitam, akupun mulai berhenti makan dan minum, dan mulai berpuasa.[4]

E.     Kesimpulan
Ilmu majaz al-hadis merupakan lafadz atau kata yang tidak menunjukkan arti sebenarnya. Majaz ini tidak hanya terjadi pada al-hadis tetapi juga terjadi pada al-Qur’an. Kunci utama untuk memahami majaz al-Hadis adalah dengan bisa bahasa Arab.


[1]              Yusuf Qardhawi, terj: Muhammad al-Baqir, Bagaimana Memahami Hadis Nabi saw, (Bandung: Karisma, 1997), hlm 167.
[2] agamaislam7.blogspot.co.id
[3] alqurangresik.wordpress.com
[4] Yusuf Qardhawi, terj: Muhammad al-Baqir, Bagaimana Memahami Hadis Nabi saw, (Bandung: Karisma, 1997), hlm 169.