Senin, 16 Maret 2015

Masuk Surga Bukan Karena Amal Shalih



Masuk Surga Bukan Karena Amal Shalih
(Tafsir KH. Quraisy Shihab dalam Kajian Surah Ali-Imran: 142 dan Hadis Shahih Bukhari [5673, 6463] dan Muslim [2816] )

Oleh :
Oleh : Ulfah Kholiliana Nefiyanti
NIM : 14530049

Abstrak :
Berawal dari keingintahuan terhadap makna surah ali-Imran : 142 yang didalamnya dijelaskan bahwa Allah SWT tidak akan memasukkan hamba-Nya ke surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad dan sabar. Sehingga sangat menarik untuk dikaji lebih mendalam terhadap ayat tersebut yang akan diperjelas dengan beberapa ayat dan hadis yang berkaitan. Dan diantara banyak tokoh mufassir yang menarik untuk didiskusikan adalah KH. Quraisy Shihab yang merupakan mufassir terkenal Indonesia dan telah memiliki banyak karya yang dapat menjadi rujukan utama dalam kajian tafsir.


Dalam setiap penafsiran, sering ditemukan adanya perbebedaan pendapat oleh para mufassir dalam memahami ayat atau hadis. Hal ini disebabkan setiap mufassir memiliki sudut pandang yang berbeda dan latar belakang yang berbeda pula, baik itu dalam menafsir ayat-ayat al-Qur’an ataupun sebuah Hadits. Salah satu yang ingin penulis paparkan lebih dalam adalah adanya sebuah ayat yang menjelaskan bahwa untuk mendapatkan kunci surga tidak disebabkan karena amal seorang mukmin yang belum tentu nyata bagi Allah yang berjihad dan sabar (ali-Imran :142). Ayat tersebut juga dijelaskan dan diperkuat dengan beberapa ayat al-Qur’an yang lain dan Hadis Shahih Muslim. Penafsiran ayat dan hadits tersebut tentunya menimbulkan perbedaan pendapat di kalangan mufassir. Akan tetapi disini penulis ingin mengambil pendapat dari salah seorang mufassir di Indonesia, yaitu KH. Quraisy Shihab.
Dalam surah ali-Imran ayat 142, Allah menjelaskan dalam firman-Nya yang berbunyi :
أم حسبتم أن تدخلو اْ الجنة ولما يعلم الله الذين جهدواْ منكم ويعلم اصبرين                                    
Artinya : Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad diantaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar.
Ayat di atas juga diperkuat dalam Hadis riwayat Bukhari Muslim, yaitu :
عن أبي هر ير ة أن ا لنبي – صلي عليه و سلم – قل : ما من أحد يدخله عمله الجنة . فقيل : و لا انت يا رسول الله ؟ . قل : ولا أنا ألا أن يتغمد ني ربي برحمة .                                                              
Artinya : Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Tidak ada seseorang yang dimasukkan ke surga oleh amalnya.” Lalu ada yang bertanya : “Tidak pula engkau wahai Rasulullah?”. Beliau menjawab : “Tidak pula saya, kecuali Tuhanku melimpahkan rahmat-Nya kepadaku”. (HR. al-Bukhari [5673, 6463] dan Muslim [2816])
Dalam tafsir KH. Quraisy Shihab mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak dijamin masuk surga karena amalannya. Akan tetapi pasti masuk surga karena rahmat Allah SWT, bukan karena amalannya. Hal ini tentunya akan menimbulkan pro dan kontra. Salah satu yang kontra dengan pendapat tersebut adalah golongan Wahabi yang mengecam keras tafsir tersebut. Oleh karena itu perlu adanya pelurusan atas apa yang menjadi tafsir KH. Quraisy Shihab tersebut.
Hadits tersebut menjelaskan bahwa seorang mukmin dapat masuk surga hanya karena anugerah dan rahmat dari Allah SWT, bukan semata hanya karena amal yang dikerjakan. Bukan karena setiap hari shalat lima waktu dan shalat sunnahnya, bukan karena puasa Ramadhan dan puasa sunnahnya, bukan karena zakat yang dikeluarkan, dan bukan pula karena amalan-amalan lainnya tanpa ridha dan rahmat-Nya. Artinya, amal dan rahmat Allah saling bersamaan bahwa masuk surga tergantung rahmat Allah SWT dan juga amal shalih seorang mukmin. Karena sesungguhnya amal shalih yang dilakukan termasuk taufiq dan hidayah Allah kepada hamba-Nya, sehingga termasuk anugerah dan rahmat Allah SWT.
Rahmat Allah SWT dapat diraih dengan cara menyempurnakan amalannya, yaitu melakukan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya dengan ikhlas untuk meraih ridha dan rahmat-Nya serta diterima amal shalihnya. Jika seorang hamba telah mendapatkan rahmat-Nya maka akan mendapatkan pula ridha-Nya. Padahal keluasan ridha-Nya jauh lebih besar daripada surga dan segala isinya, seperti yang telah dijelaskan dalam firman Allah QS. At-Taubah: 72 berikut ini :
