Masuk Surga Bukan Karena Amal Shalih
(Tafsir KH. Quraisy Shihab dalam Kajian Surah Ali-Imran: 142 dan
Hadis Shahih Bukhari [5673, 6463] dan Muslim [2816] )
Oleh :
Oleh : Ulfah
Kholiliana Nefiyanti
NIM :
14530049
Abstrak
:
Berawal
dari keingintahuan terhadap makna surah ali-Imran : 142 yang didalamnya
dijelaskan bahwa Allah SWT tidak akan memasukkan hamba-Nya ke surga, padahal
belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad dan sabar. Sehingga sangat
menarik untuk dikaji lebih mendalam terhadap ayat tersebut yang akan diperjelas
dengan beberapa ayat dan hadis yang berkaitan. Dan diantara banyak tokoh
mufassir yang menarik untuk didiskusikan adalah KH. Quraisy Shihab yang
merupakan mufassir terkenal Indonesia dan telah memiliki banyak karya yang
dapat menjadi rujukan utama dalam kajian tafsir.
Dalam setiap
penafsiran, sering ditemukan adanya perbebedaan pendapat oleh para mufassir
dalam memahami ayat atau hadis. Hal ini disebabkan setiap mufassir memiliki sudut
pandang yang berbeda dan latar belakang yang berbeda pula, baik itu dalam
menafsir ayat-ayat al-Qur’an ataupun sebuah Hadits. Salah satu yang ingin
penulis paparkan lebih dalam adalah adanya sebuah ayat yang menjelaskan bahwa
untuk mendapatkan kunci surga tidak disebabkan karena amal seorang mukmin yang
belum tentu nyata bagi Allah yang berjihad dan sabar (ali-Imran :142). Ayat
tersebut juga dijelaskan dan diperkuat dengan beberapa ayat al-Qur’an yang lain
dan Hadis Shahih Muslim. Penafsiran ayat dan hadits tersebut tentunya
menimbulkan perbedaan pendapat di kalangan mufassir. Akan tetapi disini penulis
ingin mengambil pendapat dari salah seorang mufassir di Indonesia, yaitu KH.
Quraisy Shihab.
Dalam
surah ali-Imran ayat 142, Allah menjelaskan dalam firman-Nya yang berbunyi :
أم
حسبتم أن تدخلو اْ الجنة ولما يعلم الله الذين جهدواْ منكم ويعلم اصبرين
Artinya
: Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi
Allah orang-orang yang berjihad diantaramu dan belum nyata orang-orang yang
sabar.
Ayat di
atas juga diperkuat dalam Hadis riwayat Bukhari Muslim, yaitu :
عن أبي
هر ير ة أن ا لنبي – صلي عليه و سلم – قل : ما من أحد يدخله عمله الجنة . فقيل : و
لا انت يا رسول الله ؟ . قل : ولا أنا ألا أن يتغمد ني ربي برحمة .
Artinya
: Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Tidak
ada seseorang yang dimasukkan ke surga oleh amalnya.” Lalu ada yang bertanya :
“Tidak pula engkau wahai Rasulullah?”. Beliau menjawab : “Tidak pula saya,
kecuali Tuhanku melimpahkan rahmat-Nya kepadaku”. (HR. al-Bukhari [5673, 6463]
dan Muslim [2816])
Dalam
tafsir KH. Quraisy Shihab mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak dijamin
masuk surga karena amalannya. Akan tetapi pasti masuk surga karena rahmat Allah
SWT, bukan karena amalannya. Hal ini tentunya akan menimbulkan pro dan kontra.
Salah satu yang kontra dengan pendapat tersebut adalah golongan Wahabi yang
mengecam keras tafsir tersebut. Oleh karena itu perlu adanya pelurusan atas apa
yang menjadi tafsir KH. Quraisy Shihab tersebut.
Hadits
tersebut menjelaskan bahwa seorang mukmin dapat masuk surga hanya karena
anugerah dan rahmat dari Allah SWT, bukan semata hanya karena amal yang dikerjakan.
Bukan karena setiap hari shalat lima waktu dan shalat sunnahnya, bukan karena
puasa Ramadhan dan puasa sunnahnya, bukan karena zakat yang dikeluarkan, dan
bukan pula karena amalan-amalan lainnya tanpa ridha dan rahmat-Nya. Artinya,
amal dan rahmat Allah saling bersamaan bahwa masuk surga tergantung rahmat
Allah SWT dan juga amal shalih seorang mukmin. Karena sesungguhnya amal shalih
yang dilakukan termasuk taufiq dan hidayah Allah kepada hamba-Nya, sehingga
termasuk anugerah dan rahmat Allah SWT.
Rahmat
Allah SWT dapat diraih dengan cara menyempurnakan amalannya, yaitu melakukan
segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya dengan ikhlas untuk meraih ridha dan
rahmat-Nya serta diterima amal shalihnya. Jika seorang hamba telah mendapatkan
rahmat-Nya maka akan mendapatkan pula ridha-Nya. Padahal keluasan ridha-Nya
jauh lebih besar daripada surga dan segala isinya, seperti yang telah
dijelaskan dalam firman Allah QS. At-Taubah: 72 berikut ini :
و عد
الله المؤ منين والمؤ منت جنت تجري من تحتها الأ نهر خلدين فيها و مسكن طيبة في
جنت عدن ورضون من الله أكبر ذلك هو الفوز العظيم .