و عد الله المؤ منين والمؤ منت جنت تجري من تحتها الأ نهر خلدين فيها و مسكن طيبة في جنت عدن ورضون من الله أكبر ذلك هو الفوز العظيم .                                                                                     
Artinya : Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga ‘And. Dan Keridlaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar.
Akan tetapi maksud dari Hadits di atas tidak dimaksudkan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak dijamin masuk surga. Karena Nabi Muhammad SAW adalah rahmat Allah bagi umat manusia. Seperti yang dijelaskan dalam Surat al-Anbiya: 107, yaitu:
 وما أرسلنك ألا رحمة للعلمين                                                                                       
Artinya : dan tidaklah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.
Maka Nabi Muhammad SAW tetap dijamin masuk surga karena rahmat Allah yang dilimpahkan kepada beliau.
Penjelasan di atas memberikan pesan bahwa sebagai seorang mukmin tidak hanya beribadah atau beramal shalih kepada-Nya karena agar terhindar dari siksa api neraka dan dimasukkan ke dalam surga. Melainkan beramal shalih karena ingin mencari dan meraih rahmat dan ridha-Nya. Karena sesungguhnya amal tidak akan memasukkan seseorang di surga dan tidak pula menyelamatkan dari neraka, kecuali dengan rahmat Allah SWT.
Lalu jika demikian, akan muncul pertannyan “Apa manfaat dari amal seorang mukmin?”. Dan bagaimana kaitannya dengan firman Allah dalam QS. an-Nahl:32 yang berbunyi :
الذين تتو فهم الْملئكة طيبين يقولون سلم عليكم ادخلوا الجنة بما كنتم تعملون                                
Artinya : (yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): “Salaamun’alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan”.
 Sebelum membahas lebih jauh, perlu dicatat bahwa Hadits shahih tidak akan bertentangan dengan al-Qur’an serta Hadits shahih dan al-Qur’an tidak akan bertentangan dengan akal. Oleh karena itu, diperlukan metode Jam’ atau mengkompromikan Hadits shahih dengan ayat al-Qur’an tersebut.
Hal ini telah dijelaskan oleh Ulama Hadits Imam Ibn Bathal sebagaimana dikutip Ibn Hajar dalam kitab Fath al-Bari bahwa surga itu ada beberapa tingkatan. Ayat-ayat yang menjelaskan masuk surga karena amal, maksudnya adalah menempati tingkatan-tingkatannya itu. Sementara masuk surganya mutlak hanya berdasarkan rahmat Allah SWT. Jadi, dengan rahmat Allah  SWT seorang mukmin ditentukan masuk surga dan tidaknya. Sesudah ada keputusan masuk surga, maka ketentuan masuk surga tingkatan yang mananya itu ditentukan berdasarkan amal.
Selanjutnya, Ibn Bathal menjelaskan, bisa juga maksud dari ayat-ayat dan hadits di atas adalah saling menguatkan. Artinya, masuk surga itu tergantung rahmat Allah SWT juga amal-amal kita. Demikian juga, penentuan tingkatan yang mananya di dalam surga itu tergantung rahmat Allah SWT dan amal-amal kita.
Imam al-Karmani, Jamaluddin ibn as-Syaikh, dan Ibn al-Qayyim menjelaskan bahwa huruf ba’ pada ayat-ayat di atas bukan bermakna sebab (sababiyyah), melainkan bersamaan (ilshaq, mushahabah). Jadi bukan berarti masuk surga itu dengan sebab amal, melainkan masuk surga itu bersamaan adanya amal, karena sebab yang paling utamanya adalah rahmat Allah SWT. Ini berarti bisa membantah pendapat golongan Jabariyah yang menyatakan bahwa masuk surga itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan amal, melainkan mutlak hanya rahmat Allah SWT saja. Dan juga membantah pendapat golongan Qadariyyah yang menyatakan bahwa masuk surga itu murni karena amal saja, tidak ada kaitanny dengan rahmat Allah SWT.
Imam ibn Hajar memberikan penjelasan yang sedikit berbeda. Amal seseorang walau bagaimanapun tidak mungkin menyebabkan masuk surga jika pada kenyataannya amal itu tidak diterima oleh Allah SWT. Persoalan amal itu diterima atau tidaknya jelas wewenang Allah SWT dan mutlak berdasarkan rahmat Allah SWT.
Oleh karena itu, sebagai hamba-Nya janganlah berputus asa terhadap rahmat Allah dalam keadaan apapun dan dimanapun. Akan tetapi, carilah rahmat-Nya yang luas dan jangan gampang menyerah. Karena tidaklah seorang seseorang berputus asa, kecuali orang-orang kafir dan salah satu dari dosa-dosa besar yang paling besar adalah berputus asa. Wallahu a’lam bish-shawab.

Sumber : Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah - Kitab