Artinya
: Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan
mendapat) surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di
dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga ‘And. Dan Keridlaan
Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar.
Akan
tetapi maksud dari Hadits di atas tidak dimaksudkan bahwa Nabi Muhammad SAW
tidak dijamin masuk surga. Karena Nabi Muhammad SAW adalah rahmat Allah bagi
umat manusia. Seperti yang dijelaskan dalam Surat al-Anbiya: 107, yaitu:
وما أرسلنك ألا رحمة للعلمين
Artinya
: dan tidaklah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam.
Maka
Nabi Muhammad SAW tetap dijamin masuk surga karena rahmat Allah yang
dilimpahkan kepada beliau.
Penjelasan
di atas memberikan pesan bahwa sebagai seorang mukmin tidak hanya beribadah
atau beramal shalih kepada-Nya karena agar terhindar dari siksa api neraka dan
dimasukkan ke dalam surga. Melainkan beramal shalih karena ingin mencari dan
meraih rahmat dan ridha-Nya. Karena sesungguhnya amal tidak akan memasukkan
seseorang di surga dan tidak pula menyelamatkan dari neraka, kecuali dengan
rahmat Allah SWT.
Lalu
jika demikian, akan muncul pertannyan “Apa manfaat dari amal seorang mukmin?”. Dan
bagaimana kaitannya dengan firman Allah dalam QS. an-Nahl:32 yang berbunyi :
الذين
تتو فهم الْملئكة طيبين يقولون سلم عليكم ادخلوا الجنة بما كنتم تعملون
Artinya
: (yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat
dengan mengatakan (kepada mereka): “Salaamun’alaikum, masuklah kamu ke dalam surga
itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan”.
Sebelum membahas lebih jauh, perlu dicatat
bahwa Hadits shahih tidak akan bertentangan dengan al-Qur’an serta Hadits
shahih dan al-Qur’an tidak akan bertentangan dengan akal. Oleh karena itu,
diperlukan metode Jam’ atau mengkompromikan Hadits shahih dengan ayat al-Qur’an
tersebut.
Hal ini
telah dijelaskan oleh Ulama Hadits Imam Ibn Bathal sebagaimana dikutip Ibn
Hajar dalam kitab Fath al-Bari bahwa surga itu ada beberapa tingkatan.
Ayat-ayat yang menjelaskan masuk surga karena amal, maksudnya adalah menempati
tingkatan-tingkatannya itu. Sementara masuk surganya mutlak hanya berdasarkan
rahmat Allah SWT. Jadi, dengan rahmat Allah
SWT seorang mukmin ditentukan masuk surga dan tidaknya. Sesudah ada
keputusan masuk surga, maka ketentuan masuk surga tingkatan yang mananya itu
ditentukan berdasarkan amal.
Selanjutnya,
Ibn Bathal menjelaskan, bisa juga maksud dari ayat-ayat dan hadits di atas
adalah saling menguatkan. Artinya, masuk surga itu tergantung rahmat Allah SWT
juga amal-amal kita. Demikian juga, penentuan tingkatan yang mananya di dalam surga
itu tergantung rahmat Allah SWT dan amal-amal kita.
Imam
al-Karmani, Jamaluddin ibn as-Syaikh, dan Ibn al-Qayyim menjelaskan bahwa huruf
ba’ pada ayat-ayat di atas bukan bermakna sebab (sababiyyah), melainkan
bersamaan (ilshaq, mushahabah). Jadi bukan berarti masuk surga itu dengan sebab
amal, melainkan masuk surga itu bersamaan adanya amal, karena sebab yang paling
utamanya adalah rahmat Allah SWT. Ini berarti bisa membantah pendapat golongan
Jabariyah yang menyatakan bahwa masuk surga itu sama sekali tidak ada kaitannya
dengan amal, melainkan mutlak hanya rahmat Allah SWT saja. Dan juga membantah
pendapat golongan Qadariyyah yang menyatakan bahwa masuk surga itu murni karena
amal saja, tidak ada kaitanny dengan rahmat Allah SWT.
Imam ibn
Hajar memberikan penjelasan yang sedikit berbeda. Amal seseorang walau
bagaimanapun tidak mungkin menyebabkan masuk surga jika pada kenyataannya amal
itu tidak diterima oleh Allah SWT. Persoalan amal itu diterima atau tidaknya
jelas wewenang Allah SWT dan mutlak berdasarkan rahmat Allah SWT.
Oleh
karena itu, sebagai hamba-Nya janganlah berputus asa terhadap rahmat Allah
dalam keadaan apapun dan dimanapun. Akan tetapi, carilah rahmat-Nya yang luas
dan jangan gampang menyerah. Karena tidaklah seorang seseorang berputus asa,
kecuali orang-orang kafir dan salah satu dari dosa-dosa besar yang paling besar
adalah berputus asa. Wallahu a’lam bish-shawab.
Sumber :
Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah - Kitab